5.04.2009

DAMPAK PENINGKATAN UNSUR HARA / EUTROFIKASI

Walaupun unsur hara (nutrient) sangat penting dalam suatu ekosistem terutama sebagai sumber penyusunan bahan organik oleh produser primer, akan tetapi peningkatan unsur hara pada ekosistem terumbu karang dinilai justru dapat berpengaruh negatif terhadap perkembangan ekosistem ini. Hal ini bisa dilihat dari kenyataan bahwa terumbu karang justru berkembang dengan baik pada daerah yang relatif jauh dari sumber unsur hara dan sebaliknya tidak berkembang pada daerah yang mendapat suplai unsur hara yang tinggi. Adanya sisklus nutrient yang efektif dalam ekosistem terumbu karang merupakan kunci utama tingginya produktifitas ekosistem ini walaupun jauh dari sumber nutrient. Menurut Lapointe (1997), salah satu penyebab utama terjadinya blooming alga makro pada ekosistem terumbu karang di Jamaika adalah meningkatnya unsur hara yang menyebabkan peningkatan laju pertumbuhan alga sampai pada kondisi dimana ketersediaan populasi hewan herbifora tidak sanggup lagi mengontrol kelimpahan alga ini yang pada gilirannya menyebabkan kematian karang akibat tertutup alga. Walaupun hipotesa ini mendapat kritikan dari Hughes dkk. (1999) serta Aronson dan Precht (2000), tapi dari banyak penelitian sebelumnya telah terbukti bahwa peningkatan unsur hara pada ekosistem terumbu karang baik cepat atau lambat akan menyebabkan perubahan keseimbangan (phase shift) menuju ke terumbu yang didominasi oleh alga makro.

Mekanisme lain yang mungkin terjadi dengan peningkatan unsur hara atau eutrofikasi pada ekosistem terumbu karang adalah semakin menurunnya populasi hewan-hewan herbifora akibat pengaruh langsung dari perubahan kualitas perairan. Dengan demikian, maka eutrofikasi ini berpeluang meningkatkan kelimpahan alga makro dari dua arah; yang pertama secara langsung meningkatkan pertumbuhan alga, dan yang kedua mengurangi konsumsi alga oleh hewan herbifora. Pengaruh eutrofikasi tidak hanya berpengaruh terhadap peningkatan kelimpahan alga makro sebagai pesaing utama hewan karang, akan tetapi juga secara langsung berpengaruh negatif terhadap fisiologi dan perkembangan hewan karang tersebut, misalnya terhadap perkembangan embrio dan planula karang (Tomascik dan Sander, 1987). Dampak lain yang juga bisa timbul adalah meningkatnya bioerosi akibat perubahan komunitas ekosistem terumbu karang (Hallock, 1988).

Dengan demikian, konsekwensi eutrofikasi sangat penting untuk diperhatikan dalam manajemen ekosistem terumbu karang, karena dampak yang ditimbulkan cukup serius baik jangka pendek lebih-lebih dalam jangka panjang. Apalagi jika hal ini ditinjau dari potensi lain ekosistem terumbu karang sebagai obyek wisata bahari, maka bisa dipastikan bahwa nilai estetika dari daerah yang terkena dampak eutrofikasi ini akan sangat berkurang atau malah mungkin dapat hilang sama sekali.


IMPLIKASI TERHADAP INTERPRETASI DAN MANAGEMENT

Penelitian yang mencoba menguji secara faktorial kedua unsur utama (herbifora dan nutrient) terhadap perkembangan alga (Hatcher dan Larkum 1983; Miller dan Hay 1998; Miller dkk. 1999; Jompa dan McCook in press-a) memberikan hasil yang menarik dimana pada umumnya sepakat bahwa kedua faktor tersebut penting dalam peningkatan ketersediaan (standing stock) alga makro, akan tetapi pengaruh nutrien hanya signifikan pada saat pengaruh herbifora ditiadakan, dan sebaliknya pengaruh herbifora signifikan pada semua tingkatan kadar nutrien. Hal ini menunjukkan bahwa dampak nutrien terhadap interaksi antara karang dan alga sangat tergantung pada kemampuan herbifora untuk mengontrol kelimpahan alga.

Oleh karena itu, proses-proses tentang bagaimana pengaruh dari perubahan populasi hewan herbifora, peningkatan unsur hara, dan gangguan-gangguan alam terhadap kompetisi antara alga makro dan karang, memiliki implikasi yang penting terhadap interpretasi dan manajemen serta pencegahan degradasi terumbu karang atau phase-shift. Mengingat banyak daerah terumbu karang di Indonesia yang rentang terhadap eutrofikasi dan overfishing, maka observasi dan penelitian yang lebih detail tentang aspek ini sangat perlu diangkat ke permukaan. Dampak yang ditimbulkan kemungkinan tidak dilihat secara langsung, akan tetapi dalam jangka panjang bisa membahayakan kelestarian ekosistem ini. Hal lain yang perlu diingat bahwa akibat perubahan atau pergeseran keseimbangan ini bisa jadi menjadi pemicu ketidak mampuan ekosistem ini untuk menghadapi atau sembuh/recovery dari gangguan-gangguan alam yang sering terjadi seperti pemutihan karang (bleaching), badai, serta penyakit. Jika terumbu karang tidak sanggup lagi untuk recovery maka bisa diprediksi bahwa hal ini akan membawa implikasi yang serius terhadap kualitas, produktifitas, dan keberlanjutan dari ekosistem terumbu karang itu sendiri.

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com