3.30.2009

TINGKAT KEMATANGAN GONAD

TINGKAT KEMATANGAN GONAD

 Perkembangan gonad merupakan bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan.
 Umumnya pertambahan berat gonad pada ikan betina sebesar 10 – 25% dari berat tubuh dan pada ikan jantan sebesar 5 – 10%.
 Dalam Bioper pencatatan perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang melakukan reproduksi atau tidak.
 Dari pengetahuan TKG akan didapatkan informasi, kapan satu jenis ikan memijah, baru memijah atau sudah selesai memijah.
 Tiap-tiap spesies ikan pada waktu pertama kali gonadnya menjadi masak tidak sama ukurannya. Demikian pula ikan yang sama spesiesnya, apalagi spesies tersebut tersebar pada lintang yang perbedaanya lebih dari 5 derajat.
 Ikan large mouth bass, yang hidup di bagian Selatan Amerika Serikat matang gonadnya pada umur satu tahun dengan berat 180 gram. Ikan yang hidup di bagian Utara Amerika Serikat pada umur satu tahun dengan ukuran panjang 25 cm, berat 230 gram, gonadnya (telur dan sperma) belum matang.
 Ikan Blue gill yang beratnya 42 gram, gonadnya masak dan dapat berpijah pada umur 1 tahun, tetapi jenis ikan yang sama dalam keadaan banyak makanan, dalam waktu 5 bulan beratnya 55 gram sudah matang gonadnya.
 Faktor utama yang mempengaruhi kematangan gonad ikan di daerah bermusim empat antara lain suhu dan makanan.
 Pengamatan TKG dilakukan dengan dua cara:
• Histologi dilakukan dilaboratorium
• Morfologi dilakukan di laboratorium dan lapangan
 Secara histologi akan diketahui anatomi perkembangan gonad lebih jelas dan mendetail. Secara morfologi kurang mendetail, namun banyak dilakukan oleh peneliti.
 Dasar yang dipakai untuk menentukan TKG dengan cara morfologi ialah : bentuk, ukuran panjang dan berat, warna dan perkembangan isi gonad yang dapat dilihat.
 Perkembangan gonad ikan betina lebih banyak diperhatikan dari ikan jantan karena perkembangan diameter telur yang terdapat dalam gonad lebih mudah dilihat dari pada sperma yang terdapat didalam testes

Pembagian Tahap Kematangan Gonad

TKG gonad jantan (testes) ikan Green Sunfish secara histologi (Kaya dan Hasler. 1972)

1. Testes Regresi (akhir musim panas sampai pertengahan musim dingin). Dinding gonad dilapisi oleh spermatogonia awal dan sekunder,sperma sisa mungkin masih ada
2. Perkembangan Spermatogonia. Sama dengan TKG 1, hanya proporsi spermatogonia sekunder bertambah. Sperma sisa kadang-kadang masih terlihat.
3. Awal aktif spermatogenesis. Cyste spermatocit timbul dan kemudian semakin bertambah. Cyste spermatocid dan spermatozoa juga mulai keluar.
4. Spermatogenesis aktif. Semua tingkat spermatonesis ada dalam jumlah yang banyak. Spermatozoa bebas mulai terlihat dalam rongga seminifereus.
5. Testes masak. Lumen penuh dengan spermatozoa. Pada dinding lobule penuh dengan cyste bermacam-macam tingkat.
6. Testes regresi. Rongga seminifereus masih berisi spermatozoa. Dinding lobule penuh dengan spermatogonia yang tidak aktif. Ukuran testes mengkerut karena sperma dikeluarkan

b. TKG menurut Kesteven (Bagenal dan Braum, 1968)

1. Dara. Organ seksual sangat kecil berdekatan di bawah tulang punggung. Testes dan ovarium transparan, dari tidak berwarna sampai abu-abu. Telur tidak terlihat dengan mata biasa.
2. Dara berkembang. Testes dan ovarium jernih, abu-abu merah. Panjangnya setengah atau lebih sedikit dari panjang rongga bawah. Telur satu persatu dapat dilihat dengan kaca pembesar.
3. Perkembangan I. Testes dan ovarium bentuknya bulat telur, berwarna kemerah-merahan dengan pembuluh kapiler. Gonad mengisi kira-kira setengah ruang ke bagian bawah. Telur dapat dilihat seperti serbuk putih.
4. Perkembangan II. Testes berwarna putih kemerah-merahan. Tidak ada sperma kalau bagian perut ditekan. Ovarium berwarna kemerah-merahan. Telur jelas dapat dibedakan, bentuknya bulat telur. Ovarium mengisi kira-kira dua pertiga ruang bawah.
5. Bunting. Organ seksual mengisi ruang bawah. Testes berwarna putih, keluar tetesan sperma kalau ditekan perutnya. Telur bentuknya bulat, beberapa ada yang jernih dan masak.
6. Mijah. Telur dan sperma keluar dengan sedikit tekanan di perut. Kebanyakan telur berwarna jernih dengan beberapa yang berbentuk bulat telur tinggal didalam ovarium.
7. Mijah/Salin. Gonad belum kosong sama sekali. Tidak ada telur yang bulat telur.
8. Salin. Testes dan ovarium kosong dan berwarna merah. Beberapa telur sedang ada dalam keadaan dihisap kembali.
9. Pulih salin. Testes dan ovarium berwarna jernih, abu-abu sampai merah.

c. TKG menurut Nikolsky (Bagenal dan Braum, 1968)

1. Tidak masak.Individu masih belum berhasrat mengadakan reproduksi. Ukuran gonad kecil.
2. Masa istirahat. Produk seksual belum berkembang. Gonad berukuran kecil. Telur tidak dapat dibedakan oleh mata telanjang.
3. Hampir masak. Telur dapat dibedakan oleh mata telanjang. Testes berubah dari transparan menjadi warna ros.
4. Masak. Produk seksual masak. Produk seksual mencapai berat maksimum, tetapi produk tersebut belum keluar bila perut diberi sedikit tekanan.
5. Reproduksi. Bila perut diberi sedikit tekanan, produk seksualnya akan menonjol keluar dari lubang pelepasan. Berat gonad dengan cepat menurun sejak permulaan berpijah sampai pemijahan selesai.
6. Keadaan salin. Produk seksual telah dikeluarkan. Lubang genital berwarna kemerahan. Gonad mengempis. Ovarium berisi beberapa telur sisa. Testes juga berisi sperma sisa.
7. Masa istirahat. Produk seksual telah dikeluarkan. Warna kemerah-merahan pada lubang genital telah pulih. Gonad kecil dan telur belum kelihatan oleh mata.

d. TKG pada ikan Albacore (Thunnus germo) menurut Otsu dan Hansen

1. Perkembangan awal. Ovarium berisi telur primitif yang transparan atau telur ada dalam tingkat awal perkembangan. Pengendapan kuning telur tidak jelas.
2. Perkembangan akhir. Telur tidak jernih, sangat banyak pengendapan kuning telur. Garis tengah telur antara 0.4 – 0.8 mm.
3. Lanjut. Ovarium mendekati tingkat masak. Telur semi transparan dan berisi butir minyak berwarna emas. Telur ini belum masak benar dan garis tengahnya 0.7 – 1.0 mm.

e. TKG ikan Otolithus rubber dan Johnius dussumiereri menurut Devados (1969)

1. Tidak masak. Ovari berwarna pucat keruh, memanjang sampai sepertiga panjang rongga perut. Telur tidak dapat dilihat oleh mata telanjang. Keadaan telur kecil, tidak ada kuning telur, transparan dengan inti yang jelas.
2. Tidak masak. Ovarium berwarna merah anggur, mengisi 1/3 – ½ rongga perut. Gonad tidak simetri, telur tidak dapat dilihat oleh mata telanjang. Pembentukan kuning telur baru disekitar inti.
3. Hampir masak. Ovarium berwarna merah jambu sampai kuning, berbutir-butir, memanjang sampai ½ - 2/3 dalam rongga perut. Keadaan telur kecil, warna tidak terang, inti sebagian atau seluruhnya terbenam dalam kuning telur.
4. Hampir masak. Ovarium berwarna putih susu sampai kuning, pembuluh darah terlihat dibagian atasnya, memanjang sampai 2/3 bagian dari rongga perut, telur mudah terlihat. Ukuran telur sedang dengan warna tidak terang, belum bebas dari sel-sel folikel.
5. Masak. Ovarium berwarna kuning kemerah-merahan, pembuluh darah jelas, panjangnya sampai ¾ - 4/5 rongga perut. Telur jelas terlihat. Telur berukuran relatif besar dan warna tidak terang, bebas dari folikel.
6. Masak betul. Ovarium kemerah-merahan seperti kue puding, mengisi seluruh rongga perut, telur terlihat dari dinding ovarium. Ukuran telur relatif besar, transparan, kuning telur berisi gelembung minyak.
7. Salin. Ovarium mengkerut.

f. TKG Ikan Kuhlia sandvicensis (Tester dan Takata (1953)

1. Tidak masak. Gonad sangat kecil seperti benang dan transparan. Penampang gonad pada ikan jantan pipih dengan warna kelabu, pada ikan betina bulat dengan warna kemerah-merahan.
2. Permulaan masak. Gonad mengisi ¼ rongga tubuh. Warnanya pada ikan jantan kelabu atau putih, bentuknya pipih. Sedangkan pada ikan betina warna-nya kemerah-merahan atau kuning dan bentuknya bulat. Telur tidak tampak.
3. Hampir masak. Gonad mengisi ½ rongga tubuh. Gonad ikan jantan berwarna putih. Gonad ikan betina berwarna kuning, bentuk telur tampak melalui dinding ovarium.

Read More......

SEKSUALITAS IKAN

SEKSUALITAS IKAN

 Ikan jantan : ikan yang mempunyai organ penghasil sperma.
 Ikan betina : ikan yang mempunyai organ penghasil telur.
 Heteroseksual : Populasi yang terdiri dari ikan-ikan yang berbeda seksualitasnya.
 Monoseksual/Uniseksual : populasi yang hanya terdiri dari ikan betina saja.
 Dalam menentukan sex ikan spesies tertentu harus berhati-hati, karena secara keseluruhan seksualitas ikan bermacam-macam,a.l: Hermaprodit (sinkroni, protandri, protogini), Gonokorisme (berdiferensiasi, dan tidak berdiferensiasi).

1. Hermaprodit
 Satu individu ikan dikatakan hermaprodit apabila didalam tubuhnya terdapat jaringan ovarium (penentu individu betina) dan jaringan testes (penentu individu jantan).
 Kedua jaringan tersebut berada dalam satu organ dan letaknya seperti letak gonad yang terdapat pada individu normal.
 Berdasarkan perkembangan ovarium dan atau testes, hermaprodit terbagi atas :

a. Hermaprodit sinkroni
• H. Sinkroni : apabila didalam gonad individu terdapat sel sex betina dan sel sex jantan yang masak secara bersamaan.
• Ikan-ikan dari kelompok Serranidae banyak yang termasuk H. Sinkroni.
• Ikan hemaprodit ini dapat mengadakan pembuahan sendiri dan ada pula yang tidak. Ikan yang mengadakan pembuahan sendiri mengeluarkan telur terlebih dulu kemudian dibuahi oleh sperma dari individu yang sama.
• Ikan yang tidak mengadakan pembuahan sendiri, dalam satu kali pemijahan ia dapat berlaku sebagai ikan jantan dan dapat pula sebagai ikan betina. Contoh Serranus cabrilla dan Hepatus hepatus serta Serranus subligerius

b. Hermaprodit protandri
• H. Protandri : ikan yang didalam tubuhnya mempunyai gonad yang mengadakan proses diferensiasi dari fase jantan ke fase betina.
• Disaat masih muda, gonadnya mempunyai daerah ovarium dan daerah testes, tetapi jaringan testes mengisi sebagian besar gonad pada bagian lateroventral.
• Setelah jaringan testesnya berfungsi dan dapat mengeluarkan sperma, akan terjadi masa transisi, dimana jaringan ovarium mulai membesar dan testesnya mengkerut.
• Contoh ikan yang termasuk H. Protandri : Lates carcariver, Sparus auratus, Sargus anularis, Pagellus centrodontus, dan Pagellus mormyrus

c. Hermaprodit protogini
• H. Protogini : ikan yang didalam tubuhnya mempunyai gonad yang mengadakan proses diferensiasi dai fase betina ke fase jantan.
• Pada beberapa ikan yang termasuk golongan ini sering terjadi sesudah satu kali pemijahan, jaringan ovariumnya mengkerut kemudian jaringan testesnya berkembang.
• Contoh: Belut sawah (Monopterus albus) dan ikan Kerapu lumpur (Ephinephelus tauvina).
• Ikan ini memulai siklus reproduksinya sebagai ikan betina yang berfungsi, kemudian berubah menjadi ikan jantan yang berfungsi.
• Pada ikan-ikan yang termasuk kedalam famili Labridae, misalnya Halichieres sp terdapat dua macam jantan yang berbeda. Ikan jantan pertama terlihat seperti ikan betina, tetapi tetap jantan selama hidupnya. Sedangkan jantan yang kedua adalah jantan yang berasal dari perubahan ikan betina.
• Ikan-ikan yang mempunyai dua fase dalam siklus hidupnya, pada tiap-tiap fasenya sering didapatkan ada perbedaan, baik dalam morfologi maupun warna. Hal ini sering menjadi salah identifikasi.
• Ikan Larbus ossifagus ada dua warna (merah dan biru). Ternyata merah adalah ikan betina dan biru ikan jantan.
• H. Protandri & Protogini disebut dengan H. beriring. Pada waktu ikan masih muda memiliki gonad dengan dua macam sex (ovarium dan testes) yang belum berkembang dengan baik.
• Proses suksesi kelamin dari satu populasi H. Protandri dan H. Protogini terjadi pada individu yang berbeda, baik ukuran maupun umur, tetapi merupakan proses yang beriring.
• Pada ikan kakap ditemukakan bahwa tidak semua ikan betina berasal dari ikan jantan. Ada ikan betina berumur 2 tahun berukuran 42 cm, berukuran lebih kecil dari ukuran ikan betina matang gonad.
• Dari 880 ekor ikan kakap yang diteliti gonadnya secara histologis didapatkan data bahwa ikan ini tergolong Hermaprodit sinkroni, ovarium dan testes berkembang secara bersamaan dengan baik

2. Gonokhorisme

 Yakni kondisi seksual berganda dimana pada ikan fase juvenil gonadnya tidak mempunyai jaringan yang jelas status jantan dan betinanya.
 Gonad tersebut pada tahap selanjutnya ada yang berkembang menjadi ovarium dan juga ada yang berkembang menjadi testes. Dengan kata lain, setengahnya menjadi jantan dan setengah yang lainnya menjadi betina, namun kondisinya tidak stabil, sewaktu-waktu dapat terjadi intersex yang spontan. (Gonokhorisme yang tidak berdiferensiasi)
 Contoh : Anguilla anguilla dan Salmo gairdneri irideus

Sifat Seksual Primer dan Sekunder
 Sifat seksual primer pada ikan ditandai dengan adanya organ yang secara langsung berhubungan dengan proses reproduksi, yakni ovarium dan pembuluhnya pada ikan betina dan testes dengan pembuluhnya pada ikan jantan.
 Tanpa melihat tanda-tanda lain pada ikan akan sukar mengetahui organ seksual primernya.
 Sifat seksual sekunder pada ikan ialah tanda-tanda luar yang dapat dipakai untuk membedakan ikan jantan dan ikan betina.
 Dimofisme : ikan-ikan yang mempunyai sifat morfologi yang dapat dipakai untuk membedakan ikan jantan dan ikan betina.
 Dikromatisme : yang membedakan jantan dan betina adalah warna. Warna jantan biasanya lebih cerah dan lebih menarik.

Jenis Sifat Seksual Sekunder
1. Seksual sekunder sementara : hanya muncul pada waktu musim pemijahan. Misalnya “Ovipositor” pada ikan Rhodeus amarus, yaitu alat yang dipakai untuk menyalurkan telur ke bivalvia. Pada ikan Nocomis biguttatus dan Semotilus atromaculatus jantan terdapat semacam jerawat diatas kepalanya pada waktu musim pemijahan
2. Seksual sekunder permanen; tanda ini tetap sebelum dan sesudah musim pemijahan. Misalnya tanda bulatan hitam pada ekor ikan Amia calva jantan, warna yang lebih menyala pada ikan Lebistes dan ikan-ikan karang
3. Biasanya tanda seksual sekunder terdapat pada ikan jantan.
4. Apabila ikan jantan dikastrasi (testesnya dihilangkan), bagian yang menjadi tanda seksual sekunder menghilang.
5. Tanda bulatan hitam pada ikan Amia betina akan muncul pada bagian ekornya seperti ikan Amia jantan, apabila ovariumnya dikastrasi.
6. Hormon yang dikeluarkan testes dan ovarium mempunyai peranan pada tanda seksual sekunder

Read More......

PREPARASI KROMOSOM TEKNIK JARINGAN PADAT

PREPARASI KROMOSOM TEKNIK JARINGAN PADAT

Preparsi Kromosom
 Tujuan
Untuk mengetahui bentuk, ukuran dan jumlah kromosom dari suatu mahluk hidup.
 Prinsip
Kromosom akan berada dalam bentuk sempurna ketika pembelahan sel terjadi pada tahap metafase.

TAHAP – TAHAP PEMBUATAN KROMOSOM TEKNIK JARINGAN PADAT
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Pembuatan reagen
3. Perendaman dengan kolkisin dan pengawetan jaringan
4. Pembuatan preparat
5. Perwarnaan preparat

PESIAPAN ALAT DAN BAHAN
Alat
1. Timbangan
2. Mikroskop binokuler
3. Hot plate
4. Kertas tissue
5. Gelas obyek
6. Alat bedah (pinset dan pisau bedah)
7. Pipet tetes
8. Gelas obyek cekung

Bahan
1. Kolkisin (C22H25NO6)
2. Metanol atau etanol (C2H5OH)
3. Kalium klorida (KCl)
4. Asam asetat glacial (CH3COOH)
5. Giemsa
6. Akuades

PEMBUATAN REAGEN
1. Larutan kolkisin 0,07% w/v
2. Larutan hipotonik 0,075 M (1 liter)
3. Larutan carnoy (perbandingan 1:3)
4. Larutan alkohol 70%
5. Larutan giemsa 20%
6. Asam asetat 50%

PERENDAMAN DENGAN KOLKISIN DAN PENGAWETAN JARINGAN
1. Ikan direndam dalam larutan kolkisin 0,07% w/v selama 6 – 9 jam.
2. Sirip ekor dan insang ikan dipotong kecil – kecil, lalu direndam dalam larutan hipotonik.
3. Jaringan difiksasi dengan larutan carnoy selama 60 menit.
4. kemudian dilanjutkan dengan pembuatan preparat.

Pembuatan perparat
1. Jaringan yang telah difiksasi diambil dengan menggunakan pinset.
2. Kemudian jaringan tersebut diletakan diatas gelas obyek cekung dan ditambahkan 3-4 tetes asam asetat 50%.
3. Gelas objek yang akan digunakan terlebih dahulu direndam dalam alkohol 70%.
4. Suspensi sel yang terbentuk diambil dengan mengunakan pipet tetes dan ditetesan diatas gelas obyek.

PERWARNAAN PREPARAT
1. Preparat yang telah berisi lingkaran (ring) diwarnai dengan lautan giemsa 20% sebanyak 3 – 5 tetes lalu disebarkan.
2. Preparat dibilas dengan menggunakan akuades lalu dibiarkan kering udara.
3. Preparat diamati di bawah mikroskop



Kesimpulan :
1. Pada saat proses pembelahan sel metafase kromosom berada ditengah sel.
2. Larutan yang diunakan untuk menghentikan perkembangan sel pada pembelahan metafase adalah kolkisin.
3. Dalam perendaman dengan larutan hipotonik setiap 30 menit harus diganti karena larutan ini akan mengalami titik jenuh.
4. Dalam pengamatan tidak semua ikan dan bagian yang diambil berhasil ditemukan kromosomnya

Prosedur Ekstraksi DNA
1. Penghancuran Sel (cell lysis)
2. Eliminasi RNA
3. Pengendapan Protein
4. Pengendapan DNA

Read More......

Bagaimana Cara Menganalisa DNA………?

Bagaimana Cara Menganalisa DNA………?

 Analisa DNA banyak digunakan untuk karakterisasi sifat genetik pada level molekuler yang secara langsung mencerminkan sifat genotipe (materi genetik) yang dimiliki oleh organisme tertentu.
 Apliksi analisis DNA antara lain penentuan marker (penanda).
 Ekstraksi DNA dilakukan untuk memisahkan genom DNA dari molekul – molekul lain didalam suatu jaringan yang dilarutkan.
 Secara alami DNA adalah suatu molekul primer yang keberadaannya selalu terkait dengan RNA dan protein.

Alat dan BAhan
 Alat
1. Tabung evendorf 1,5 ml
2. Pipet volumetrik
3. Inkubator
4. Vortex
5. Sentrifuse
6. Gene quart
7. Kuvet
8. Autoclave
9. PCR
10. Microwave
11. Cetakan sumur
12. Alat elektroforensis
 Bak elektroforensis
 Sumur
13. Utraviolet transluminator
14. Tip

 Bahan
1. Cell lysis solution
2. Proteinase
3. RNase
4. Protein precipitation solution
5. Isopropanol 100%
6. Tissue
7. Etanol 70% dingin
8. Asam nukleat
9. Aquabides steril (SDW)
10. Sirip ikan (zebra)
11. Serbuk agarose
12. Ethidium bromidae
13. Bufer

Prosedur Kerjanya
1. Prosedur Ektraksi DNA
2. Prosedur Penggukuran Kosentrasi DNA dan RNA
3. Prosedur PCR (Polymerase Chain Reaction)
4. Prosedur Elektroforensis

Read More......

Membuat Ekstrak Larutan Hormon Hipofisa

Membuat Ekstrak Larutan Hormon Hipofisa

• Hormon hipofisa sebenarnya berasal dari kelenjar hipofisa dari hewan donor bertulang belakang
• Dalam kegiatan perikanan ikan donor yang sering digunakan adalah ikan mas (Cyprinus carpio)
• Tujuan pemberian hormon hipofisa adalah untuk merangsang pematangan gonad ikan sehingga ikan akan melakukan pemijahan.

Dosis hormon hipofisa

• Pengertian dosis hormon
• Perbandingan ikan resipien dan ikan donor
• Dosis hormon pada ikan resipien yakni 3 dosis
• Efektifitas hormon antara jantan dan betina sama namun sebaiknya dipilih ikan donor yang cukup dewasa

Teknik Penimbangan

• Timbang tempayam/baskom/ kantong plastik
• Masukkan ikan donor ke dalam tempayam/baskom/ kantong plastik dan lakukan penimbangan
• Berat ikan donor diperoleh dengan mengurangi total berat ikan pada timbangan dikurangi dengan berat tempayam/baskom/kantong plastic
Pengambilan kelenjar hipofisaIkan donor diletakkan diatas talenan yang tidak licin dan dipotong secara vertikal dengan titik pemotongan dibagian belakang tutup insangnya hingga kepala ikan putus atau terpisah dari badannyaKepala ikan yang terpotong dihadapkan keatas dan disayat dari pangkal hidung ke bawah bagian potongan pertama hingga tulang tengkorak ikan terbuka dan otak kelihatan jelas.
• Kelenjar hipofisa terletak dibagian bawah otak kecil kepala ikan dan ukurannya sebesar butir kacang hijau bahkan lebih kecil
• Peralatan pengambilan dan pembuatan hormon
hipofisa disiapkan terlebih dahulu
• Kemudian kelenjar otak disingkap/diangkat dan akan tampak kelenjar hipofisa dibawah kelenjar otak
• Dengan menggunakan pinset, kelenjar hipofisa diambil dan diletakkan di dalam cawan
• Selanjutnya dibersihkan dengan aquadest hingga kotoran dan darah yang melekat hilang
Prosedur pembuatan larutan hipofisa
• Kelenjar hipofisa dimasukkan ke dalam tabung pengerus.
• Kelenjar hipofisa digerus menggunakan alu kaca hingga hancur
• Ditambahkan aquadest/larutan fisiologi sebanyak 1 cc
• Larutan hipofisa diambil dari gelas pengerus menggunakan alat suntik/spuit


• Dimasukkan ke dalam tabung reaksi/tabung sentrifuse
• Larutan hipofisa disentrifuse (Didiamkan ± 1 menit sampai terbentuk dua larutan)
• Larutan yang jernih diambil dengan jarum suntik
• Hormon hipofisa disuntikkan ke induk ikan

Read More......

EKOSISTEM TERUMBU KARANG

EKOSISTEM TERUMBU KARANG
Penjelasan umum mengenai ekosistem terumbu karang
Istilah terumbu karang tersusun atas dua kata, yaitu terumbu dan karang, yang apabila berdiri sendiri akan memiliki makna yang jauh berbeda bila kedua kata tersebut digabungkan. Istilah terumbu karang sendiri sangat jauh berbeda dengan karang terumbu, karena yang satu mengindikasikan suatu ekosistem dan kata lainnya merujuk pada suatu komunitas bentik atau yang hidup di dasar substrat. Berikut ini adalah definisi singkat dari terumbu, karang, karang terumbu, dan terumbu karang (gambar 1).
Terumbu Reef =
Endapan masif batu kapur (limestone), terutama kalsium karbonat (CaCO3), yang utamanya dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain yang mensekresi kapur, seperti alga berkapur dan moluska.
Konstruksi batu kapur biogenis yang menjadi struktur dasar suatu ekosistem pesisir. Dalam dunia navigasi laut, terumbu adalah punggungan laut yang terbentuk oleh batu karang atau pasir di dekat permukaan air.
Karang Coral =
Disebut juga karang batu (stony coral), yaitu hewan dari Ordo Scleractinia, yang mampu mensekresi CaCO3. Hewan karang tunggal umumnya disebut polip.
Karang terumbu =
Pembangun utama struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang hermatipik (hermatypic coral).
Berbeda dengan batu karang (rock), yang merupakan benda mati.
Terumbu karang =
Ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur (CaCO3) khususnya jenis¬jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenis¬jenis moluska, krustasea, ekhinodermata, polikhaeta, porifera, dan tunikata serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenis plankton dan jenis-jenis nekton

Gambar 1. Ekosistem terumbu karang (atas), karang terumbu dan matriks terumbu (tengah), serta insert hewan karang (bawah)

Tipe-tipe terumbu karang
Berdasarkan bentuk dan hubungan perbatasan tumbuhnya terumbu karang dengan daratan (land masses) terdapat tiga klasifikasi tipe terumbu karang yang sampai sekarang masih secara luas dipergunakan. Ketiga tipe tersebut adalah (gambar 2):
1. Terumbu karang tepi (fringing reefs)
Terumbu karang tepi atau karang penerus berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal. Contoh: Bunaken (Sulawesi), P. Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).
2. Terumbu karang penghalang (barrier reefs)
Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar 0.5¬2 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus. Contoh: Great Barrier Reef (Australia), Spermonde (Sulawesi Selatan), Banggai Kepulauan (Sulawesi Tengah).
3. Terumbu karang cincin (atolls)
Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau¬pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan. Menurut Darwin, terumbu karang cincin merupakan proses lanjutan dari terumbu karang penghalang, dengan kedalaman rata-rata 45 meter. Contoh: Taka Bone Rate (Sulawesi), Maratua (Kalimantan Selatan), Pulau Dana (NTT), Mapia (Papua)

Gambar 2. Tipe-tipe terumbu karang, yaitu terumbu karang tepi (kiri), terumbu karang penghalang (tengah), dan terumbu karang cincin (kanan).
Namun demikian, tidak semua terumbu karang yang ada di Indonesia bisa digolongkan ke dalam salah satu dari ketiga tipe di atas. Dengan demikian, ada satu tipe terumbu karang lagi yaitu:
4. Terumbu karang datar/Gosong terumbu (patch reefs)
Gosong terumbu (patch reefs), terkadang disebut juga sebagai pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal. Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu (Aceh)
Distribusi terumbu karang
Ekosistem terumbu karang dunia diperkirakan meliputi luas 600.000 km2, dengan batas sebaran di sekitar perairan dangkal laut tropis, antara 30 °LU dan 30 °LS. Terumbu karang dapat ditemukan di 109 negara di seluruh dunia, namun diduga sebagian besar dari ekosistem ini telah mengalami kerusakan
atau dirusak oleh kegiatan manusia setidaknya terjadi di 93 negara. Gambar 1 memperlihatkan peta lokasi sebaran ekosistem terumbu karang di seluruh dunia.

Gambar 3. Distribusi terumbu karang dunia
Berdasarkan distribusi geografinya maka 60% dari terumbu dunia ditemukan di Samudera Hindia dan Laut Merah, 25% berada di Samudera Pasifik dan sisanya 15% terdapat di Karibia. Pembagian wilayah terumbu karang dunia yang lain dan lebih umum digunakan adalah:
a. ndo-Pasifik,
Region Indo-Pasifik terbentang mulai dari Asia Tenggara sampai ke Polinesia dan Australia, ke bagian barat sampai ke Samudera sampai Afrika Timur. Region ini merupakan bentangan terumbu karang yang terbesar dan terkaya dalam hal jumlah spesies karang, ikan, dan moluska.
b. Atlantik bagian barat,
Region Atlantik Barat terbentang dari Florida sampai Brazil, termasuk daerah Bermuda, Bahamas, Karibia, Belize dan Teluk Meksiko.
c. Laut Merah,
Region Laut Merah, terletak di antara Afrika dengan Saudi Arabia.
Terumbu karang adalah ekosistem khas daerah tropis dengan pusat penyebaran di wilayah Indo-Pasifik. Terbatasnya penyebaran terumbu karang di perairan tropis dan secara melintang terbentang dari wilayah selatan Jepang sampai utara Australia dikontrol oleh faktor suhu dan sirkulasi permukaan (surface circulation). Penyebaran terumbu karang secara membujur sangat dipengaruhi oleh konektivitas antar daratan yang menjadi stepping stones melintasi samudera. Kombinasi antara faktor lingkungan fisik (suhu dan sirkulasi permukaan) dengan banyaknya jumlah stepping stones yang terdapat di wilayah Indo-Pasifik diperkirakan menjadi faktor yang sangat mendukung luasnya pemencaran terumbu karang dan tingginya keanekaragaman hayati biota terumbu karang di wilayah tersebut (gambar 4).

Gambar 4. Kekayaan jenis karang, ikan, dan moluska di tiap wilayah utama terumbu karang dunia.
Zonasi terumbu karang
Zonasi terumbu karang berdasarkan hubungannya dengan paparan angin terbagi menjadi dua (gambar 5), yaitu:
• Windward reef (terumbu yang menghadap angin)
• Leeward reef (terumbu yang membelakangi angin)

Gambar 5. Zonasi umum terumbu karang terhadap paparan angin
Windward reef
Windward merupakan sisi yang menghadap arah datangnya angin. Zona ini diawali oleh reef slope atau lereng terumbu yang menghadap ke arah laut lepas. Di reef slope, kehidupan karang melimpah pada kedalaman sekitar 50 meter dan umumnya didominasi oleh karang lunak. Namun, pada kedalaman sekitar 15 meter sering terdapat teras terumbu atau reef front yang memiliki kelimpahan karang keras yang cukup tinggi dan karang tumbuh dengan subur.
Mengarah ke dataran pulau atau gosong terumbu (patch reef), di bagian atas reef front terdapat penutupan alga koralin yang cukup luas di punggungan bukit terumbu tempat pengaruh gelombang yang kuat. Daerah ini disebut sebagai pematang alga atau algal ridge. Akhirnya zona windward diakhiri oleh rataan terumbu (reef flat) yang sangat dangkal
Leeward reef
Leeward merupakan sisi yang membelakangi arah datangnya angin. Zona ini umumnya memiliki hamparan terumbu karang yang lebih sempit daripada windward reef dan memiliki bentangan goba (lagoon) yang cukup lebar. Kedalaman goba biasanya kurang dari 50 meter, namun kondisinya kurang ideal untuk pertumbuhan karang karena kombinasi faktor gelombang dan sirkulasi air yang lemah serta sedimentasi yang lebih besar.

EKOLOGI KARANG TERUMBU

Faktor-faktor lingkungan yang berperan dalam perkembangan ekosistem terumbu karang
Ekosistem terumbu karang dapat berkembang dengan baik apabila kondisi lingkungan perairan mendukung pertumbuhan karang (gambar 1).

Gambar 1. Kombinasi faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan karang dan perkembangan terumbu.

SUHU
Secara global, sebarang terumbu karang dunia dibatasi oleh permukaan laut yang isoterm pada suhu 20 °C, dan tidak ada terumbu karang yang berkembang di bawah suhu 18 °C. Terumbu karang tumbuh dan berkembang optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23-25 °C, dan dapat menoleransi suhu sampai dengan 36-40 °C.

SALINITAS
Terumbu karang hanya dapat hidup di perairan laut dengan salinitas normal 32¬35 ‰. Umumnya terumbu karang tidak berkembang di perairan laut yang mendapat limpasan air tawar teratur dari sungai besar, karena hal itu berarti penurunan salinitas. Contohnya di delta sungai Brantas (Jawa Timur). Di sisi
lain, terumbu karang dapat berkembang di wilayah bersalinitas tinggi seperti Teluk Persia yang salinitasnya 42 %.

CAHAYA DAN KEDALAMAN
Kedua faktor tersebut berperan penting untuk kelangsungan proses fotosintesis oleh zooxantellae yang terdapat di jaringan karang. Terumbu yang dibangun karang hermatipik dapat hidup di perairan dengan kedalaman maksimal 50-70 meter, dan umumnya berkembang di kedalaman 25 meter atau kurang. Titik kompensasi untuk karang hermatipik berkembang menjadi terumbu adalah pada kedalaman dengan intensitas cahaya 15-20% dari intensitas di permukaan.

KECERAHAN
Faktor ini berhubungan dengan penetrasi cahaya. Kecerahan perairan tinggi berarti penetrasi cahaya yang tinggi dan ideal untuk memicu produktivitas perairan yang tinggi pula.

PAPARAN UDARA (aerial exposure)
Paparan udara terbuka merupakan faktor pembatas karena dapat mematikan jaringan hidup dan alga yang bersimbiosis di dalamnya.

GELOMBANG
Gelombang merupakan faktor pembatas karena gelombang yang terlalu besar dapat merusak struktur terumbu karang, contohnya gelombang tsunami. Namun demikian, umumnya terumbu karang lebih berkembang di daerah yang memiliki gelombang besar. Aksi gelombang juga dapat memberikan pasokan air segar, oksigen, plankton, dan membantu menghalangi terjadinya pengendapan pada koloni atau polip karang.

ARUS
Faktor arus dapat berdampak baik atau buruk. Bersifat positif apabila membawa nutrien dan bahan-bahan organik yang diperlukan oleh karang dan zooxanthellae, sedangkan bersifat negatif apabila menyebabkan sedimentasi di perairan terumbu karang dan menutupi permukaan karang sehingga berakibat pada kematian karang.
Pertumbuhan karang dan perkembangan terumbu
Berdasarkan fungsinya dalam pembentukan terumbu (hermatype-ahermatype) dan ada/tidaknya alga simbion (symbiotic-asymbiotic), maka karang terbagi menjadi empat kelompok berikut: (Gambar 2)

1. Hermatypes-symbionts. Kelompok ini terdiri dari anggota karang pembangun terumbu yaitu sebagian besar anggota Scleractinia (karang batu), Octocorallia (karang lunak) dan Hydrocorallia.
2. Hermatypes-asymbionts.• Kelompok ini merupakan karang dengan pertumbuhan lambat yang dapat membentuk kerangka kapur masif tanpa bantuan zooxanthellae, sehingga mereka mampu untuk hidup di dalam perairan yang tidak ada cahaya.• Di antara anggotanya adalah Scleractinia asimbiotik dengan genus Tubastrea dan Dendrophyllia, dan hydro-corals jenis Stylaster rosacea.
3. Ahermatypes-symbionts. Anggota kelompok ini antara lain dari genus Heteropsammia dan Diaseris (Scleractinia: Fungiidae) dan Leptoseris (Agaricidae) yang hidup dalam bentuk polip tunggal kecil atau koloni kecil sehingga tidak termasuk dalam pembangun terumbu. Kelompok ini juga terdiri dari Ordo Alcyonacea dan Gorgonacea yang mempunyai alga simbion namun bukan pembangun kerangka kapur masif (matriks terumbu).
4. Ahermatypes-asymbionts. Anggota kelompok ini antara lain terdiri dari genus Dendrophyllia dan Tubastrea (Ordo Scleractinia) yang mempunyai polip yang kecil.• Termasuk juga dalam kelompok ini adalah kerabat karang batu dari Ordo Antipatharia dan Corallimorpha (Subkelas Hexacorallia) dan Subkelas Octocorallia asimbiotik.

Gambar 2. Karang dalam sistem Filum Coelenterata; karang hermatypic pembangun terumbu berada dalam garis terputus-putus

Karang hermatipik, yang umumnya didominasi oleh Ordo Scleractinia, memiliki alga simbion atau zooxanthellae yang hidup di lapisan gastrodermis.• Di lapisan ini, zooxanthellae sangat berperan membantu pemenuhan kebutuhan nutrisi dan oksigen bagi hewan karang melalui proses fotosintesis (gambar 3).• Zooxanthellae merupakan istilah umum bagi alga simbion dari kelompok dinoflagellata yang hidup di dalam jaringan hewan lain, termasuk karang, anemon, moluska, dan taksa hewan yang lain.•
Hubungan yang erat (simbiosis) antara hewan karang dan zooxanthellae dapat dikategorikan sebagai simbiosis mutualisme, karena hewan karang menyediakan tempat berlindung bagi zooxanthellae dan memasok secara rutin kebutuhan bahan-bahan anorganik yang diperlukan untuk fotosintesis, sedangkan hewan karang diuntungkan dengan tersedianya oksigen dan bahan-bahan organik dari zooxanthellae.

Gambar 3. Peran alga simbion (zooxanthellae) dalam menyokong pertumbuhan karang.
Koloni karang baru akan berkembang, jika polip karang melakukan perkembangbiakan secara aseksual, budding dan fragmentation (gambar 4). Melalui proses budding, koloni karang berkembang melalui dua cara yaitu intratentacular budding dan extratentacular budding. Intratentacular budding terjadi apabila pertambahan polip berasal dari satu polip yang terbelah menjadi dua, sedangkan extratentacular budding terjadi jika tumbuh satu mulut polip bertentakel pada ruang kosong antara polip satu dan polip lain. Selain itu, koloni baru dapat berkembang dari patahan karang yang terpisah dari koloni induk akibat gelombang atau aksi fisik lain, bila patahan tersebut melekatkan diri pada substrat keras dan tumbuh melalui mekanisme budding.

Gambar 4. Mekanisme pembentukan koloni karang melalui proses budding
Perkembangan terumbu karang secara umum dikendalikan oleh sejumlah faktor utama yang bekerja dalam skala ruang yang bersifat makro (global), meso (regional), dan mikro (pulau). Ketiga faktor kendali utama tersebut terdiri atas faktor-faktor lingkungan yang dijabarkan sebagai berikut:

1. Kendali skala makro
1. Gaya tektonik
2. Paras muka laut
2. Kendali skala meso
1. Suhu
2. Salinitas
3. Energi gelombang
3. Kendali skala mikro
1. Cahaya
2. Nutrien
3. Sedimen
4. Topografi masa lampau
Interaksi yang terjadi di dalam ekosistem terumbu karang
Terumbu karang bukan merupakan sistem yang statis dan sederhana, melainkan suatu ekosistem yang dinamis dan kompleks. Tingginya produktivitas primer di ekosistem terumbu karang, bisa mencapai 5000 g C/m2/tahun, memicu produktivitas sekunder yang tinggi, yang berarti komunitas makhluk hidup yang ada di dalamnya sangat beraneka ragam dan tersedia dalam jumlah yang melimpah. Berbagai jenis makhluk hidup yang ada di ekosistem terumbu karang saling berinteraksi satu sama lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, membentuk suatu sistem kehidupan. Sistem kehidupan di terumbu karang dapat bertambah atau berkurang dimensinya akibat interaksi kompleks antara berbagai kekuatan biologis dan fisik.

Secara umum interaksi yang terjadi di ekosistem terumbu karang terbagi atas interaksi yang sifatnya sederhana, hanya melibatkan dua jenis biota (dari spesies yang sama atau berbeda), dan interaksi yang bersifat kompleks karena melibatkan biota dari berbagai spesies dan tingkatan trofik. Berikut ini disajikan berbagai macam interaksi yang bersifat sederhana, yang dapat berupa persaingan (kompetisi), pemangsaan oleh predator, grazing, komensalisme dan mutualisme, beserta contohnya di ekosistem terumbu karang.
INTERAKSI SEDERHANA
PERSAINGAN
Persaingan memperoleh ruang
- Karang batu vs Karang lunak
- Koloni karang batu vs Koloni bulu babi
Persaingan memperoleh makanan
PEMANGSAAN
Pemangsaan karang oleh predatornya (Acanthaster planci, Chaetodontidae, Tetraodontidae).
GRAZING
Pengendalian/pengaturan invasi ruang alga melalui konsumsi ikan herbivor (Acanthuridae, Scaridae).
KOMENSALISME
Hubungan yang erat antara ikan pembersih dengan inangnya.
MUTUALISME
Hubungan yang erat antara karang batu dengan zooxanthellae, anemon dengan ikan giru (Amphiprion atau Premnas), ikan Pomacentridae dengan koloni karang batu, dan lain-lain.

INTERAKSI KOMPLEKS
Mekanisme lain untuk mengkaji interaksi antar biota yang hidup di ekosistem terumbu karang adalah melalui jejaring makanan (gambar 5). Dibandingkan interaksi antar biota yang ada dalam persaingan, predasi, simbiosis mutualisme, dan simbiosis komensalisme, maka interaksi yang terjadi dalam sistem jejaring makanan di ekosistem terumbu karang merupakan interaksi yang kompleks.

Gambar 5. Jejaring makanan di ekosistem terumbu karang.
Secara garis besar tingkat trofik dalam jejaring makanan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok produsen yang bersifat autotrof karena dapat memanfaatkan energi matahari untuk mengubah bahan-bahan anorganik menjadi karbohidrat dan oksigen yang diperlukan seluruh makhluk hidup, dan kelompok konsumen yang tidak dapat mengasimilasi bahan makanan dan oksigen secara mandiri (heterotrof).
PRODUSENKarang batu (zooxanthellae), alga makro, alga koralin, bakteri fotosintetik
KONSUMENKarang batu (polip), Ikan, Ekhinodermata, Annelida, Polikhaeta, Krustasea, Holothuroidea, Moluska, dll.
Karang batu dapat berperan ganda, sebagai produsen dan konsumen. Hal ini dimungkinkan oleh adanya endosimbiosis dengan zooxanthellae, yang di hari terang melakukan proses fotosintesis, sedangkan di hari gelap karang batu memiliki tentakel-tentakel bersengat (nematocyst) yang dapat dijulurkan untuk memangsa zooplankton dan hewan-hewan renik lainnya.

FUNGSI DAN MANFAAT TERUMBU KARANG DAN PERANNYA TERHADAP SISTEM PERIKANAN

Fungsi terumbu karang
Terumbu karang merupakan ekosistem laut dangkal tropis yang paling kompleks dan produktif. Terumbu karang juga merupakan ekosistem yang rentan terhadap perubahan lingkungan, namun tekanan yang dialaminya semakin meningkat seiring dengan penambahan jumlah penduduk dan aktivitas masyarakat di wilayah pesisir. Tingginya tekanan ini diakibatkan oleh banyaknya manfaat dan fungsi yang disediakan oleh terumbu karang dengan daya dukung yang terbatas, sedangkan kebutuhan manusia terus bertambah sepanjang waktu.
Secara alami, terumbu karang merupakan habitat bagi banyak spesies laut untuk melakukan pemijahan, peneluran, pembesaran anak, makan dan mencari makan (feeding & foraging), terutama bagi sejumlah spesies yang memiliki nilai ekonomis penting. Banyaknya spesies makhluk hidup laut yang dapat ditemukan di terumbu karang menjadikan ekosistem ini sebagai gudang keanekaragaman hayati laut. Saat ini, peran terumbu karang sebagai gudang keanekaragaman hayati menjadikannya sebagai sumber penting bagi berbagai bahan bioaktif yang diperlukan di bidang medis dan farmasi.
Struktur masif dan kokoh dari terumbu berfungsi sebagai pelindung sempadan pantai, dan ekosistem pesisir lain (padang lamun dan hutan mangrove) dari terjangan arus kuat dan gelombang besar. Struktur terumbu yang mulai terbentuk sejak ratusan juta tahun yang lalu juga merupakan rekaman alami dari variasi iklim dan lingkungan di masa silam, sehingga penting bagi penelitian paleoekologi. Ekosistem ini juga berperan penting dalam siklus biogeokimia secara global, karena kemampuannya menahan nutrien-nutrien dalam sistem terumbu dan perannya sebagai kolam untuk menampung segala bahan yang berasal dari luar sistem terumbu.
Secara umum, keseluruhan fungsi yang disediakan oleh terumbu karang dapat digolongkan menjadi fungsi fisik, fungsi kimia, dan fungsi biologi dan ekologi.

Manfaat terumbu karang
Dalam konteks ekonomi, terumbu karang menyediakan sejumlah manfaat yang dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu manfaat berkelanjutan dan manfaat yang tidak berkelanjutan.
MANFAAT BERKELANJUTAN
- Perikanan lepas pantai
Berbagai sumberdaya ikan pelagis (mis. Scombridae, Exocoetidae, Carangidae, Charcharinidae) bergantung pada ekosistem terumbu karang, baik sebagai lokasi memijah, membesarkan anak, dan makan.
- Perikanan terumbu
Empat kelompok sumberdaya ikan terumbu yang penting bagi nelayan:

1. Ikan, mis. Muraenidae, Serranidae, Holocentridae, Lutjanidae, dll
2. Avertebrata, mis. Gastropoda, Bivalva, Krustasea, Cephalopoda, Ekhinodermata, Coelenterata
3. Reptil, mis. ular laut dan penyu
4. Makrofita, mis. alga dan lamun

Gambar 1. Manfaat terumbu karang sebagai daerah tangkap ikan (fishing ground) nelayan tradisional
1. Perlindungan pantai dan pulau kecil
2. Wisata bahari
3. Marikultur
4. Bioteknologi -Perdagangan biota ornamental
5. Wilayah perlindungan -Penambangan pasir karang
6. Kerajinan suvenir -Penelitian dan pendidikan
Berbagai manfaat yang dapat diperoleh manusia dari ekosistem terumbu karang, perlu diatur pengelolaannya karena terumbu karang merupakan ekosistem yang rentan akan perubahan lingkungan dan memiliki daya dukung terbatas. Dengan demikian, beberapa manfaat berkelanjutan yang awalnya mampu disediakan pada akhirnya tidak berkelanjutan karena laju pemanfaatannya yang berlebihan atau metode yang digunakan bersifat merusak (destruktif) seperti penangkapan ikan menggunakan racun sianida atau bom. Aktivitas seperti pengumpulan biota ornamental (kerang Conus, bintang laut Linckia) yang pada awalnya hanya bertujuan sebagai hobi atau koleksi, apabila sudah bersifat ekstraktif dan bertujuan untuk memenuhi permintaan pasar (perdagangan) akan berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem alami terumbu karang.
Dampak terbesar dan paling merusak yang mungkin terjadi atas ekosistem terumbu karang adalah pembangunan pesisir yang pesat akibat pertumbuhan penduduk yang tinggi dan meningkatnya berbagai kebutuhan manusia (pemukiman, perikanan, industri, pelabuhan, dan lain-lain). Hal ini akan memicu peningkatan tekanan ekologis terhadap ekosistem dan sumberdaya hayati yang terkandung di dalamnya.
MANFAAT YANG TIDAK BERKELANJUTAN
1. Aktivitas ekstratif
2. Perikanan dengan metode destruktif
3. Pengumpulan organisme terumbu
4. Perdagangan biota ornamental
5. Pembangunan pesisir

Gambar 2. Manfaat terumbu karang dapat berkurang atau bahkan musnah
apabila di wilayah pesisir terdapat aktivitas pembangunan yang tidak
ramah lingkungan

Peranan terumbu karang terhadap sistem perikanan
Terumbu karang merupakan ekosistem laut yang paling produktif dan tinggi keanekaragamanhayatinya. Produktivitas primer yang tinggi dan kompleksnya habitat yang terdapat di ekosistem terumbu karang memungkinkan daerah ini berperan sebagai tempat pemijahan, tempat pengasuhan dan tempat mencari makan berbagai spesies ikan dan biota laut lainnya. Dengan demikian, secara otomatis produksi sekunder (ikan dan biota laut lain) di daerah terumbu karang juga sangat tinggi.
Komunitas ikan di ekosistem terumbu karang terdapat dalam jumlah yang besar dan terlihat mengisi seluruh daerah di terumbu, sehingga dapat dikatakan bahwa ikan merupakan penyokong berbagai macam hubungan yang ada dalam ekosistem terumbu. Tingginya keanekaragaman jenis dan kelimpahan komunitas ikan di ekosistem terumbu disebabkan oleh tingginya variasi habitat terumbu atau beragamnya relung (niche) dari spesies-spesies ikan tersebut. Habitat di terumbu tidak hanya tersusun oleh komunitas karang saja, melainkan juga terdiri atas daerah berpasir, ceruk dan celah, daerah alga, serta zona-zona yang berbeda yang melintasi hamparan terumbu.
Selain keanekaan relung hidup yang tinggi, ada faktor lain yang perlu dipertimbangkan yaitu tingkat spesialisasi yang tinggi dari tiap spesies. Banyak spesies ikan yang memiliki kebutuhan yang sama sehingga terdapat persaingan aktif, baik antara spesies yang berbeda maupun antara spesies yang sama. Persaingan ini kemudian menuju pada pembentukan relung ekologi yang lebih sempit lagi. Dengan demikian, di ekosistem terumbu karang seringkali terlihat bahwa pergerakan banyak spesies ikan sangat terlokalisasi, terbatas pada daerah-daerah tertentu, dan terdapat perbedaan yang nyata antara ikan-ikan yang aktif di malam dan siang hari.

Gambar 3. Skema hubungan antara berbagai jenis ikan dalam ekosistem terumbu karang, yang menyokong sistem perikanan.
Sejumlah spesies ikan pelagis tergolong piscivor (pemangsa ikan-ikan lain), seperti hiu, kerapu, kuwe, dan kakap. Umumnya ikan-ikan piscivor berukuran besar, baik yang hidupnya di lingkungan pelagis maupun terkait erat dengan terumbu (kerapu), memiliki nilai ekonomis penting dan menjadi target utama dalam kegiatan perikanan tangkap. Komunitas ikan piscivor sangat bergantung pada keberadan terumbu karang, baik untuk memijah atau bertelur, membesarkan larva dan juvenilnya, serta mencari makan. Gambar 3 menjelaskan tentang peran terumbu karang dalam menyokong kehidupan ikan piscivor melalui mekanisme jejaring makanan. Dapat terlihat bahwa komunitas ikan piscivor tergolong sebagai top predator di ekosistem terumbu karang. Selain ikan piscivor, jenis ikan lain yang juga menjadi target tangkapan nelayan adalah ikan planktivor (pemakan plankton), terutama dari famili Caesionidae (ikan ekor kuning).

Read More......

BUDIDAYA IKAN PATIN

BUDIDAYA IKAN PATIN

Budidaya ikan patin meliputi beberapa kegiatan, secara garis besar dibagimenjadi 2 kegiatan yaitu pembenihan dan pembesaran. Kedua jenis kegiatan ini umumnya belum populer dilakukan oleh masyarakat, karena umumnya masih mengandalkan kegiatan penangkapan di alam (sungai, situ, waduk, dan lain-lain) untuk memenuhi kebutuhan akan ikan patin.

Kegiatan pembenihan merupakan upaya untuk menghasilkan benih pada ukuran tertentu. Produk akhirnya berupa benih berukuran tertentu, yang umumnya adalah benih selepas masa pendederan. Benih ikan patin dapat diperoleh dari hasil tangkapan di perairan umum. Biasanya menjelang musim kemarau pada pagi hari dengan menggunakan alat tangkap jala atau jaring. Benih dapat juga dibeli dari Balai Pemeliharaan Air Tawar di Jawa Barat. Benih dikumpulkan dalam suatu wadah, dan dirawat dengan hati-hati selama 2 minggu. Jika air dalam penampungan sudah kotor, harus segera diganti dengan air bersih, dan usahakan terhindar dari sengatan matahari. Sebelum benih ditebar, dipelihara dulu dalam jaring selama 1 bulan, selanjutnya dipindahkan ke dalam hampang yang sudah disiapkan.

Secara garis besar usaha pembenihan ikan patin meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a) Pemilihan calon induk siap pijah.
b) Persiapan hormon perangsang/kelenjar hipofise dari ikan donor,yaitu ikan mas.
c) Kawin suntik (induce breeding).
d) Pengurutan (striping).
e) Penetasan telur.
f) Perawatan larva.
g) Pendederan.
h) Pemanenan.

Pada usaha budidaya yang semakin berkembang, tempat pembenihan dan pembesaran sering kali dipisahkan dengan jarak yang agak jauh. Pemindahan benih dari tempat pembenihan ke tempat pembesaran memerlukan penanganan khusus agar benih selamat. Keberhasilan transportasi benih ikan biasanya sangat erat kaitannya dengan kondisi fisik maupun kimia air, terutama menyangkut oksigen terlarut, NH3, CO2 , pH, dan suhu air.

Penyiapan Sarana dan Peralatan

Lokasi kolam dicari yang dekat dengan sumber air dan bebas banjir. Kolam dibangun di lahan yang landai dengan kemiringan 2–5% sehingga memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.

1) Kolam pemeliharaan induk

Luas kolam tergantung jumlah induk dan intensitas pengelolaannya. Sebagai contoh untuk 100 kg induk memerlukan kolam seluas 500 meter persegi bila hanya mengandalkan pakan alami dan dedak. Sedangkan bila diberi pakan pelet, maka untuk 100 kg induk memerlukan luas 150-200 meter persegi saja. Bentuk kolam sebaiknya persegi panjang dengan dinding bisa ditembok atau kolam tanah dengan dilapisi anyaman bambu bagian dalamnya. Pintu pemasukan air bisa dengan paralon dan dipasang sarinya, sedangkan untuk pengeluaran air sebaiknya berbentuk monik.

2) Kolam pemijahan

Tempat pemijahan dapat berupa kolam tanah atau bak tembok. Ukuran/luas kolam pemijahan tergantung jumlah induk yang dipijahkan dengan bentuk kolam empat persegi panjang. Sebagai patokan bahwa untuk 1 ekor induk dengan berat 3 kg memerlukan luas kolam sekitar 18 m2 dengan 18 buah ijuk/kakaban. Dasar kolam dibuat miring kearah pembuangan, untuk menjamin agar dasar kolam dapat dikeringkan. Pintu pemasukan bisa dengan pralon dan pengeluarannya bisa juga memakai pralon (kalau ukuran kolam kecil) atau pintu monik. Bentuk kolam penetasan pada dasarnya sama dengan kolam pemijahan dan seringkali juga untuk penetasan menggunakan kolam pemijahan. Pada kolam penetasan diusahakan agar air yang masuk dapat menyebar ke daerah yang ada telurnya.

3) Kolam pendederan

Bentuk kolam pendederan yang baik adalah segi empat. Untuk kegiatan pendederan ini biasanya ada beberapa kolam yaitu pendederan pertama dengan luas 25-500 m2 dan pendederan lanjutan 500-1000 m2 per petak. Pemasukan air bisa dengan pralon dan pengeluaran/ pembuangan dengan pintu berbentuk monik. Dasar kolam dibuatkan kemalir (saluran dasar) dan di dekat pintu pengeluaran dibuat kubangan. Fungsi kemalir adalah tempat berkumpulnya benih saat panen dan kubangan untuk memudahkan penangkapan benih. dasar kolam dibuat miring ke arah pembuangan. Petak tambahan air yang mempunyai kekeruhan tinggi (air sungai) maka perlu dibuat bak pengendapan dan bak penyaringan.

Pembibitan

1) Menyiapkan Bibit
Bibit yang hendak dipijahkan bisa berasal dari hasil pemeliharaan dikolam sejak kecil atau hasil tangkapan dialam ketika musim pemijahan tiba. Induk yang ideal adalah dari kawanan patin dewasa hasil pembesaran dikolam sehingga dapat dipilihkan induk yang benar-benar berkualitas baik.

2) Perlakuan dan Perawatan Bibit
Induk patin yang hendak dipijahkan sebaiknya dipelihara dulu secara khusus di dalam sangkar terapung. Selama pemeliharaan, induk ikan diberi makanan khusus yang banyak mengandung protein. Upaya untuk memperoleh induk matang telur yang pernah dilakukan oleh Sub Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Palembang adalah dengan memberikan makanan berbentuk gumpalan (pasta) dari bahan-bahan pembuat makanan ayam dengan komposisi tepung ikan 35%, dedak halus 30%, menir beras 25%, tepung kedelai 10%, serta vitamin dan mineral 0,5%. Makanan diberikan lima hari dalam seminggu sebanyak 5% setiap hari dengan pembagian pagi hari 2,5% dan sore hari 2,5%. Selain itu, diberikan juga rucah dua kali seminggu sebanyak 10% bobot ikan induk. Langkah ini dilakukan untuk mempercepat kematangan gonad.

Ciri-ciri induk patin yang sudah matang gonad dan siap dipijahkan adalah sebagai berikut :
a. Induk betina
• Umur tiga tahun.
• Ukuran 1,5–2 kg.
• Perut membesar ke arah anus.
• Perut terasa empuk dan halus bila di raba.
• Kloaka membengkak dan berwarna merah tua.
• Kulit pada bagian perut lembek dan tipis.
• kalau di sekitar kloaka ditekan akan keluar beberapa butir telur yang bentuknya bundar dan besarnya seragam.
b. Induk jantan
• Umur dua tahun.
• Ukuran 1,5–2 kg.
• Kulit perut lembek dan tipis.
• Bila diurut akankeluar cairan sperma berwarna putih.
• Kelamin membengkak dan berwarna merah tua.

Benih ikan patin yang berumur 1 hari dipindahkan ke dalam akuarium berukuran 80 cm x 45 cm x 45 cm. Setiap akuarium diisi dengan air sumur bor yang telah diaerasi. Kepadatan penebaran ikan adalah 500 ekor per akuarium. Aerator ditempatkan pada setiap akuarium agar keperluan oksigen untuk benih dapat tercukupi. Untuk menjaga kestabilan suhu ruangan dan suhu air digunakan heater atau dapat menggunakan kompor untuk menghemat dana.

Benih umur sehari belum perlu diberi makan tambahan dari luar karena masih mempunyai cadangan makanan berupa yolk sac atau kuning telur. Pada hari ketiga, benih ikan diberi makanan tambahan berupa emulsi kuning telur ayam yang direbus. Selanjutnya berangsur-angsur diganti dengan makanan hidup berupa Moina cyprinacea atau yang biasa dikenal dengan kutu air dan jentik nyamuk.

Pembesaran ikan patin dapat dilakukan di kolam, di jala apung, melalui sistem pen dan dalam karamba. a) Pembesaran ikan patin di kolam dapat dilakukan melalui sistem monokultur maupun polikultur. b) Pada pembesaran ikan patin di jala apung, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: lokasi pemeliharaan, bagaimana cara menggunakan jala apung, bagaimana kondisi perairan dan kualitas airnya serta proses pembesarannya. c) Pada pembesaran ikan patin sistem pen, perlu diperhatikan: pemilihan lokasi, kualitas air, bagaimana penerapan sistem tersebut, penebaran benih, dan pemberian pakan serta pengontrolan dan pemanenannya. d) Pada pembesaran ikan patin di karamba, perlu diperhatikan masalah: pemilihan lokasi, penebaran benih, pemberian pakan tambahan, pengontrolan dan pemanenan.

Hampang dapat terbuat dari jaring, karet, bambu atau ram kawat yang dilengkapi dengan tiang atau tunggak yang ditancapkan ke dasar perairan. Lokasi yang cocok untuk pemasangan hampang : kedalaman air ± 0,5-3 m dengan fluktuasi kedalaman tidak lebih dari 50 cm, arus tidak terlalu deras, tetapi cukup untuk sirkulasi air dalam hampang. Perairan tidak tercemar dan dasarnya sedikit berlumpur. Terhindar dari gelombang dan angin yang kencang serta terhindar dari hama, penyakit dan predator (pemangsa). Pada perairan yang dasarnya berbatu, harus digunakan pemberat untuk membantu mengencangkan jaring. Jarak antara tiang bambu/kayu sekitar 0,5-1 m.

Pemeliharaan Pembesaran

1) Pemupukan
Pemupukan kolam bertujuan untuk meningkatkan dan produktivitas kolam, yaitu dengan cara merangsang pertumbuhan makanan alami sebanyakbanyaknya. Pupuk yang biasa digunakan adalah pupuk kandang atau pupuk hijau dengan dosis 50–700 gram/m2.

2) Pemberian Pakan
Pemberian makan dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore). Jumlah makanan yang diberikan per hari sebanyak 3-5% dari jumlah berat badan ikan peliharaan. Jumlah makanan selalu berubah setiap bulan, sesuai dengan kenaikan berat badan ikan dalam hampang. Hal ini dapat diketahui dengan cara menimbangnya 5-10 ekor ikan contoh yang diambil dari ikan yang dipelihara (smpel).

3) Pemeliharaan Kolam dan Tambak
Selama pemeliharaan, ikan dapat diberi makanan tambahan berupa pellet setiap hari dan dapat pula diberikan ikan-ikan kecil/sisa (ikan rucah) ataupun sisa dapur yang diberikan 3-4 hari sekali untuk perangsang nafsu makannya.

HAMA DAN PENYAKIT

Hama
Pada pembesaran ikan patin di jaring terapung hama yang mungkin menyerang antara lain lingsang, kura-kura, biawak, ular air, dan burung. Hama serupa juga terdapat pada usaha pembesaran patin sistem hampang (pen) dan karamba. Karamba yang ditanam di dasar perairan relatif aman dari serangan hama. Pada pembesaran ikan patin di jala apung (sistem sangkar ada hama berupa ikan buntal (Tetraodon sp.) yang merusak jala dan memangsa ikan. Hama lain berupa ikan liar pemangsa adalah udang, dan seluang (Rasbora). Ikan-ikan kecil yang masuk kedalam wadah budidaya akan menjadi pesaing ikan patin dalam hal mencari makan dan memperoleh oksigen.

Untuk menghindari serangan hama pada pembesaran di jala apung (rakit) sebaiknya ditempatkan jauh dari pantai. Biasanya pinggiran waduk atau danau merupakan markas tempat bersarangnya hama, karena itu sebaiknya semak belukar yang tumbuh di pinggir dan disekitar lokasi dibersihkan secara rutin. Cara untuk menghindari dari serangan burung bangau (Lepto-tilus javanicus), pecuk (Phalacrocorax carbo sinensis), blekok (Ramphalcyon capensis capensis) adalah dengan menutupi bagian atas wadah budi daya dengan lembararan jaring dan memasang kantong jaring tambahan di luar kantong jaring budi daya. Mata jaring dari kantong jaring bagian luar ini dibuat lebih besar. Cara ini berfungsi ganda, selain burung tidak dapat masuk, ikan patin juga tidak akan berlompatan keluar.

Penyakit
Penyakit ikan patin ada yang disebabkan infeksi dan non-infeksi. Penyakit noninfeksi adalah penyakit yang timbul akibatadanya gangguan faktor yang bukan patogen. Penyakit non-infeksi ini tidak menular. Sedangkan penyakit akibat infeksi biasanya timbul karena gangguan organisme patogen.

1) Penyakit akibat infeksi
Organisme patogen yang menyebabkan infeksi biasanya berupa parasit, jamur, bakteri, dan virus. Produksi benih ikan patin secara masal masih menemui beberapa kendala antara lain karena sering mendapat serangan parasit Ichthyoptirus multifilis (white spot) sehingga banyak benih patin yang mati, terutama benih yang berumur 1-2 bulan. Dalam usaha pembesaran patin belum ada laporan yang mengungkapkan secara lengkap serangan penyakit pada ikan patin, untuk pencegahan, beberapa penyakit akibat infeksi berikut ini sebaiknya diperhatikan.

a. Penyakit parasit
Penyakit white spot (bintik putih) disebabkan oleh parasit dari bangsa protozoa dari jenis Ichthyoptirus multifilis Foquet. Pengendalian: menggunakan metil biru atau methilene blue konsentrasi 1% (satu gram metil biru dalam 100 cc air). Ikan yang sakit dimasukkan ke dalam bak air yang bersih, kemudian kedalamnya masukkan larutan tadi. Ikan dibiarkan dalam larutan selama 24 jam. Lakukan pengobatan berulang-ulang selama tiga kali dengan selang waktu sehari.

b. Penyakit jamur
Penyakit jamur biasanya terjadi akibat adanya luka pada badan ikan. Penyakit ini biasanya terjadi akibat adanya luka pada badan ikan. Penyebab penyakit jamur adalah Saprolegnia sp. dan Achlya sp. Pada kondisi air yang jelek, kemungkinan patin terserang jamur lebih besar. Pencegahan penyakit jamur dapat dilakukan dengan cara menjaga kualitas air agar kondisinya selalu ideal bagi kehidupan ikan patin. Ikan yang terlanjur sakit harus segera diobati. Obat yang biasanya di pakai adalah malachyt green oxalate sejumlah 2 –3 g/m air (1 liter) selama 30 menit. Caranya rendam ikan yang sakit dengan larutan tadi, dan di ulang sampai tiga hari berturut- turut.

c. Penyakit bakteri
Penyakit bakteri juga menjadi ancaman bagi ikan patin. Bakteri yang sering menyerang adalah Aeromonas sp. dan Pseudo-monas sp. Ikan yang terserang akan mengalami pendarahan pada bagian tubuh terutama di bagian dada, perut, dan pangkal sirip. Penyakit bakteri yang mungkin menyerang ikan patin adalah penyakit bakteri yang juga biasa menyerang ikan-ikan air tawar jenis lainnya, yaitu Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp. Ikan patin yang terkena penyakit akibat bakteri, ternyata mudah menular, sehingga ikan yang terserang dan keadaannya cukup parah harus segera dimusnahkan. Sementara yang terinfeks, tetapi belum parah dapat dicoba dengan beberapa cara pengobatan. Antara lain: (1) Dengan merendam ikan dalam larutan kalium permanganat (PK) 10-20 ppm selama 30–60 menit, (2) Merendam ikan dalam larutan nitrofuran 5- 10 ppm selama 12–24 jam, atau (3) merendam ikan dalam larutan oksitetrasiklin 5 ppm selama 24 jam.

2) Penyakit non-infeksi
Penyakit non-infeksi banyak diketemukan adalah keracunan dan kurang gizi. Keracunan disebabkan oleh banyak faktor seperti pada pemberian pakan yang berjamur dan berkuman atau karena pencemaran lingkungan perairan.

Gajala keracunan dapat diidentifikasi dari tingkah laku ikan.
o Ikan akan lemah, berenang megap-megap dipermukaan air. Pada kasus yang berbahaya, ikan berenang terbalik dan mati. Pada kasus kurang gizi,ikan tampak kurus dan kepala terlihat lebih besar, tidak seimbang dengan ukuran tubuh, kurang lincah dan berkembang tidak normal.
o Kendala yang sering dihadapi adalah serangan parasit Ichthyoptirus multifilis (white spot) mengakibatkan banyak benih mati, terutama benih yang berumur 1-2 bulan.
o Penyakit ini dapat membunuh ikan dalam waktu singkat.
o Organisme ini menempel pada tubuh ikan secara bergerombol sampai ratusan jumlahnya sehingga akan terlihat seperti bintik-bintik putih.
o Tempat yang disukai adalah di bawah selaput lendir sekaligus merusak selaput lendir tersebut.

PANEN
Penangkapan
Penangkapan ikan dengan menggunakan jala apung akan mengakibatkan ikan mengalami luka-luka. Sebaiknya penangkapan ikan dimulai dibagian hilir kemudian bergerak kebagian hulu. Jadi bila ikan didorong dengan kere maka ikan patin akan terpojok pada bagian hulu. Pemanenan seperti ini menguntungkan karena ikan tetap mendapatkan air yang segar sehingga kematian ikan dapat dihindari.

Pembersihan
Ikan patin yang dipelihara dalam hampang dapat dipanen setelah 6 bulan. Untuk melihat hasil yang diperoleh, dari benih yang ditebarkan pada waktu awal dengan berat 8-12 gram/ekor, setelah 6 bulan dapat mencapai 600-700 gram/ekor. Pemungutan hasil dapat dilakukan dengan menggunakan jala sebanyak 2-3 buah dan tenaga kerja yang diperlukan sebanyak 2-3 orang. Ikan yang ditangkap dimasukkan kedalam wadah yang telah disiapkan.

PASCAPANEN
Penanganan pascapanen ikan patin dapat dilakukan dengan cara penanganan ikan hidup maupun ikan segar.

1) Penanganan ikan hidup
Adakalanya ikan konsumsi ini akan lebih mahal harganya bila dijual dalam keadaan hidup. Hal yang perlu diperhatikan agar ikan tersebut sampai ke konsumen dalam keadaan hidup, segar dan sehat antara lain:
a. Dalam pengangkutan gunakan air yang bersuhu rendah sekitar 20 derajat C.
b. Waktu pengangkutan hendaknya pada pagi hari atau sore hari.
c. Jumlah kepadatan ikan dalam alat pengangkutan tidak terlalu padat.

2) Penanganan ikan segar
Ikan segar mas merupakan produk yang cepat turun kualitasnya. Hal yangperlu diperhatikan untuk mempertahankan kesegaran antara lain:
a. Penangkapan harus dilakukan hati-hati agar ikan-ikan tidak luka.
b. Sebelum dikemas, ikan harus dicuci agar bersih dan lendir.
c. Wadah pengangkut harus bersih dan tertutup. Untuk pengangkutan jarakdekat (2 jam perjalanan), dapat digunakan keranjang yang dilapisi dengan daun pisang/plastik. Untuk pengangkutan jarak jauh digunakan kotak danseng atau fiberglass. Kapasitas kotak maksimum 50 kg dengan tinggikotak maksimum 50 cm.
d. Ikan diletakkan di dalam wadah yang diberi es dengan suhu 6-7 derajat C. Gunakan es berupa potongan kecil-kecil (es curai) dengan perbandingan jumlah es dan ikan=1:1. Dasar kotak dilapisi es setebal 4-5 cm. Kemudian ikan disusun di atas lapisan es ini setebal 5-10 cm, lalu disusul lapisan es lagi dan seterusnya. Antara ikan dengan dinding kotak diberi es, demikian juga antara ikan dengan penutup kotak.

3) Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pananganan benih adalah sebagai berikut:
a. Benih ikan harus dipilih yang sehat yaitu bebas dari penyakit, parasit dan tidak cacat. Setelah itu, benih ikan baru dimasukkan ke dalam kantong plastik (sistem tertutup) atau keramba (sistem terbuka).
b. Air yang dipakai media pengangkutan harus bersih, sehat, bebas hama dan penyakit serta bahan organik lainya. Sebagai contoh dapat digunakan air sumur yang telah diaerasi semalam.
c. Sebelum diangkut benih ikan harus diberok dahulu selama beberapa hari. Gunakan tempat pemberokan berupa bak yang berisi air bersih dan dengan aerasi yang baik. Bak pemberokan dapat dibuat dengan ukuran 1 m x 1 m atau 2 m x 0,5 m. Dengan ukuran tersebut, bak pemberokan dapat menampung benih ikan mas sejumlah 5000–6000 ekor dengan ukuran 3-5 cm. Jumlah benih dalam pemberokan harus disesuaikan dengan ukuran benihnya.
d. Berdasarkan lama/jarak pengiriman, sistem pengangkutan benih terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. Sistem terbuka
Dilakukan untuk mengangkut benih dalam jarak dekat atau tidakmemerlukan waktu yang lama. Alat pengangkut berupa keramba. Setiap keramba dapat diisi air bersih 15 liter dan dapat untuk mengangkut sekitar 5000 ekor benih ukuran 3-5 cm.

2. Sistem tertutup
Dilakukan untuk pengangkutan benih jarak jauh yang memerlukan waktu lebih dari 4-5 jam, menggunakan kantong plastik. Volume media pengangkutan terdiri dari air bersih 5 liter yang diberi buffer Na2(hpo)4.1H2O sebanyak 9 gram. Cara pengemasan benih ikan yang diangkut dengan kantong plastik: (1) masukkan air bersih ke dalamkantong plastik kemudian benih; (3) hilangkan udara dengan menekan kantong plastik ke permukaan air; (3) alirkan oksigen dari tabung dialirkan ke kantong plastik sebanyak 2/3 volume keseluruhan rongga (air:oksigen=1:1); (4) kantong plastik lalu diikat. (5) kantong plastik dimasukkan ke dalam dos dengan posisi membujur atau ditidurkan. Dos yang berukuran panjang 0,50 m, lebar 0,35 m, dan tinggi 0,50 m dapat diisi 2 buah kantong plastik.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan setelah benih sampai di tempat tujuan adalah sebagai berikut:
a. Siapkan larutan tetrasiklin 25 ppm dalam waskom (1 kapsul tertasiklin dalam 10 liter air bersih).
b. Buka kantong plastik, tambahkan air bersih yang berasal dari kolam setempat sedikit demi sedikit agar perubahan suhu air dalam kantong plastik terjadi perlahan-lahan.
c. Pindahkan benih ikan ke waskom yang berisi larutan tetrasiklin selama 1-2 menit.
d. Masukan benih ikan ke dalam bak pemberokan. Dalam bak pemberokan benih ikan diberi pakan secukupnya. Selain itu, dilakukan pengobatan dengan tetrasiklin 25 ppm selama 3 hari berturut-turut. Selain tetrsikli dapat juga digunakan obat lain seperti KMNO4 sebanyak 20 ppm atau formalin sebanyak 4% selama 3-5 menit.
e. Setelah 1 minggu dikarantina, tebar benih ikan di kolam budidaya. Pengemasan benih harus dapat menjamin keselamatan benih selama pengangkutan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengemasan benih ikan patin yaitu:
f. Sediakan kantong plastik sesuai kebutuhan. Setiap kantong dibuat rangkap untuk menghindari kebocoran. Sediakan karet gelang untuk simpul sederhana. Masing-masing kantong diisi air sumur yang telah diaerasi selama 24 jam.
g. Benih ikan yang telah dipuasakan selama 18 jam ditangkap dengan serokan halus kemudian dimasukan kedalam kantong plastik tadi.
h. Satu persatu kantong diisi dengan oksigen murni (perbandinganair:oksigen = 1:2). Setelah itu segera diikat dengan karet gelang rangkap.
i. Kantong-kantong plastik berisi benih dimasukkan kedalam kardus.
j. Lama pengangkutan. Benih ikan patin dapat diangkut selama 10 jam dengan tingkat kelangsungan hidup mencapai 98,67%. Jika jarak yang hendak ditempuh memerlukan waktu yang lama maka satu- satunya cara untuk menjamin agar ikan tersebut selamat adalah dengan mengurangi jumlah benih ikan di dalam setiap kantong plastik. Berdasarkan penelitian terbukti bahwa benih patin masih aman diangkut selama 14 jam dengan kapadatan 300 ekor per liter.

Read More......

Budidaya Ikan pada Keramba

Budidaya Ikan pada Keramba

Budidaya ikan adalah salah satu cara untuk mengembangbiakkan baik di kolam sawah sebagai mina padi maupun dengan keramba yang belum dikembangkan di semua daerah. Budidaya ikan dalam keramba ini, timbul karena suatu kebetulan, yang semula dilakukan oleh pedagang ikan hidup di daerah Bandung untuk menampung ikan dagangannya yang belurn laku dijual. Ikan-ikan tersebut disimpan di dalam keramba dekat rumah mereka. Akan tetapi ikan-ikan, tersebut , tetap hidup dan bahkan bertambah besar, sehingga hal ini menimbulkan niat para pedagang untuk membudidayakan ikan dalam keramba. Budidaya ikan dalam keramba ini juga dianjurkan untuk menunjang kegiatan usaha perbaikan gizi keluarga.khususnya untuk daerah-daerah yang dekat dengan perairan untuk (sungai, danau dan rawa-rawa).

Peran Man Dalam Keramba

Budidaya ikan dalam keramba sangat berperan dalam membantu melestarikan sumber air ini di perairan umum, karena penangkapan yang dilakukan secara terus menerus akan mengganggu kelestarian di perairan tersebut. Penangkapan ikan pada umumnya dilakukan tanpa memperhatikan ukuran ikan. Dengan adanya sistim budidaya ikan dalam keramba, maka diharapkan anak-anak ikan yang ikut tertangkap akan dibudidayakan, sehingga akan mempunyai
nilai ekonomi yang tinggi dibandingkan bila ditangkap waktu masih kecil.

Secara garis besar,peranan budidaya ikan dalam keramba adalah :
1. Mendukung usaha peningkatan pembinaan sumber hayati di perairan umum.
2. Meningkatkan produksi Wan yang bernilai ekonomi tinggi serta memenuhi kebutuhan konsumsi ikan secara terus menerus.
3. Meningkatkan pendapatan Para petani ikan serta kesejahteraan petani ikan sepanjang tahun.
4. Menghindari adanya masa paceklik bagi para nelayan dimana pada musim barat para nelayan tidak dapat menangkap ikan.
5. Memperluas lapangan kerja bagi nelayan dan masyarakat secara umum.



Pemasangan Keramba

Bentuk keramba hanya dibedakan menjadi dua macam yaitu berbentuk empat persegi dan bundar panjang. Keramba berbentuk empat persegi maupun kotak, sebagai bahan pada umumnya dibuat dari bambu maupun papan. Bentuk bundar panjang, yaitu keramba menyerupai bubu pada umumnya dibuat dari bilah bambu.

Cara pemasangan atau penempatan keramba, secara umum , dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
1. Keramba terendam secara keseluruhan. Pemasangannya direndam dalam air kurang lebih 20 Cm di bawah permukaan air. Keramba ini sesuai untuk perairan yang sempit dan tidak begitu dalam. Mempunyai tiga sisi, dua sisi melintang arus dan satu sisi sejajar arus.
2. Keramba terendam sebagian, kurang lebih 10 Cm berada di atas permukaan air. Mempunyai enam sisi, di mana terdiri dari empat sisi, dimana terdiri dari empat sisi memanjang dan dua sisi melintang, jenis keramba ini cocok untuk dipasang di perairan yang dalam dan luas seperti di sungai, danau, waduk dan rawa.
3. Keramba pagar berbentuk pagar keliling yang langsung ditancapkan ke dasar air. Keramba ini harus selalu digenangi air, baik pada waktu air pasang maupun air surut. Pada umumnya dikembangkan oleh penduduk yang tinggal di rumah terapung.

Jenis Ikan

Ada beberapa jenis ikan yang cukup potensial untuk dikembangkan dengan sistem budidaya keramba, diantaranya adalah :

Ikan karper (Chprinus carpio L.). Jenis ikan ini sangat cocok untuk dikembangkan di daerah yang mempunyai ketinggian antara 150-600 meter di atas permukaan laut, dengan pH perairan antara 7-8, suhu maksimal untuk kehidupannya antara 20-25°C. Kepadatan penebaran sebaiknya antara 30-50 ekor/M3 dengan ukuran ikan 50-80 gram/ekor: Dalam pemeliharaan selama 3-4 bulan, berat Wan bisa mencapai 300-500. gram/ekor, dengan catatan bahwa ikan tersebut juga diberikan makanan tambahan.

Ikan tawes (Punctius javanicus Blkr). Jenis ikan ini tumbuh dengan balk pada ketinggian antar 25- 3°C. Padat penebaran ikan seberat 20 gram/ekor adalah, 190-125 ekor/M. Pada pemeliharaan selama 3-4 bulan dengan diberikan makanan tambahan dedak halus, beratnya bisa mencapai300-500 ekor/M3 dengan benih ikan seberat 20 gram/ekor pada pemeliharaan 3-4 bulan, dengan diberikan dedak halus atau ampas tahu, beratnya bisa mencapai 200 300 gram/ekor.

Ikan mujair (Tilapia masambica). Jenis ikan, ini cocok dibudidayakan di daerah yang mempunyai ketinggian antara 0-1.000 meter di atas permukaan taut, dengan suhu maksimum antara 25-30°C. Padat penebaran dapat mencapai 500 ekor/M3 dengan benih ikan seberat 20 gram/ekor pada pemeliharaan 3-4 bulan, dengan diberikan dedak halus atau ampas tahu, beratnya bisa mencapai 200 -300 gram/ekor.

Ikan sepat siem (Trichogaster pectoralis egen). Ikan ini dapat hidup di dataran yang mempunyai ketinggian 800 meter di atas permukaan laut, dengan pH air antara 7 - 8 dan suhu maksimum antara 25 -35°C. padat penebaran ikan antara 25 - 35 ekor/M3 dengan ukuran panjang 9 Cm.

Ikan toman (Ophiocephalus micropeltres). ikan ini banyak dikembangkan di daerah Kalimantan. Termasuk lamban pertumbuhannya. Pada penebaran benih ikan dengan berat 300 gram/ekor adalah, antara .15-20, ekor/M3. Pada pemeliharaan selama 8 bulan ikan sudah dapat dipanen.

lkan gabus (Ophiocephalus striatus Blkr). Ada dua macam yaitu yang cepat tumbuh dan lambat tumbuh. Ikan gabus yang cepat tumbuh mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : warna sisik punggung abu-abu muda, bagian dada berwarna putih keperak-perakan. Ikan gabus hidup di air tawar dengan pH antara 4,5 - 6. Pada penebaran ikan gabus dengan berat 100 gram/ekor adalah antara 50-60 ekor/M3. Dalam pemeliharaan selama 3 - 5 bulan berat ikan bisa mencapai 500 gram/ekor.

Ikan betok (Anabes testudineus block). to ini sangat tahan terhadap kekurangan oksigen dan juga air, Bahkan ikan ini dapat hidup dalam lumpur yang mengandung air antar 1 - 2 bulan. Pada keramba ukuran 2 x 2 x 2 M2 dapat ditebarkan benih sebanyak 800 ekor dengan berat 20 gram/ekor. Dalam waktu 6 bulan berat ikan dapat mencapai 400 gram/ekor.

Ikan gurami (Osphronemus gouramy L.). Hidup di air tawar. Daerah yang paling cocok adalah dengan ketinggian 50 - 400 meter di atas permukaan laut, dengan suhu maksimum antara 40 – 60 ekor /M3. Dalam membudidayakan ikan ini perlu diberikan makanan tambahan selanq waktu 2 hari sekali dengan jumlah 15 - 20 % dari berat ikan total. Dalam waktu 3 -4 bulan, ikan ini sudah dapat dipanen.

Selain jenis-jenis ikan tersebut di atas, masih banyak lagi jenis ikan lokal lain yang dapat dikembangkan dengan sistem keramba. Bila hendak mengembangkan ikan dalam keramba, kita tinggal menyesuaikan jenis ikan yang cocok untuk tempat tinggal kita masing - masing.

Lahan yang akan digunakan sebaiknya yang gembur. Tanah tegalan merupakan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman bengkuang. Buatlah guludan dengan lebar bedengan sekitar 20 Cm dengan panjang guludan tergantung dari panjang lahan jarak antara bedengan sekitar 35 Cm atau selebar satu setengah sampai dua lebar pacul. Penanaman tanaman bengkuang sebaiknya dilakukan setelah panen tanaman jagung atau pada pertengahan musim penghujan. Penanaman dengan cara membenamkan benih pada tanah guludan yang ditugal, dan isilah 1-2 benih tiap lubang tanam, jarak antara lubang yang satu dengan yang lain sekitar kurang lebih 22 Cm dan penanaman jangan terlalu dalam, karena akan dapat menghambat perkecambahan benih tersebut. Untuk mendapatkan buah yang benar-benar besar maka sebaiknya tiap lubang diisi dengan satu benih saja. Sebenarnya tanaman bengkuang tidak memerlukan perawatan yank serius, karena tanaman bengkuang merupakan tanaman yang mudah tumbuh pada, keadaan yang kurang menguntungkan bahkan sampai saat ini tanaman bengkuang tidak atau belum pernah terserang hams maupun penyakit yang dapat menurunkan produksi.

Perawatan yang perlu dilakukan adalah pengendalian gulma, yaitu lakukan pembersihan gulma terutama gulma disekitar tanaman. Pembuangan bunga, dimana bunga pada tanaman bengkuang ini sangat perlu dilakukan, karena jika bunganya tidak dihilangkan akan dapat mempengaruhi pembentukan, umbi bengkuang. Bila perlu lakukanlah pemupukan dengan ZA dengan cara tebarkan disekitar tanaman.

Pemanenan bengkuang dapat dilakukan setelah tanaman tersebut berumur sekitar 6 bulan. Dan pemanenan sebaiknya dilakukan dengan hati-hati agar buah bengkuang tidak rusak atau pecah. Maka dengan cara budidaya tersebut, akan dapat dihasilkan buah yang berukuran besar. Dengan semakin baik mutu buah bengkuang ini akan dapat meningkatkan penghasilan petani, karena harganya pun dapat dinaikkan.

Read More......

FUNGSI DAN PERANAN MANGROVE

Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya alam yang memberikan banyak keuntungan bagi manusia, berjasa untuk produktivitasnya yang tinggi serta kemampuannya memelihara alam. Mangrove banyak memberikan fungsi ekologis dan karena itulah mangrove menjadi salah satu produsen utama perikanan laut. Mangrove memproduksi nutrien yang dapat menyuburkan perairan laut, mangrove membantu dalam perputaran karbon, nitrogen dan sulfur, serta perairan mengrove kaya akan nutrien baik nutrien organik maupun anorganik. Dengan rata-rata produksi primer yang tinggi mangrove dapat menjaga keberlangsungan populasi ikan, kerang dan lainnya. Mangrove menyediakan tempat perkembangbiakan dan pembesaran bagi beberapa spesies hewan khususnya udang, sehingga biasa disebut “tidak ada mangrove tidak ada udang” (Macnae,1968).
Mangrove membantu dalam pengembangan dalam bidang sosial dan ekonomi masyarakat sekitar pantai dengan mensuplai benih untuk industri perikanan. Selain itu telah diketemukan bahwa tumbuhan mangrove mampu mengontrol aktivitas nyamuk, karena ekstrak yang dikeluarkan oleh tumbuhan mangrove mampu membunuh larva dari nyamuk Aedes aegypti (Thangam and Kathiresan,1989). Itulah fungsi dari hutan mangrove yang ada di India, fungsi¬fungsi tersebut tidak jauh berbeda dengan fungsi yang ada di indonesia baik secara fisika kimia, biologi, maupun secara ekonomis.
Secara biologi fungsi dari pada hutan mangrove antara lain sebagai daerah asuhan (nursery ground) bagi biota yang hidup pada ekosisitem mengrove, fungsi yang lain sebagai daerah mencari makan (feeding ground) karena mangrove merupakan produsen primer yang mampu menghasilkan sejumlah besar detritus dari daun dan dahan pohon mangrove dimana dari sana tersedia banyak makanan bagi biota-biota yang mencari makan pada ekosistem mangrove tersebut, dan fungsi yang ketiga adalah sebagai daerah pemijahan (spawning ground) bagi ikan-ikan tertentu agar terlindungi dari ikan predator, sekaligus mencari lingkungan yang optimal untuk memisah dan membesarkan anaknya. Selain itupun merupakan pemasok larva udang, ikan dan biota lainnya. (Claridge dan Burnett,1993)
Secara fisik mangrove berfungsi dalam peredam angin badai dan gelombang, pelindung dari abrasi, penahan lumpur, dan perangkap sedimen.
Dimana dalam ekosistem mangrove ini mampu menghasilkan zat-zat nutrient (organik dan anorganik) yang mampu menyuburkan perairan laut. Selain itupun ekosisitem mangrove berperan dalam siklus karbon, nitrogen dan sulfur.
Secara ekonomi mangrove mampu memberikan banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat, baik itu penyediaan benih bagi industri perikanan, selain itu kayu dari tumbuhan mangrove dapat dimanfaatkan untuk sebagai kayu bakar, bahan kertas, bahan konstruksi yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Dan juga saat ini ekosistem mangrove sedang dikembangkan sebagai wahana untuk sarana rekreasi atau tempat pariwisata yang dapat meningkatkan pendapatan negara.
Ekosistem mangrove secara fisik maupun biologi berperan dalam menjaga ekosistem lain di sekitarnya, seperti padang lamun, terumbu karang, serta ekosistem pantai lainnya. Berbagai proses yang terjadi dalam ekosistem hutan mangrove saling terkait dan memberikan berbagai fungsi ekologis bagi lingkungan. Secara garis besar fungsi hutan mangrove dapat dikelompokkan menjadi :
1. Fungsi Fisik
• Menjaga garis pantai
• Mempercepat pembentukan lahan baru
• Sebagai pelindung terhadap gelombang dan arus
• Sebagai pelindung tepi sungai atau pantai
• Mendaur ulang unsur-unsur hara penting
2. Fungsi Biologi -Nursery ground, feeding ground, spawning ground, bagi berbagai spesies udang, ikan, dan lainnya -Habitat berbagai kehidupan liar
3. Fungsi Ekonomi
• Akuakultur
• Rekreasi
• Penghasil kayu
Beberapa fungsi ekosistem mangrove yang memiliki hubungan dengan sumberdaya perikanan disajikan pada gambar berikut:
Hutan mangrove mempunyai manfaat ganda dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan biologi di suatu perairan. Selain itu hutan mangrove merupakan suatu kawasan yang mempunyai tingkat produktivitas tinggi. Tingginya produktivitas ini karena memperoleh bantuan energi berupa zat-zat makanan yang diangkut melalui gerakan pasang surut.
Keadaan ini menjadikan hutan mangrove memegang peranan penting bagi kehidupan biota seperti ikan, udang, moluska dan lainya. Selain itu hutan mangrove juga berperan sebagai pendaur zat hara, penyedia makanan, tempat memijah, berlindung dan tempat tumbuh.
Hutan mangrove sebagai pendaur zat hara, karena dapat memproduksi sejumlah besar bahan organik yang semula terdiri dari daun, ranting dan lainnya. Kemudian jatuh dan perlahan-lahan menjadi serasah dan akhirnya menjadi detritus. Proses ini berjalan lambat namun pasti dan terus menerus sehingga hasil proses pembusukan ini merupakan bahan suplai makanan biota air.
Turner (1975) menyatakan bahwa disamping fungsi hutan mangrove sebagai 'waste land' juga berfungsi sebagai kesatuan fungsi dari ekosistem estuari yang bersifat:
1. Sebagai daerah yang menyediakan habitat untuk ikan dan udang muda serta biota air lainnya dalam suatu daerah dangkal yang kaya akan makanan dengan predator yang sangat jarang.
2. Sebagai tumbuhan halofita, mangrove merupakan pusat penghisapan zat-zat hara dari dalam tanah, memberikan bahan organik pada ekosistem perairan. Merupakan proses yang penting dimana tumbuhan menjadi seimbang dengan tekanan garam di akar dan mengeluarkannya.
3. Hutan mangrove sebagai penghasil detritus atau bahan organik dalam jumlah yang besar dan bermanfaat bag! mikroba dan dapat langsung dimakan oleh biota yang lebih tinggi tingkat. Pentingnya 'detritus food web' ini diakui oleh para ahli dan sangat berguna dilingkungannya. Detritus mangrove menunjang populasi ikan setelah terbawa arus sepanjang pantai.
Berdasarkan hal tersebut diatas, hutan mangrove memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan biota air dalam kesatuan fungsi ekosistem. Dengan bertambah luasnya hutan mangrove, cenderung semakin tinggi produktivitasnya. Hal ini telah dibuktikan oleh Martosubroto (1979) yaitu ada hubungan antara keUmpahan udang diperairan dengan luasnya hutan mangrove. Demikian pula hasil penelitian dari Djuwito (1985) terhadap struktur komunitas ikan di Segara Anakan memberikan indikasi bahwa perairan tersebut tingkat keanekaragamannya tinggi, dibandingkan dengan daerah Cibeureum yang dipengaruhi oleh sifat daratan. Tingginya keanekaragaman jenis ikan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor makanan dan faktor kompetisi.
Produksi primer bersih merupakan bagian dari produksi primer fotosintesis tumbuhan yang tersisa setelah beberapa bagian digunakan untuk respirasi tumbuhan
yang bersangkutan. Fotosintesis dan respirasi adalah dua elemen pokok dari produksi primer bersih. Komponen-komponen produksi primer bersih adalah keseluruhan dari organ utama tumbuhan meliputi daun, batang dan akar. Selain itu, tumbuhan epfit seperti alga pada pneumatofor,dasar pohon dan permukaan tanah juga memberikan sumbangan kepada produksi primer bersih.
Clough (1986) menyatakan produksi primer bersih mangrove berupa mated yang tergabung dalam biomassa tumbuhan yang selanjutnya akan lepas sebagai serasah atau dikonsumsi oleh organisme heterotrof atau dapat juga dinyatakan sebagai akumulasi materi organik bam dalam jaringan tumbuhan sebagai kelebihan dari respirasi yang biasanya dinyatakan dalam berat kering materi organik.
Sebagai produser primer, mangrove memberikan sumbangan berarti terhadap produktivitas pada ekosistem estuari dan perairan pantai melalui siklus materi yang berdasarkan pada detritus atau serasah (Head, 1969 dalam Clough, 1982). Produktivitas merupakan faktor penting dari ekosistem mangrove dan produksi daun mangrove sebagai serasah dapat digunakan untuk menggambarkan produktivitas (Chapman, 1976).

Read More......

FAUNA MANGROVE DAN INTERAKSI DI EKOSISTEM MANGROVE

Fauna Mangrove
Fauna yang terdapat di ekosistem mangrove merupakan perpaduan antara fauna ekosistem terestrial, peralihan dan perairan. Fauna terestrial kebanyakan hidup di pohon mangrove sedangkan fauna peralihan dan perairan hidup di batang, akar mangrove dan kolom air. Beberapa fauna yang umum dijumpai di ekosistem mangrove dijelaskan sebagai berikut:
Mamalia
Banyak mamalia terdapat di hutan mangrove tetapi hanya sedikit yang hidup secara permanen dan jumlahnya terbatas. Hutan mangrove merupakan habitat tempat hidup beberapa mamalia yang sudah jarang ditemukan dan. Pada saat terjadinya surut banyak monyet-monyet (Macacus irus) terlihat mencari makanan seperti shell-fish dan kepiting sedangkan kera bermuka putih (Cebus capucinus) memakan cockles di mangrove. Indikasi pemangsaan ini diperoleh dari sedikitnya jumlah cockles yang ditemukan di lokasi mangrove yang memiliki banyak kera. Jika jumlah kera menjadi sangat banyak akan mempengaruhi pembenihan mangrove karena komunitas ini menginjak lokasi yang memiliki benih sehingga benih mati. Kera proboscis (Nasalis larvatus) merupakan endemik di mangrove Borneo, yang mana ia memakan daun-daunan Sonneratia caseolaris dan Nipa fruticans (FAO,1982) juga propagul Rhizophora. Sebaliknya, kera-kera tersebut di mangsa oleh buaya-buaya dan diburu oleh pemburu gelap. Hewan-hewan menyusui lainnya termasuk Harimau Royal Bengal (Panthera tigris), macan tutul (Panthera pardus) dan kijing bintik (Axis axis), babi–babi liar (Sus scrofa) dan Kancil (Tragulus sp) di rawa-rawa Nipa di sepanjang selatan dan tenggara Asia ; binatang-binatang karnivora kecil seperti ikan-ikan berkumis seperti kucing (Felix viverrima), musang (Vivvera sp dan Vivverricula sp), luwak (Herpestes sp). Berang-berang (Aonyx cinera dan Lutra sp) umum terdapat di hutan mangrove namun jarang terlihat. Sedangkan Lumba-lumba seperti lumba-lumba Gangetic (Platanista gangetica) dan lumba-lumba biasa (Delphinus delphis) juga umum ditemukan di sungai-sungai hutan mangrove, yaitu seperti Manatees (Trichechus senegalensis dan Trichechus manatus latirostris) dan Dugong (Dugong dugon), meskipun spesies-spesies ini pertumbuhannya jarang dan pada beberapa tempat terancam mengalami kepunahan.
Reptil dan Ampibia
Beberapa spesies reptilia yang pernah ditemukan di kawasan mangrove Indonesia antara lain biawak (Varanus salvatoe), Ular belang (Boiga dendrophila), dan Ular sanca (Phyton reticulates), serta berbagai spesies ular air seperti Cerbera rhynchops, Archrochordus granulatus, Homalopsis buccata dan Fordonia leucobalia. Dua jenis katak yang dapat ditemukan di hutan mangrove adalah Rana cancrivora dan R. Limnocharis.
Buaya-buaya dan binatang alligator merupakan binatang-binatang reptil yang sebagian besar mendiami daerah berair dan daerah muara. Dua spesies buaya (Lagarto), Caiman crocodilus (Largarto cuajipal) dapat dijumpai umum dijumpai di hutan mangrove, dan sebagai spesies yang berada dalam keadaan waspada karena kulitnya diperdagangkan secara internasional. Caiman acutus mempunyai wilayah geografi yang sangat luas dan dapat ditemukan di Cuba, Pantai lautan Pasifik di Amerika Tengah, Florida dan Venezuela. Jenis buaya Cuba, seperti Crocodilus rhombifer terdapat di Cienaga de Lanier dan bersifat endemik. Aligator Amerika seperti Alligator mississippiensis tercatat sebagai spesies yang membahayakan di Florida ( Hamilton dan Snedaker, 1984). Buaya yang memiliki moncong panjang (Crocodilus cataphractus) terdapat di daerah hutan bakau Afrika dan di Asia. Berbagai cara dilakukan untuk melindungi hewan-hewan tersebut tergantung negara masing-masing misalnya di India, Bangladesh, Papua New Guinea dan Australia mengadakan perlindungan dengan cara konservasi, ( FAO, 1982). Sejumlah besar kadal, Iguana iguana (iguana) dan Cetenosaura similis (garrobo) pada umumnya terdapat di hutan mangrove di Amerika Latin, dimana mereka menjadi santapan masyarakat setempat sebagaimana juga jenis kadal yang serumpun dengan mereka di Afrika bagian barat (Varanus salvator). Pada umumnya penyu merupakan sebagai mahkluk sungai yang meletakkan telur-telur mereka pada pantai berpasir yang memiliki hutan mangrove. Selain hewan-hewan tersebut ular juga dapat ditemukan di sekitar area mangrove, khususnya pada dataran yang mengarah ke laut.
Burung
Pada saat terjadinya perubahan pasang surut merupakan suatu masa yang ideal bagi berlindungnya burung (dunia burung), dan merupakan waktu yang ideal bagi burung untuk melakukan migrasi. Menurut Saenger et al. (1954), tercatat sejumlah jenis burung yang hidup di hutan mangrove yang mencapai 150-250 jenis. Beberapa penelitian tentang burung di Asia Tenggara telah dilakukan oleh Das dan Siddiqi 1985 ; Erftemeijer, Balen dan Djuharsa, 1988; Howes,1986 dan Silvius, Chan dan Shamsudin,1987.
Di Kuba, terdapat beberapa spesies yang menempati tempat atau dataran tinggi seperti Canario del manglar (Dendroica petechis gundlachi) dan tempat yang lebih rendah seperti Oca del manglar (Rallus longirostris caribaeus). Burung yang paling banyak adalah Bangau yang berkaki panjang. Dan yang termasuk burung pemangsa adalah Elang laut (Haliaetus leucogaster), Burung layang-layang (Haliastur indus), dan elang pemakan ikan (Ichthyphagus ichthyaetus). Burung pekakak dan pemakan lebah adalah burung-burung berwarna yang biasa muncul atau kelihatan di hutan mangrove.
Sumber Daya Perairan
Substrat yang ada di ekosistem mangrove merupakan tempat yang sangat disukai oleh biota yang hidupnya di dasar perairan atau bentos. Dan kehidupan beberapa biota tersebut erat kaitannya dengan distribusi ekosistem mangrove itu sendiri. Sebagai contoh adalah kepiting yang sangat mudah untuk membuat liang pada substrat lunak yang ditemukan di ekosistem mangrove. Beberapa sumberdaya perairan yang sering ditemukan di ekosistem mangrove dijelaskan sebagai berikut :
a. Ikan
Ikan di daerah hutan mangrove cukup beragam yang dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu :
• Ikan penetap sejati, yaitu ikan yang seluruh siklus hidupnya dijalankan di daerah hutan mangrove seperti ikan Gelodok (Periopthalmus sp).
• Ikan penetap sementara, yaitu ikan yang berasosiasi dengan hutan mangrove selama periode anakan, tetapi pada saat dewasa cenderung menggerombol di sepanjang pantai yang berdekatan dengan hutan mangrove, seperti ikan belanak (Mugilidae), ikan Kuweh (Carangidae), dan ikan Kapasan, Lontong (Gerreidae).
• Ikan pengunjung pada periode pasang, yaitu ikan yang berkunjung ke hutan mangrove pada saat air pasang untuk mencari makan, contohnya ikan Kekemek, Gelama, Krot (Scianidae), ikan Barakuda, Alu-alu, Tancak (Sphyraenidae), dan ikan-ikan dari familia Exocietidae serta Carangidae.
• Ikan pengunjung musiman. Ikan-ikan yang termasuk dalam kelompok ini menggunakan hutan mangrove sebagai tempat asuhan atau untuk memijah serta tempat perlindungan musiman dari predator.
b. Crustacea dan Moluska
Berbagai jenis fauna yang relatif kecil dan tergolong dalam invertebrata, seperti udang dan kepiting (Krustasea), gastropoda dan bivalva (Moluska), Cacing (Polikaeta) hidup di hutan mangrove. Kebanyakan invertebrata ini hidup menempel pada akar-akar mangrove, atau di lantai hutan mangrove. Sejumlah invertebrata tinggal di dalam lubang-lubang di lantai hutan mangrove yang berlumpur. Melalui cara ini mereka terlindung dari perubahan temperatur dan faktor lingkungan lain akibat adanya pasang surut di daerah hutan mangrove.
Biota yang paling banyak dijumpai di ekosistem mangrove adalah crustacea dan moluska. Kepiting, Uca sp dan berbagai spesies Sesarma umumnya dijumpai di hutan Mangrove. Kepiting-kepiting dari famili Portunidae juga merupakan biota yang umum dijumpai. Kepiting-kepiting yang dapat dikonsumsi (Scylla serrata) termasuk produk mangrove yang bernilai ekonomis dan menjadi sumber mata pencaharian penduduk sekitar hutan mangrove. Udang yang paling terkenal termasuk udang raksasa air tawar (Macrobrachium rosenbergii) dan udang laut (Penaeus indicus , P. Merguiensis, P. Monodon, Metapenaeus brevicornis) seringkali juga ditemukan di ekosistem mangrove. Semua spesies-spesies ini umumnya mempunyai dasar-dasar sejarah hidup yang sama yaitu menetaskan telurnya di ekosistem mangrove dan setelah mencapai dewasa melakukan migrasi ke laut. Ekosistem mangrove juga merupakan tempat memelihara anak- anak ikan. Migrasi biota ini berbeda-beda tergantung spesiesnya. Udang Penaeus dijumpai melimpah jumlahnya hingga kedalaman 50 meter sedangkan Metapenaeus paling melimpah dalam kisaran kedalaman 11-30 meter dan Parapenaeopsis terbatas hanya pada zona 5-20 meter. Penaeid bertelur sepanjang tahun tetapi periode puncaknya adalah selama Mei – Juni dan Oktober- Desember yang bertepatan dengan datangnya musim hujan atau angin musim. P. Merquiensis setelah post larva ditemukan pada bulan November dan Desember dan setelah 3 - 4 bulan berada di mangrove mencapai juvenile dan pada bulan Maret sampai Juni juvenil berpindah ke air yang dangkal. Setelah mencapai dewasa atau lebih besar, udang akan bergerak lebih jauh lagi keluar garis pantai untuk bertelur dengan kedalaman melebihi 10 meter. Waktu untuk bertelur dimulai bulan Juni dan berlanjut sampai akhir Januari.
Molusca yang memiliki nilai ekonomis biasanya sudah jarang ditemukan di ekosistem mangrove karena dieksploitasi secara besar-besaran. Contohnya adalah spesies Anadara sp saat ini jarang ditemukan di beberapa lokasi ekosistem mangrove karena dieksploitasikan secara berlebihan. Bivalva lain yang paling penting di wilayah mangrove adalah kerang darah (Anadara granosa) dan gastropod yang biasanya juga dijumpai terdiri dari Cerithidia obtusa, Telescopium mauritsii dan T telescopium. Kerang-kerang ini merupakan sumber daya yang penting dalam produksi perikanan, dan karena mangrove mampu menyediakan substrat sebagai tempat berkembang biak yang sesuai, dan sebagai penyedia pakan maka dapat mempengaruhi kondisi perairan sehingga menjadi lebih baik. Kerang merupakan sumberdaya penting dalam pasokan sumber protein dan sumber penghasilan ekonomi jangka panjang. Untuk penduduk sekitar pantai menjadikan kerang sebagai salah satu jenis yang penting dalam penangkapan di wilayah mangrove.
Common Flora and Fauna of the Mangrove Community
Canopy
Frigate Bird, Fregata magnificans Double Crested Cormorant, Phalacrocorax carbo Brown Noddy, Anous stolidus Great White Heron, Adrea herodias Wurdemann's Heron, Ardea herodias Brown Pelican, Pelicanus occidentalis Roseate Spoonbill, Ajajia ajaia Osprey, Pandion haliaetus
Lower Trunks and Ground
Mangrove Periwinkle, Littorina angulifera Coffee Bean Snail, Melampus coffeus Mangrove Tree Crab, Goniopsis cruentata Fiddler Crab, Uca sp. Signature Spider, Argiope argentata Crab-like Orb Weaving Spider, Gasteracantha elipsoides Butterfly Caterpillar American Alligator, Alligator mississippiensis Eastern Diamondback Rattle Snake, Crotalus adamanteus Mangrove Snake, Nerodia clarkii compressicauda American Coot, Fulica americana Snowy Egret, Egretta thula Green Heron, Butorides striatus Reddish Egret, Dichromanassa rufescens Greater Yellowlegs, Tringa melanoleuca Key Deer, Odocoileus virginianus clavium Buttonwood, Conocarpus erectus Giant Wild Pine, Tillandsia fasciculata Twisted Bromeliad, Tillandsia pruinosa Spanish Moss, Tillandsia usneoides Perennial Glasswort, Salicornia virginica Black Needle Rush, Juncus roemerianus Reindeer Lichen
Encrusted on Prop Roots
Fire Sponge, Tedania ignis Variable Sponge, Anthosigmella varians Green Sponge, Haliclona viridis Red Sponge, Haliclona rubens Chicken Liver Sponge, Chondrilla nucula Heavenly Sponge, Dysidea ethera Stinging Hydroids, Pinnaria sp. Pale Anemone, Aptasia tagetes Speckeled Anemone, Epicistis crucifer Green Social Zooanthid, Zooanthus pulchellus Clubbed Finger Coral, Porites porites Feather Duster Worm Tubes, Family Sabellidae Tree Oyster, Isogomon sp. Starred Barnacle, Chthamalus stellate Lined Flatworm, Pseudoceros crozeri Beaded Sea Cucumber, Euapta lappa Mangrove Tunicate, Ecteinascidia turbinata Bulb Tunicate, Clavelina sp. White Sponge Tunicate, Didemnum candidum White Mermaid's Wineglass, Acetabularia crennulata Sea Pearls, Valonia macrophysa Rough Bubble Alga, Dictyospaeria cavernosa Green Grape Alga, Caulerpa racemosa Flat Green Feather Alga, Caulerpa mexicana
Waters surrounding Prop Roots, Channels and Flats
Loggerhead Sponge, Speciospongia vesparium Vase Sponge, Ircinia compana Upside Down Jellyfish, Cassiopeia xamachana Pink Tipped Anemone, Chondylactis gigantea Angular Sea Whip, Pterogorgia anceps Rough Starlet Coral, Siderastrea radians Rose Coral, Manacina areolata Tulip Mussel, Modiolus americanus Stocky Cerith, Cerithium letteratus Florida Cone, Conus floridanus floridensis Spaghetti Worm, Eupolymnia nebulosa Greater Blue Crab, Callinectes sapidus Stone Crab, Menippe mercenaria Florida Spiny Lobster, Panulirus argus Thorny Sea Star, Echinaster spinulosus Silversides, probably Hardhead Silverside, Atherinomorus stipes Juvenile Blue Angelfish, Holocanthus bermudensis Juvenile Porkfish, Anisotremus virginicus Gray or Mangrove Snapper, Lutjanus griseus Schoolmaster Snapper, Lutjanus apodus Lined Seahorse, Hippocampus erectus Great Barracuda, Sphryaena barracuda Scrawled Cowfish, Lactophrys quadricornis Snook, Centropomus undecimalis Permit, Trachinotus falcatus Sea Lettuce, Ulva oxysperma Paddle Blade Alga, Avrainvillea sp. Oatmeal Alga, Halimeda sp. Double Helix Alga, Hydroclathrus clathratus Forked Tumbleweed, Dictyota cervicornis Turtle Grass, Thalassia testudinum Manatee Grass, Syringodium filiforme Shoal Grass, Halodule wrightii
Interaksi Di Ekosistem Mangrove
Secara umum di perairan terdapat dua tipe rantai makanan yaitu rantai makanan langsung dan rantai makanan detritus. Di ekosistem mangrove rantai makanan yang ada untuk biota perairan adalah rantai makanan detritus. Detritus diperoleh dari guguran daun mangrove yang jatuh ke perairan kemudian mengalami penguraian dan berubah menjadi partikel kecil yang dilakukan oleh mikroorganisme seperti bakteri dan jamur.
Keberhasilan dari pengaturan menggabungkan dari mangrove berupa sumber penghasil kayu dan bukan kayu, bergantung dari pemahaman kepada; satu parameter dari ekologi dan budaya untuk pengelolaan kawasan hutan (produksi primer) dan yang kedua secara biologi dimana produksi primer dari hutan mangrove merupakan sumber makanan bagi organisme air (produksi sekunder). Pemahaman aturan tersebut merupakan kunci dalam memelihara keseimbangan spesies yang merupakan bagian dari ekosistem yang penting.
Rantai ini dimulai dengan produksi karbohidrat dan karbon oleh tumbuhan melalui proses Fotosintesis. Sampah daun kemudian dihancurkan oleh amphipoda dan kepiting. (Head, 1971; Sasekumar, 1984). Proses dekomposisi berlanjut melalui pembusukan daun detritus secara mikrobial dan jamur (Fell et al., 1975; Cundel et al., 1979) dan penggunaan ulang partikel detrital (dalam wujud feses) oleh bermacam-macam detritivor (Odum dan Heald, 1975), diawali dengan invertebrata meiofauna dan diakhiri dengan suatu spesies semacam cacing, moluska, udang-udangan dan kepiting yang selanjutnya dalam siklus dimangsa oleh karnivora tingkat rendah. Rantai makanan diakhiri dengan karnivora tingkat tinggi seperti ikan besar, burung pemangsa, kucing liar atau manusia.
Sumber energi lain yang juga diketahui adalah karbon yang di konsumsi ekosistem mangrove (contoh diberikan oleh Carter et al., 1973; Lugo dan Snedaker 1974; 1975 dan Pool et al; 1975). Dalam siklus ini dimasukan input fitoplankton, alga bentik dan padang lamun, dan epifit akar Odum et al. (1982).. Sebagai contoh fitoplankton mungkin berguna sebagai sebuah sumber energi dalam mangrove dengan ukuran yang besar dari perairan dalam yang relatif bersih. Akar mangrove penyangga epifit juga memiliki produksi yang tinggi. Nilai produksi perifiton pada akar penyangga adalah 1,4 dan 1,1 gcal/m2/d telah dilaporkan.

Read More......
Template by : kendhin x-template.blogspot.com