5.03.2009

BUDIDAYA UDANG GALAH ( Macrobranchium rosenbergii )

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dewasa ini udang galah semakin naik pamornya, hal ini terlihat dengan adanya kencenderungan meningkatnya harga udang galah di pasaran internasional. Di negara Jepang dan beberapa negara Eropa, Amerika, udang galah banyak disukai oleh masyarakat.
Apabila ditinjau dari segi pemasarannya, komuditas udang galah ini tidak memenuhi kesulitan. Dengan meningkatnya permintaan pasar dan kurangnya stok (penawaran), maka peningkatan harga udang galah cukup baik. Negara-negara yang mampu mensuplai udang tidak banyak jumlahnya, volumenya pun tidak terlalu besar. Kondisi yang demikian ini, peluang untuk meningkatkan produksi udang galah bagi masyarakat Indonesia sangat terbuka.
Usaha budidaya udang galah umumnya terpusat di daerah-daerah perairan tawar, seperti kolam-kolam air tawar. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan lahan-lahan berupa sawah, tambak atau darat yang sumber airnya berkadar garam 0%-10% dapat digunakan sebagai lahan budidaya udang galah. Bahkan perairan berkadar garam 10% masih potensial untuk budidaya udang galah.
Usaha budidaya udang galah perlu adanya unit-unit pembenihan udang galah untuk menyuplai kebutuhan benih. Suatu unit pembenihan udang galah yang berada di sekitar lokasi usaha budidaya adalah merupakan suatu alternatif yang tepat. Sebab secara ekonomis jarak yang dekat antara unit pembenihan dan areal budidaya dapat mengurangi biaya penyediaan benih. Jarak yang dekat tidak memerklukan tambahan biaya untuk transportasi benih dan kematian benih juga sangat kecil. Drai segi biologis, kondisi demikian juga sangat membantu dalam menjaga vitalitas benih udang galah. Namun, jarak yang terlalu dekat antara unit pembenihan dengan areal budidaya juga mempunyai resiko tinggi, sebab dapat mempermudah dan mempercepat penularan penyakit bila salah satu unit terserang suatu penyakit, walaupun pada udang galah hal itu belum pernah terjadi.
Di dalam ussaha merebut pemasaran udang galah di arena internasional, diperlukan adanya kesinambungan produksi udang galah. Oleh karena itu perlu adanya kesinambungan produksi udang galah. Oleh karena itu perlu adanya suplai benih udang dalah dalam jumlah yang mencukupi dan tepat pada waktunya. Suplai udang galah yang kontinu dan tepat waktu merupakan faktor penting yang ikut menentukan keberhasilan produksi udang galah. Di samping itu, faktor pengelolaan dalam pemeliharaan/pembesaran juga merupakan faktor penentu bagi keberhasilan budidaya udang galah.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari kegiatan PKL ini adalah untuk mengaplikasikan secara langsung teori yang didapatkan dikampus dan juga untuk mengetahui secara langsung bagaimana cara yang baik dan benar dalam melakukan kegiatan budidaya Udang Galah yang meliputi pengelolaan induk, pemeliharaan larva, pendederan, dan melakukan pembesaranny di tambak.
Selain itu juga di harapkan dari kegiatan PKL di Pengembangan Budidaya Perikanan Laut, Air Payau dan Udang (BPBPLAPU) Karawang kami lebih banyak mendapatkan keterampilan tentang bagaimana cara penanganan – penanganan yang terjadi dalam melakukan budidaya Udang Galah ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Morfologi
Di Indonesia banyak terdapat jens – jenis udang air tawar, namun yang dapat mencapai ukuran besar hanya jenis macrobrachium saja, khususnya macrobrachium rosenbergii atau yang basa dikenal udang galah.
Seperti udang lain pada umumnya, badan udang galah terdiri dari ruas – ruas yang ditutup degan kulit keras, tidak elastis dan terdiri dari zat “chitin” yang tidak dapat mengikuti pertumbuhan dagingnya. Badan udang terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian kepala dan dada yang bersatu membentuk satuan kepala-dada (cephalothorax), bagian badan (abdomen) dan bagian ekor yang biasa disebut uropoda.
Bagian cephalothorax dibungkus oleh kulit keras yang disebut carapace. Pada bagian depan kepala terdapat tonjolan carapace yang bergerigi yang disebut rostrum. Walaupun kegunaan yang pasti belum diketahui, namun secara taksonomis rostrum tersebut mempunyai fungsi penting, yaitu sebagai penunjuk jenis (species). Dalam penentuan jenis, bentuk rostrum dan jumlah gigi yang terdapat pada rostrum merupakan pentnjuk penting.
Ciri khusus udang galah yang membedakannya dari jenis udang lainnya adalah bentuk rostrum yang panjang dan melengkung seperti pedang dengan jumlah gigi pada bagian atas sebanyak 11-13 buah. Sedangkan gigi bagian bawah berjumlah 8-14 buah. Pada bagian dada terdapat lima pasang kaki jalan (periopoda). Pada udang jantan dewasa, pasangan kakai jalan kedua tumbuh sangat panjang dan besar, panjangnya dapat mencapai 1,5 kali panjang badannya (Hadie dan Supriyatna, 1988).
Bagian badan (abdomen) terdiri dari lima ruas, masing-masing dilengkapi dengan kaki renang (peliopoda). Pada udang betina bagian ini agak melebar membentuk semacam ruangan untuk mengerami telurnya (broodchamber).
Bagian ekor (uropoda) merupakan ruas terakhir dari ruas badan yang kaki renangnya berfungsi sebagai pengayuh atau yang biasa disebut ekor kipas. Uropoda terdiri dari bagian luar (exopoda) dan bagian dalam (endopoda) dan bagian ujungnya meruncing disebut telson.
Untuk membedakan antara udang jantan dan betina (Ling, 1969; Sherman dan Sherman, 1976) menunjukkan beberapa ciri yang dapat digunakan antara lain bentuk badan, letak alat kelamin dan bentuk serta ukuran dari pasangan kaki jalan kedua. Bentuk badan udang galah jantan dibagian perut lebih ramping dan ukuran pleuron lebih pendek. Sedangkan udang galah betina bagian perutnya tumbuh melebar dan pleuron agak memanjang. Letak alat kelamin udang galah jantan terdapat pada bagian pasangan kaki jalan kelima. Sedangkan pada udang galah betina alat kelamin terletak pada basis pasangan kakai jalan ketiga.
2.2 Klasifikasi
Sebagian besar udang air tawar termasuk dalam suku (familia) Palaemonidae dan marga Macrobrachium yang merupakan marga yang paling banyak jenisnya. Udang galah merupakan salah satu jenis dari marga Macrobrachium yang paling banyak dikenal karena ukurannya yang besar. Kedudukan udang galah di dalam sistematika (Holthuis, 1950) adalah sebagai berikut:
Flum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Bangsa : Decapoda
Suku : Palaemonidae
Anak suku : palaemoninae
Marga : Macrobrachium
Jenis : Macrobrachium rosenbergii (de Man).
2.3 Daur Hidup
Udang galah memiliki dua habitat di dalam kehidupannya. Pada stadia larva hidup di air payau, sedangkan setelah menjadi dewasa hidup di air tawar. Daur hidup udang galah dimulai telur-telur yang sudah dibuahi dan dierami oleh induknya selama 19-21 hari dan menetas menjadi larva (Ling 1969). Larva yang baru menetas ini memerlukan air payau sebagai tempat kehidupannya. Apabila larva tidak berada di lingkungan air payau selama 3-5 hari semenjak menetas (Ling dan Merican 1961), maka larva tersebut akan mati. Apabila larva yang baru menetas itu menemukan lingkungan hidup yang cocok, maka larva akan tumbuh menjadi pasca larva (benih). Untuk mencapai tingkatan pasca larva, larva tersebut harus melalui 11 tahap perkembangan larva. Pada setiap tahap terjadi pergantian kulit yang diikuti dengan perubahan struktur morfologisnya. Setelah tahap benih dicapai, udang galah mulai memerlukan lingkungan air tawar sampai udang tersebut dewasa. Perbedaan dari kedua habitat tersebut menyebabkan adanya perbedaan tingkah laku dan jenis makannya.
2.4 Pertumbuhan Larva
Pertumbuhan larva sangat dipengaruhi oleh faktor suhu, media, jenis pakan, intensitas cahaya dan mutu kualitas air. Dalam pertumbuhannya, larva udang galah mengalami 11 ganti kulit sebelum mencapai stadia benih (PL) (Uno dan Soo, 1969). Proses ganti kulit ini memang perlu, sebab kulit larva udang galah mengandung zat tanduk (chitine) yang keras dan tidak elastis. Keadaan ini akan membatasi pertumbuhan larva, sehingga tanpa ganti kulit tidak mungkin larva akan tumbuh.
2.5 Pergantian Kulit (moulting)
Larva udang galah, mutlak memerlukan pergatian kulit agar dapat tumbuh dengan baik. Pada saat larva mengalami pergantian kulit, aktifitas larva terhenti sementara. Pada waktu itu larva udang tidak makan dan tidak banyak bergerak sebelum kulit yang abru mengeras. Proses terjadinya ganti kulit ini dipengaruhi oleh kelenjar hormon yang terdapat pada pangkal tangai mata (Ling, 1969). Proses pergantian kulit itu sendiri berlangsung secara bertahap. Tahap ganti kulit didahului dengan pecahnya garis moulting (moulting line), tahap selanjutnya adalah keluarnya tubuh baru dari tubuh lama. Setelah tubuh baru terlepas dari kulit lama, tahap berikutnya adalah penyerapan garam-garam dan bahan organik, sehingga sel-sel tubuh terpenuhi air (turgor). Dengan demikian secara keseluruhan badan udang akan betambah besar. Tahap ini disebut post moulting, kemudian terjadi kalsifikasi (pengapuran) dan pada tahap ini kandungan air dalam tubuh larva menjadi berkurang. Pada tahap berikutnya kulit dan anggota-anggota badan mulai mengeras.
Pergantian kulit ini meliputi seluruh bagian kulit udang, yaitu dari ujung antena sampai ujung telson. Kadang-kadang masih menemukan kulit udang yang masih utuh sehingga nampaknya seperti udang yang sebenarnya.
2.6 Telur dan Fekunditas
Telu-telur udang galah umumnya terletak pada kantong pengeram dibagian perut (broodchamber) dari induknya. Kantong pengeram ini semacam ruang yang terletak di antara kaki renang induk udang betina. Telur-telur tersebut diletakkan pada kantong pengeram dan diikat oleh filamen-filamen yang ada pada kaki renang itu, sehingga telur tidak mudah terlepas pada saat udang bergerak dan akan dibawa sampai saatnya menetas.
Warna telur berubah secara bertahap sesuai dengan perkembangannya. Pada awalnya telur berwarna kuning muda, kemudian secara berangsur-angsur menjadi jingga, lalu berubah kecoklat-coklatan dan akhirnya berwarna coklat keabu-abuan. Telur pada tingkatan terakhir ini merupakan telur yang sudah siap menetas. Masa pengeraman telur dari saat keluar dari indung telur dan dibuahi berlangsung selama 19-21 hari (Ling, 1969; Aquacop, 1977), selama berlangsungnya masa pengeraman, telur-telur tersebut dipelihara oleh induknya dengan cara memeberinya oksigen. Cara pemberian oksigen ini dilakukan oleh induknya dengan jalan menggerak-gerakkan kaki renangnya secara terus-menerus. Bersamaan dengan itu terjdi pula seleksi telur. Dalam hal ini telur-telur yang tidak dibuahi akan terlepas, sedangkan telur yang dibuahi akan tetap melekat sampai waktunya menetas. Ukuran telur udang galah pada umumnya berkisar 0,6-0,7 mm, (Uno dan Soo, 1969).
Fekunditas atau jumlah telur yang dapat dihasilkan oleh setiap induk udang berbeda-beda, tergantung dari umur, ukuran dan ketersediaan makanannya. Fekunditas dari seekor induk udang galah dapat diperkirakan berdasarkan berat tubuhnya. Umumnya antara berat tubuh dan jumlah telur adalah 1 berbanding 1000 (Hadie dan Supriyatna, 1984). Misalnya udang yang mempunyai berat 50 gram akan menghasilkan telur minimal 50.000 butir dalam kondisi normal dan umur yang tidak terlalu tua.
2.7 Pemijahan
Udang galah tidak mengenal masa kawin atau masa pemijahan (O’Donovan, d.k.k., 1984), artinya udang galah dapat memijah sepanjang tahun. Pemijahan udang galah sering terjadi pada malam hari, meskipun dapat pula terjadi pada siang hari.
Udang betina yang sudah siap kawin dapat dilihat gonade (indung telur). Indung telur ini terletak pada bagian belakang rostrum. Apabila indung telur sudah terlihat merah oranye yang meliputi sebagan besar dari cephalothorax, pertanda bahwa udang tersebut sudah siap kawin.
Sebelum terjadi proses perkawinan, udang betina berganti kulit terlebih dahulu yang disebut premattingmoult. Setelah udang betina mengalami pergantian kulit, keadaannya menjadi lemah. Pada saat inilah perkawinan akan terjadi. Perkawinan udang galah berlangsung secara sederhana. Udang jantan akan mengeluarkan spermanya dan sperma tersebut akan melekat pada spermatheca pada bagian dada di antara kaki jalan betinanya. Proses selanjutnya adalah proses pembuahan yang terjadi di luar tubuh induknya. Kejadian ini berlangsung pada saat telur turun melalui lubang kelamin, yang kemudian akan di pindahkan ke tempat pengeraman. Telur yang terdapat pada spermatheca, di mana sperma disimpan, akan dibuahi oleh sperma. Setelah pembuahan berlangsung, telur diletakkan pada ruang pengeram yang terdapat di antara kaki renang induk betina hingga saatnya menetas.
2.7.1 Penetasan
Setelah dilakukan pemijahan selama 21 hari, induk dipilih yang matang telur dengan warna telur abu-abu. Induk tersebut diberi perlakuan dengan larutan malachite green sebanyak 1,5 mg/l, dengan cara perendaman selama 25 menit. Bak penetasan yang digunakan berukuran (1x1x0,5) m3 dengan media air payau bersalinitas 3 s/d 5 ppt, padat penebaran induk 25 ekor per bak. Selama penetasan telur, induk diberi makanan berupa ketela rambat, singkong atau kentang dipotong-potong kecil. Hal ini untuk menghindari dampak negatif kualitas air. Pada suhu 28 s/d 300 C telur akan menetas dalam waktu 6 s/d 12 jam.
2.7.2 Pemeliharaan Larva
Pemeliharaan larva udang galah dilakukan dalam bak bulat atau “conicle tank” dari fiberglass. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan tersebut antara lain kualitas air dan pemberian pakan. Ukuran pakan harus disesuaikan dengan bukaan mulut larva. Pada hari ketiga setelah menetas diberi pakan naupli “Artemia” dengan frekwensi 3 jam sekali. Pada hari ke sebelas diberi pakan artemia diselingi pakan buatan sampai menjadi post larva dengan frekwensi pemberian pakan 3 jam sekali.
Pergantian air dilakukan setiap hari sebanyak 25 s/d 50% dan sebelumnya kotoran dibersihkan dengan cara disiphon. Salinitas media pemeliharaan larva dipertahankan 10 s/d 12 ppt. Setelah menjadi juwana salinitas media diturunkan secara bertahap menjadi 0 ppt kemudian juwana siap dipasarkan atau ditebar ke kolam untuk dibesarkan sampai ukuran konsumsi.
2.7.3 Penyakit
Penyakit merupakan salah satu faktor pembatas keberhasilan pembenihan udang galah. Penyakit yang biasa timbul adalah penyakit bakterial yang berasal dari air laut yaitu Vibrio sp, dengan ditandai semacam stress, fluorisensi pada larva yang mati dan terjadi kematian massal dalam waktu yang singkat. Untuk mencegah terjadinya serangan bakterian perlu adanya ”Chlorinisasi” media dan pengeringan fasilitas selama 7 hari. Jika sudah terserang, pengobatannya menggunakan antibiotik dengan dosis 11 s/d 13 ppm, dengan cara perendaman selama 3 hari.
2.8 Pendederan
2.8.1 Persiapan Kolam
Tempat yang lebih cocok untuk pendederan juvenil adalah kolam yang mempunyai dasar berpasir. Sebelum melakukan penearan, maka kolam harus dipersiapkan lebih dahulu yaitu meliputi pengeringan dasar kolam selama 2 – 3 hari (tergantung cuaca), perbaikan pematang serta pembuatan saluran tengah kolam atau kemalir. Sebagai tempat untuk berlindung, maka dapat dipasang “shelter” atau pelindung dari daun kelapa secukupnya. Selanjutnya kolam diisi air sampai mencapai kedalaman 0,75 – 1 m. Dua atau tiga hari setelah pengisian air, kolam sudah siap untuk ditebar juvenil.
2.8.2 Penebaran Juvenil
Penebaran juvenil sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari yaitu pada saat suhu tidak terlalu panas.Hal ini untuk menghindarkan gangguan fisik (stress) yang diakibatkan oleh perubahan suhu yang besar secara tiba-tiba. Selain itu sebelum disebar juvenil harus diaklimatisasikan dahulu dengan air kolam tempat pendederan. Padat penebaran antaraa 35 – 50 ekor/m2 dengan berat rata-rata 0,012 – 0,016 gram/ekor.
2.8.3 Pemberian Pakan
Mengingat sampai saat ini belum tersedia pakan buatan secara khusus untuk udang galah, maka sementara ini dapat digunakan pakan buatan yang biasa diberikan untuk ikan. Jumlah yang diberikan sebanyak 10 – 15% dari berat total per hari, dalam 2 kali pemberian yaitu pada pagi dan sore hari. Kandungan protein pakan tersebut antara 20 – 30%. Oleh karena ukuran juvenil yang ditebar masih sangat kecil maka pakan harus dihancurkan dahulu dengan mesin penghancur atau dengan cara menambahkan air secukupnya. Selama pemeliharaan kondisi air dari saluran pemasukan sebaiknya dalam keadaan mengalir secara terus menerus.
2.8.4 Pemanenan
Bila pendederan sudah berumur 2 bulan, maka benih udang dapat dipanen. Untuk menghindari dari terik matahari, pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari. Selama 2 bulan periode pemeliharaan benih dapat mencapai ukuran 3 – 5 cm dengan berat 0,5 – 1,0 gram/ekor. Derajat kelangsungan hidup yang dapat dicapai dengan sistem pendederan tradisional ini sekitar 25 – 70%.
2.9 Pembesaran
2.9.1 Sarana dan Fasilitas
Jenis tanah yang cocok untuk pemeliharaan udang galah adalah tanah yang sedikit berlumpur dan tidak porous. Luas kolam yang digunakan dapat bervariasi antara 0,2 -1,0 Ha. Sebaiknya berbentuk empat persegi panjang dengan kedalaman kolam antara 0,5-1,0 m. dasar kolam harus rata dan dibuat kemalir (caren) secara diagonal dari saluran pemasukan sampai kesaluran pembuangan, hal ini untuk memudahkan pemanenan. Kualitas air yang masuk ke kolam harus baik dan bebas dari polusi.
2.9.2 Pengelolaan Kolam
Sebelum ditanami udang galah kolam sebaiknya dipersiapkan terlebih dahulu secara baik dengan cara :
• Kolam dikeringkan terlebih dahulu kemudian dicangkul untuk menggemburkan dan dibiarkan selama 3-5 hari
• Untuk memberantas hama dan penyakiy dasar kolam diberi kapur dengan dosis 50-100 gr/m², kapur dicampur dengan air kemudian disebarkan secara merata keseluruh permukaan dasar kolam dan dibiarkan selama 2-3 hari
• Kolam diisi air sampai mencapai kedalaman yang sudah ditentukan kemudian diberi pupuk organik berupa kotoran ayam sebanyak 500 gr/m² maksudnya untuk menumbuhkan pakan alami.
2.9.3 Teknik Pemeliharaan
Benih udang yang siap dipelihara di kolam adalah benih udang stadia juwana atau tokolan. Pemeliharaannya dapat dilakukan dengan dua cara :
2.9.3.1 Monokultur
Pemeliharaan secara monokultur adalah pemeliharaan udang di kolam tanpa dicampur dengan ikan lain. Padat penebaran sebanyak 5-10 ekor/m² bila pemberian pakan tidak intensif dan 20-30 ekor/m² dengan pemberian pakan secara intensif.
2.9.3.2 Polikurtur
Pemeliharaan secara polikurtur adalah pemeliharaan udang di kolam disatukan dengan ikan lainnya. Adapun yang dapat dibudidayakan dengan udang adalah ikan mola, ikan tawes, ikan nilem, dan ikan “big head”. Padat penebaran ikan 5-10 ekor/m² ukuran 5-8 cm. selama pemeliharaan dapat dilakukan pemupukan susus=lan setiap 2-3 minggu berupa urea 3-5 kg dan TSP 5-10 kg/Ha kolam.
2.9.4 Pemberian Pakan
Selain makanan alami selama pemeliharaan udang galah perlu dibarikan pakan tambahan berupa pelet udang dengan kadar protein 25-30 % karena makanan alami yang tersedia tergantung pada tingkat kesuburan perairan kolam. Pada pemeliharaan secara monokultur jumlah pakan tambahan yang diberikan mulai 20 % menurun sampai 5 % dari berat badan total populasi, dengan frekuensi pemberian 4-5 kali sehari, sedangkan pada pemeliharaan secara polikultur jumlah pakan tambahan yang diberikan mulai 6 % menurun sampai 3 % dari berat badan total populasi dengan frekuensi pemberian 4-5 kali sehari.
2.9.5 Pemanenan
Pemanenan udang galah dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
2.9.5.1 Panen total
Panen total dilakukan dengan cara mengeringkan kolam secara total, sehingga produksi total dapat segera diketahui. Kerugian system ini adalah udang yang masih kecil ikut dipanen serta membuang air yang telah kaya dengan organisme dan mineral.
2.9.5.2 Panen selektif
Panen selektif dilakukan dengan menggunakan jaring tanpa harus mengeringkan kolam, yang tertangkap hanya udang ukuran tertentu saja. Pemanenan selanjutnya tergantung kepada tingkat pertumbuhan udang. Kerugian system ini adalah banyak membutuhkan tenaga dan bila ada ikan predator tidak dapat dibersihkan dari kolam.

2.9.6 Predator dan Penyakit
2.9.6.1 Predator
Predator pada pemeliharaan udang galah dikolam adalah beberapa jenis ikan seperti catfish (lele lokal) dan Snakehead, burung dan ular. Kepiting merupakan pengganggu juga karena hewan tersebut melubangi pematang kolam. Untuk mencegah masuknya hewan predator, pada saluran pemasukan air dipasang saringan dan disekeliling pematang dipasang net setinggi 60 cm.
2.9.6.2 Penyakit
Penyakit yang banyak menyerang udang galah adalah “Black spot” yaitu penyakit yang diakibatkan oleh bakteri dan kemudian diikuti oleh timbulnya jamur, penyakit ini dapat mengakibatkan kematian dan menurunnya mutu udang. Untuk pencegahan penyakit yang diakibatkan oleh bakteri. Ini digunakan obat antibacterial yang diberikan secara oral melalui pakan.
2.9.7 Kualitas Air
Timbulnya penyakit pada udang biasanya disebabkan oleh kualitas air pada kolam kurang baik. Hal ini biasanya diakibatkan oleh padat penebaran yang terlalu banyak, rendahnya kandungan oksigen, pengaruh suhu serta tingginya derajat keasaman (pH) sehingga dapat menimbulkan banyak kematian. Air yang dipakai dalam pembesaran udang galah di kolam sebaiknya bebas dari polusi dengan kandungan oksigen lebih dari 7 ml/l, suhu optimum 27-30ÂșC, derajat keasaman (pH) 7,0-8,5 dan kesadahan total antara 40-150 mg/l.

















BAB III
METODOLOGI

1.3 Tempat dan Waktu
a. Tempat
Adapun tempat yang dijadikan sebagai kegiatan magang ini adalah Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Laut, Air Payau dan Udang (BPBPLAPU) Karawang.
b. Waktu Pelaksanaan PKL
Sedangkan untuk waktu pelaksanaan PKL nya sendiri dilaksanakan mulai dari tanggal 18 November s/d 29 November 2008.
3.2 Metode PKL
Metode yang digunakan selama kegiatan PKL di Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Laut, Air Payau dan Udang (BPBPLAPU) Karawang adalah metode praktik yang melibatkan diri secara langsung serta berpartisipasi aktif mengikuti segala bentuk kegiatan yang berkaitan dengan budidaya Udang Galah.
Sedangkan untuk memperoleh data primer yaitu dengan cara melakukan wawancara langsung dengan pihak pegawai dan teknisi yang terkait dengan bidangnya masing – masing.









BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Instansi
Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Laut, Air Payau dan Udang (BPBPLAPU) Karawang merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) di Lingkungan Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat.
BPBPLAPU Karawang berdiri pada tahun 1975 dengan nama Unit Pembinaan Budidaya Air Payau (UPBAP), kemudian berubah menjadi Balai Pengembangan Budidaya Air Payau (BPBAP) pada tahun 1998. Berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor 821.2/SK.860 G/Peg/2002 tanggal 2 Juli 2002 tentang alih tugas/alih jabatan di lingkungan Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat, maka UPBAP berubah menjadi Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Laut , Air Payau dan Udang (BPBPLAPU) dengan status eselon III.
Sebagai salah satu lembaga pengkajian, penerapan, dan pengembangan teknologi perikanan ikan laut dan air payau, maka BPBPLAPU Karawang memiliki Tugas Pokok dan Fungsi yang telah ditetapkan melalui Surat Keputusan Gubernur Propinsi Jawa Barat nomor 45 tahun 2002 tentang tugas pokok, fungsi dan rincian tugas Unit Pelaksana Teknis Dinas di Lingkungan Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat yaitu melaksanakan sebagian fungsi dinas di bidang pengembangan budidaya perikanan laut dan air payau.
Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Laut, Air Payau dan Udang (BPBPLAPU) terletak di Jl. Raya Cipucuk No. 13-15, Dusun Sukamulya, Desa Pusakajaya Utara, Kecamatan Pedes , Kabupaten Karawang dengan ketinggian 1-2 meter diatas permukaan laut (dpl) pada surut rata-rata terendah. Instansi ini memiliki luas lahan 15 ha dengan rincian 12 ha merupakan lahan pertambakan dan 3 ha adalah lahan untuk perumahan dan perkantoran.
4.2 Hasil
Hasil yang diperoleh selama mahasiswa melaksanakan praktek di Balai Pengembangan dan Budidaya Perikanan Laut, Air Payau dan Udang (BPBPLAPU) tentang kegiatan budidaya udang galah (Macrobranchium rosenbergii) adalah sebagai berikut :
4.2.1 Pengelolaan Induk
• Pengadaan Induk
Induk yang digunakan oleh BPBPLAPU dalam kegiatan pembenihan berasal dari hasil kegiatan pembesaran.
• Seleksi Induk
Perbedaan :
- Jantan
 Bentuk tubuh bagian perut lebih ramping dan ukuran pleuronnya lebih pendek
 Letak kelamin terdapat dibaris pasangan kaki jalan kelima
 Bentuk dan ukuran kaki jalan ke dua sangat mencolok, yakni besar dan panjang mirip galah
- Betina
 Bagian tubuh tumbuh melebar dan pleuronnya agak memanjang
 Alat kelamin terdapat pada baris pasangan kaki jalan ketiga
 Pasangan kaki jalan ke dua lebih kecil dan tidak mencolok
• Pemeliharaan Induk
 Wadah : bak beton berbentuk persegi panjang berukuran 4 x 2,5 x 2 meter 3
 Ketinggian air : 30 cm
 Kadar salinitas : 12 ‰
 Pakan menggunakan : pellet dan kentang


4.2.2 Pemijahan
 Wadah pemijahan : bak beton persegi panjang, berukuran 4 x 2,5 x 2 meter 3
 Ketinggian air : 30 cm
 Kadar salinitas : 12 ‰
 Pakan menggunakan : pellet dan kentang
 Perbandingan induk : jantan dan betina (1 : 3 dan 2 : 5)
4.2.3 Penetasan Telur
 Wadah : bak beton yang berbentuk bulat
 Ukuran bak : tinggi 1 m, diameter 1
 Tinggi air : 30 cm
 Padat tebar iinduk : 9 ekor/bak
 Jumlah larva yang dihasilkan : 44.000 ekor/6 bak
4.2.4 Pemeliharaan Larva
 Wadah : bak beton berbentuk bulat
 Ukuran bak : tinggi 1 m, diameter 1
 Tinggi air : 60 cm
 Volume media pemeliharaan : 471 liter
 Kepadatan larva : 93 ekor/liter
 Pakan larva : naupli artemia

4.2.4 Pembesaran
 Wadah : Tambak berbentuk persegi panjang
 Luas Tambak : 0,25 ha
 Sistem pemeliharaan : polikultur dengan bandeng
 Sumber benih : Hatcheri di daerah Pengandaran, Ciamis.
Proses yang dilakukan selama kegiatan pembesaran adalah sebagai berikut :

4.2.4.1 Persiapan Tambak
Persiapan kolam pemeliharaan udang galah meliputi :
- Pengeringan kolam
- Perbaikan pematang, pengelolaan tanah dasar kolam dan pembuatan kamalir
- Pengapuran kolam yang bertujuan untuk sanitasi kolam dengan dosis 10-25 gram/m2
- Pemupukan sebanyak 100-250 grm/m2 dapat dilakukan bila udang hanya diberi sedikit makanan tambahan, tetapi bial makanan tambahan penuh diberikan, pemupukan kolam tidak perlu dilakukan
- Untuk mencegah hewan liar, pada saluran pemasukan dipasang saringan
- Penebaran benih dilakukan setelah 5-7 hari pengisian air kolam.
4.2.4.2 Penebaran Benih
Benih udang galah yang ditebarkan sebaiknya berukuran tokolan sup[aya lebih tahan dibandingan juvenil. Padat penebaran berumur 1-2 bulan, dengan masa pemeliharaan 3-5 bulan.
4.2.4.3 Makanan dan pemberian pakan
Selama pemeliharaan, udan galah di beri makanan tambahan berupa pellet ( 25% protein), dengan jumlah pakan sebanyak 5% dari berat total biomasa populasi udang bperhari. Frekuensi pemberiannya adalah 2 hari per hari, yaitu pada sore hari dan malam hari, karena pada waktu itu biasanya udang lebih aktif.
Untuk menentukan jumlah berat populasi udang yang ada yaitu dengan cara mengambil sedikit udang untuk sampel yang kemudian kita bisa mengetahui berat rata-ratanya. Berat rata-rata tadi dikalikan dengan jumlah udang yangdi perkirakan ada dalam kolam untuk mendapatkan jumlah berat seluruhnya. Jumlah pemberian (5%) per hari harus disesuaikan setiap 2 minggu sekali. Apabila semua dalam keadaan baik, untuk pertumbuhan udang kita bisa mengharapkan mortalitas hanya ± 5% per bulannya. Dengan demikian dapat diperkirakan jumlah udang yang dapat dipanen dengan mengurangi 5% tiap bulannya.
Makanan buatan dalam bentuk pellet dapat dipasaran, dapat pula dibuat sendiri dengan mencampurkan semua bahan yang diperlukan dan menghancurkannya dengan mesin penggiling.
4.2.4.4 Pemanenan
Setelah masa pemeliharaan 3-5 bulan udang dapat dipanen. Pada saat panen total ukuran udang bervariasi beratnya yaitu : 20-100 gram per ekor. Sistem pemanenan dapat juga dilakukan secara bertahap dimana hanya dipilih ukuran konsumsi (ukuran pasar). Pada tahap pertama dilakukan setelah dua bulan masa pemeliharaan (dari ukuran tokolan) dengan menggunakan jaring dan setiap bulan berikutnya. Produksi udang galah dapat mencapai 2-4 ton per ha. Teknik memanen yang paling murah adalah dengan mengeringakan kolam baik sebagian maupun menyeluruh. Biasanya apabila akan memanen seluruh udang maka kolam dikeringkan sama sekali, tetapi kalau akan memanen sebagian saja maka hanya sebagian air yang dibuang.
Pada saat pemanenan sebaiknya dimasukkan air segar kedalam kolam melalui saluran air masuk. Selain itu panenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari dimana temperatur masih rendah. Air segar perlu dialirkan kedalam kolam untuk mencegah agar udang tidak mati kepanasan. Air dibuang melalui pusat saluran pembuangan dalam kolam sehingga semua udang akan mmengumpul didalam bak penangkap ataupun dalam saluran, kemudian ditangkap dengan menggunakan jaring kecil (serok). Setelah itu dimasukkan kedalam ember yang diisi es atau dalam kemasan ytang telah disiapkan dan dikirim kepasaran. Apabila dipanen seluruhnya maka kolam harus dikeringakan dan disiapkan lagi untuk pemeliharaan berikutnya.
4.2.4.5 Penanganan pasca panen
Udang yang telah dipanen, kemudian ditampung dalam waring yang dipasang pada tambak lain. Waring yang dipasang berjumlah 2 buah, hal ini untuk memudahkan dalam proses grading dan sortasi. Udang yang berukuran besar dan kecil, dipisahkan dalam waring yang berbeda. Pengangkutan udang dilakukan menggunakan wadah berupa box ( ice box ) dan udang disusun secara berlapis dengan es.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Seleksi Induk
Induk udang galah yang digunakan untuk kegiatan pembenihan berasal dari hasil kegiatan pembesaran yang berlangsung di tambak. Kegiatan seleksi ini dilakukan bersamaan dengan kegiatan pemanenan, yaitu pada saat penyortiran. Udang – udang yang sesuai dengan kriteria calon induk yang baik, kemudian dipisahkan. Seleksi induk bertujuan untuk memperoleh induk yang mempunyai sifat-sifat baik yang diharapkan dapat menurun pada generasi berikutnya. Seleksi induk yang baik adalah dengan cara mengenali sifat-sifat genetis dari udang galah tersebut. Sebagai titik tolak dapat dipakai fenotipe (ciri-ciri bentuk luar) yang dapat di jadikan gambaran dari genotipenya.
Asal induk yang dipergunakan dalam pembenihan perlu mendapat perhatian yang baik. Induk yang telah lama digunkan mutunya akan menurun. Induk alam secara genetis mempunyai keturunan yang lebih baik dari pada induk yang berasal dari hasil budidaya.
Dalam melakukan seleksi induk, kriteria yang diguanakan adalah sebagai berikut :
Jantan :
• Ukuran relatif besar yaitu bobot > 50 gram
• Organ lengkap
• Gerakan lincah
• Tidak cacat
Betina :
• Bobot minimal 40 gram
• Organ lengkap
• Gerakan lincah
• Tidak cacat
• Matang gonad ditandai dengan warna gonad yang cerah

4.3.2 Pemeliharaan Induk
Calon induk udang galah yang telah diseleksi kemudian dipelihara di dalam bak dengan tujuan untuk proses adaptasi dan proses pematangan gonad. Kegiatan pemeliharaan induk di BPBPLAPU dilakukan pada bak berbentuk persegi panjang berukuran 4 x 2,5 x 2 meter3 , dengan ketinggian air 30 cm. Bak dilengkapi selang aerasi dan shelter yang terbuat dari pipa PVC berukuran 3 inch. Tujuan penggunaan shelter ini adalah untuk tempat persembunyian dan menghindari kenibalisme. Sesuai dengan literatur, pemeliharaan induk jantan harus dipisahkan, akan tetapi di BPBPLAPU kegiatan pemeliharaan induk jantan dan betina disatukan karena ketersediaan wadahnya yang terbatas.
4.3.3 Pemijahan
Sistem pemijahan yang dilakukan di BPBPLAPU merupakan pemijahan secara massal dan dilakukan pada 1 bak, yaitu bak pemeliharaan larva. Dengan demikian, ketika akan kegiatan pemijahan tidak dapat terkontrol dengan baik. Perbandingan jumlah induk jantan dan betina yang dipisahkan adalah 1 : 3 dan 2 : 5. Hal ini sesuai dengan sifat induk jantan yang dapat mampu membuahi induk betina lebih dari satu ekor. Selama kegiatan pemijahan, induk diberi pakan berupa kentang dengan tujuan untuk mencukupi nutrisi yang dibutuhkan oleh induk.

4.3.4 Penetasan Telur
Setelah waktu pemijahan berlangsung selama 21 hari, maka dilakukan seleksi induk-induk yang sedang mengerami telurnya. Induk-induk yang sedang mengerami telurnya kemudian dipisahkan ke dalam bak penetasan. Induk-induk dipisahkan berdasarkan warna telurnya, telur yang berwarna kuning cerah menunjukan bahwa telur tersebut berada pada awal pengeraman. Semakin gelap warna telur, yaitu abu-abu menandakan telur yang sudah siap menetas. Padat tebar induk pada bak penetasan adalah 9 ekor untuk bak bulat berdiameter 1 m, tinggi bak 1m, dan tinggi air 30 cm.
Selama proses penetasan pakan harus selalu diberikan dan tersedia cukup banyak karena Jika selama penetasan induk kurang pakan, staminanya akan menurun dan bahan telur yang dikandung akan berkurang. Ada kemungkinan telur tersebut dimakan sebagai ganti pakan. Hal tersebut merupakan proses alamiyah yang wajar, karena udang yang kurang makan bertindak sesuai dengan instingnya. Udang yang kurang makan tidak hanya akan memakan telurnya saja tetapi juga akan makan larva. Oleh karena itu selama proses penetasan (umumnya masa inkubasi) harus tersedia pakan yang cukup agar kondisi telur terjaga dengan baik. Makanan dapat berupa umbi-umbian, kelapa atau bentuk makanan lain yang tidak mudah hacur, sehingga media tetap bersih selama penetasan berlangsung.
Untuk memperoleh larva yang seragam hendaknya waktu penetasan diperhatikan. Apabila setelah 6-12 jam telur belum sebelumnya menetas, induk harus dipindahkan ke bak penetasan lainnya, karena perbedaan umur larva yang terlalu jauh perbedaan pertumbuhannya akan terlalu besar, sehingga akan memperpanjang waktu pemeliharaan atau juga merangsang terjadinya kanibalisme.


4.3.5 Pemeliharaan Larva
Setelah proses pengeraman, telur yang warnanya sudah gelap akan menetas dalam waktu 6 – 12 jam. Ketika terjadi proses penetasan, maka akan terlihat larva udang berenang di kolom air. Larva yang sudah menetas tidak langsung diambil, akan tetapi dibiarkan selama beberapa hari. Larva dapat dipindahkan kedalam bak pemeliharaan larva setelah berumur 3 – 4 hari. Proses pemindahan dilakukan dengan cara menyerok larva menggunakan seser halus secara perlahan-lahan. Proses pemeliharaan larva dilakukan pada bak berukuran sama dengan bak penetasan induk yaitu bak bulat berdiameter 1 m, tinggi 1m dan kedalaman air 60 cm. Air yang digunakan untuk kegiatan pemeliharaan memiliki salinitas 12 ppt dengan suhu yang dijaga agar tetap stabil. Bak pemeliharaan dilengkapi dengan selang aerasi dan heater.
Larva yang baru menetas belum memerlukan makanan tambahan karena masih ada persediaan makanan di dalam kuning telurnya. Makanna tambahan diberkan setelah larva berumur 2 – 3 hari. Jenis makanan tambahan yang diberikan selama proses pemeliharaan berlangsung adalah naupli artemia yang ditetaskan di wadah terpisah, jumlah artemia yang diberikan disesuaikan dengan umur larva udang.
Selama proses pemeliharaan larva berlangsung dilakukan pengelolaan kualitas air. Pengelolaan air bertujuan untuk menyediakan lingkunagan hidup yang optimal bagi larva untuk hidup, berkembang, dan tumbuh sehingga diperoleh kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva yang maksimal. Larva yang hidup pada lingkungan yang optimal memiliki nafsu makan yang tinggi sehingga bisa berkembang dan tumbuh lebih cepat serta sehat.
Bentuk kegiatan pengelolaan air dalam wadah kultur larva antara lain pemberian aerasi, penyiponan dan pergantian air. Pemberan aerasi adalah memasukkan udara ke dalam air sehingga O2 terdifusi ke dalam air dan kandungan oksigen terlarut dalam air menjadi meningkat dalam rangka menyuplai O2 bagi larva. Selain itu, aerasi juga bertujuan untuk mendestribusikan pakan, terutama pakan buatan yang berbentuk mikro kapsul. Adanya aerasi bisa menyebabkan pakan buatan tersebut terdestribusi dan selalu bergerak sehingga memudahkan upaya foraging larva.
Pergantian air media pemeliharaan larva bertujuan untuk membuang feses, metabolit amonia, CO2, dan sebagainya ke luar wadah pemeliharaan. Bahan yang tidak bermanfaat dan bahan merugikan bagi larva tersebut biasanya tersedimentasi di dasar wadah pemeliharaan. Untuk mengeluarkan bahan tersebut dilakukan dengan cara penyiponan dan membuangnya ke luar wadah. Air yang ikut terbuang diganti dengan air segar sehingga ligkungan pemeliharaan larva kembali segar. Penyiponan kotoran di dasar wadah dilakukan secara hati – hati sehingga larva tidak ikut tersedot keluar, kecuali larva yang lemah dan bakal mati
4.3.6 Pendederan
Kegiatan pembenihan udang galah yang dilakukan di BPBPLAPU masih tergolong kegiatan uji coba, sehingga belum sampai dalam proses pendederan. Selain itu, fasilitas untuk kegiatan pendederan yang ada tidak cukup untuk melakukan kegiatan pendederan.
4.3.7 Pembesaran
Kegiatan pembesaran udang galah di BPBPLAPU dilakukan dalam tambak. Tambak yang digunakan adalah tambak dengan konstruksi tanah dan salinitas air tambak sangat kecil, yaitu 2-3 ppt. Air yang digunakan untuk mengair tambak berasal dari sumur bor yang disedot menggunakan pompa. Sebelum tambak digunakan untuk kegiatan pembesaran tambak terlebih dahulu dikerngkan, pengeringan tambak ini bertujuan untuk mengoksidasi bahan organik yang terkandung di dalam lumpur dasar tersebut menjadi mineral (hara). Oleh karena itu proses pengeringan ini dapat disebut proses mineralisasi. Proses pengeringannya sendiri berlangsung kurang lebih selama 1 – 3 minggu tergantung pada kondisi cuaca .
Adanya retak-retak pada dasar tambak tersebut memungkinkan udara (mengandung oksigen) dapat masuk ke dalam lapisan tanah lumpur yang lebih dalam untuk mengoksidasi bahan organik di dalamnya. Selain itu, pengeringan dan penjemuran dasar tambak juga bertujuan untuk membunuh bakteri patogen dan membunuh telur dan benih organisme hama yang kelak bisa menjadi kompetitor atau predator.
4.3.8 Pemberian Pakan
Pakan buatan (pellet) diberikan selama kegiatan pembesaran Udang Galah berlangsung di tambak, pemberian pakan ini dilakukan empat kali dalam satu hari secara manual yaitu ditebar secara langsung menggunakan tangan.
Pakan pellet yang diberikan pada udang galah ini memiliki water stability yang lama karena udang galah merupakan pemakan lambat dan bila mana pakan buatan yang diberikan cepat rusak, maka pakan tersebut tidak akan termakan oleh udang dan akan mengotori media pembesaran, selain memiliki water stability yang lama pakan juga harus memiliki berat jenis > berat jenis air agar mudah tengelam. Karena udang termasuk pemakan dasar.
4.3.9 Pemanenan
Proses pemanenan udang galah yang dibesarkan di tambak dilakukan setelah udang galah dipelihara selama 5 – 6 bulan. Proses pemanenannya sendiri dilakukan mulai dari menyiapkan alat penangkapan, wadah penampungan, dan wadah pengangkutan hasil panen, proses pengeriangan tambak dilakukan 1 hari sebelum dilakukan pemanenan karena tabaknya sendiri memiliki uuran yang besar dan volume airnya pun sangat banyak sehingga diperlukan waktu yang cukup lama untuk menyusutkan airnya.
Untuk menyusutkan air pada tambak digunakan mesin pompa sebagai alat untuk menyurutkannya karena antara permukaan tambak dengan permukaan air laut permukaannya hampir sama rata sehingga tidak mungkin penyurutan dilakukan secara grafitasi, untuk proses pemanenannya atau penangkapan udangnya dilakukan pada pagi hari (subuh).
Setelah air ditambak berkurang sebanyak 50% maka udang siap untuk di tangkap, proses penangkapannya sendiri dilakukan dengan menggunakan jala yang ditarik oleh beberapa orang. Penagkapannya sendiri harus dilakukan secara hati – hati agar udang galah tidak stres jika stres udang galah akan melompat dan masuk ke lumpur sehingga kualitasnya akan menurun. Setelah udang tertangkap kemudian udang ditampung terlebih dahulu dalam waring yang sebelumnya sudah dipersiapkan pada tanbak yang lain untuk dilakukan penyortiran.
Setelah dilakukan prosespenyortiran karena para konsumen biasaya meminta udang dalam keadan mati maka proses pengangkutannya sendiri tidak terlalu susah yaitu dengan cara udang galah dikemas dalam wadah berupa tond ataupun sterofoam untuk menjaga kesegarn udang galah maka didalam tong atau sterofoam tersebut diberikan es.


















BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Setelah mahasiswa melaksanakan kegiatan praktek di Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Laut, Air Payau dan Udang, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Mahasiswa mengetahui kegiatan budidaya udang galah dari tahap pembenihan sampai pembesaran.
2. Kegiatan budidaya udang galah yang dilakukan di BPBPLAPU lebih ditekankan pada kegiatan pembesaran di tambak, dan kegiatan pembenihan masih terbatas pada kegiatan uji coba. Karena sarana dan prasarana pembenihan yang dimiliki kurang begitu lengkap.
3. Sistem pemijahan udang galah dilakukan secara massal yaitu pada bak pemijahan yang diisi beberapa pasang induk jantan dan betina dengan perbandingan 1 : 3 atau 2 : 5.
4. Sistem pemeliharaan udang di tambak dilakukan secara polikultur dengan ikan bandeng.
5.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan setelah mahasiswa melaksanakan praktek di BPBPLAPU adalah sebagai berikut :
1. Kegiatan pembenihan udang galah sebaiknya dilakukan secara terkontrol dengan cara memisahkan antara bak pemeliharaan dengan bak pemijahan, dengan demikian akan diketahui induk yang siap memijah dengan induk yang belum siap untuk dipijahkan.
2. Untuk mempelajari kegiatan budidaya udang galah memerlukan waktu yang lebih lama, sehingga untuk kegiatan praktek berikutnya sebaiknya alokasi waktu untuk praktek ditambah.

DAFTAR PUSTAKA

AQUACOP, 1977, Marcrobrachium Rosenbergii (de Man) Culture in Polynesia Progress in Developing a Mass Intensive Larvae Rearing Inclear Water, Proc.World Maricult. Soc. 8 Avoult J.W. (Ed) Lousiana State University, Baton Rouge 311 p.
Hadie, W. dan J. Supriyatna, 1984, Pengembangan Udang Galah dalam Hatchery dan Budidaya, Penerbit Kanisius Yogyakarta.
Kompyang, I.P. dan R. Arifudin 1989, Pengaruh Halquinol Terhadap Pertumbuhan Udang Windu, Pros. Temu Karya Ilmiah Penelitian Menuju Program Swa Sembada Pakan Ikan Budidaya. Jakarta, Pros/Puslitbangkan/17/1898:151-154.
P. O’Donovan., P.M. abraham and D. Cohen, 1984, The Ovarian Cycle During the Intermoult in Ovigerous Macrobrachium Rosenbergii, Aquaculture 36:347-358.
Sherman, I.W. and V.G. Sherman, 1979, The Invertebrate: Function and Form, Macmillan publishing Co. Inc, New York. 177 p.
Uno, Y. and Soo, K.C., 1969, Larval Development of M Rosenbergii (de Man) in the Laboratory, Journal af Tokyo University of Fisheries (55), 2:179.

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com