4.30.2009

Budidaya Teripang

Teripang merupakan salah satu komoditas ekspor dari hasil laut yang perlu segera dikembangkan cara budidayanya. Hal ini diperlukan mengingat nilai ekonomisnya yang cukup tinggi di pasaran luar negeri, namun sampai saat ini sebagian besar produknya masih merupakan hasil tangkapan dari laut, sehingga produktivitasnya masih sangat tergantung dari alam.

Gambar 1. Teripang
Dari hasil penelitianjenis hewan laut ini mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan antara lain adalah :
• Dapat hidup bergerombol dengan padat penebaran tinggi;
• Metoda budidayanya dapat dilakukan secara sederhana dan tidak memerlukan teknologi tinggi dan modal yang besar;
• Makanannya berupa ganggang penempel, detritus, molusca kecil yang banyak tersedia di perairan alam;
• Dagingnya enak dimakan dan mudah diproses menjadi makanan serta merupakan komoditi ekspor.
Beberapa spesies teripang yang mempunyai nilai ekonomis panting diantaranya: teripang putih, Holothuria scabra, teripang koro, Microthele nobelis, teripang pandan, Theenota ananas, teripang dongnga, Stichopu ssp. dan beberapa jenis teripang lainnya. Teripang putih sudah mulai dicoba dibudidayakan oleh nelayan di Desa Sopura, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Berdasarkan laporan Wedjatmiko et. al. (1987) bahwa teripang putih yang dipelihara oleh nelayan di Desa Sopura dapat mencapai berat 600 - 700 g (berat basah) dalam waktu enam bulan pemeliharaan dari benih ukuran 100 -150 g (berat basah). Nessa et al (1986) melaporkan bahwa teripang putih dapat mencapai ukuran 1500 g apabila dipelihara pada kedalaman 5 - 6 meter selama enam bulan.
BUDIDAYA TERIPANG
A. Pemilihan Lokasi
Pemilihan lokasi budidaya, merupayan salah satu syarat yang cukup menentukan untuk mencapai keberhasilan suatu usaha budidaya teripang. Hal ini disebabkah lokasi atau tempat pemeliharaan teripang adalah tempat yang secara langsung mempengaruhi kehidupannya.
Kriteria pemilihan lokasi yang cocok bagi budidaya teripang adalah sebagai berikut:
1. Tempat terlindung
Bagi budidaya teripang diperlukan tempat yang cukup terlindung dari guncangan angin dan ombak.
2. Kondisi dasar perairan
Dasar perairan hendaknya berpasir, atau pasir berlumpur bercampur dengan pecahan-pecahan karang dan banyak terdapat tanaman air semacam rumput laut atau alang-alang laut.
3. Salinitas
Dengan kemampuan yang terbatas dalam pengaturan esmatik, teripang tidak dapat bertahan terhadap perubahah drastis atas salinitas (kadar garam). Salinitas yang cocok adalah antara 30 - 33 ppt.
4. Kedalaman air
Di alam bebas teripang hidup pada kedalaman yang berbeda-beda menurut besarnya. Teripang muda tersebar di daerah pasang surut, setelah tambah besar pindah ke perairan yang dalam. Lokasi yang cocok bagi budidaya sebalknya pada kedalaman air laut 0,40 sampai 1,50 m pada air surut terendah.
5. Ketersediaan Benih
Lokasi budidaya sebaiknya tidak jauh dari tempat hidup benih secara alamiah. Terdapatnya benih alamiah adalah indikator yang baik bagi lokasi budidaya teripang;
6. Kondisi lingkungan
Perairan sebaiknya harus memenuhi standard kualitas air laut yang baik bagi kehidupan teripang seperti
o pH 6,5 - 8,5
o Kecerahan air laut 50 cm
o Kadar oksigen terlarut 4 - 8 ppm
o Suhu air laut 20 - 25° Celcius
o Disamping itu, lokasi harus bebas dari pencemaran seperti bahan organik, logam, minyak dan bahan-bahan beracun lainnya.




Metode Budidaya
Metode yang digunakan untuk membudidayakan teripang (ketimun laut) yaitu dengan menggunakan metode penculture. Metode penculture adalah suatu usaha memelihara jenis hewan laut yang bersifat melata dengan cara memagari suatu areal perairan pantai seluas kemampuan atau seluas yang diinginkan sehingga seolah-olah terisolasi dari wilayah pantai lainnya.
Bahan yang digunakan ialah jaring (super-net) dengan mata jaring sebesar 0,5 - 1 inci atau dapat juga dengan bahan bambu (kisi-kisi). Dengan metode ini maka lokasi/areal yang dipagari tersebut akan terhindar dari hewan-hewan pemangsa (predator) dan sebaliknya hewan laut yang dipelihara tidak dapat keluar dari areal yang telah dipagari tersebut.
Pemasangan pagar untuk memelihara teripang, baik pagar bambu (kisi-kisi) ataupun jaring super net cukup setinggi 50 cm sampai 100 cm dari dasar perairan. Luas lokasi yang ideal penculture ini antara 500 - 1.000 m2.
a. Sumber benih teripang
Benih teripang dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu :
• melakukan pemungutan dari alam dan
• dengan memelihara induk-induk teripang pada petak-petak di dalam area penculture.
Teripang yang dijadikan induk ialah yang sudah dewasa atau diperkirakan sudah dapat melakukan reproduksi dengan ukuran berkisar antara 20 - 25 cm. Sedangkan benih teripang alam yang baik untuk dibudidayakan dengan metoda penculture adalah yang memiliki berat antara 30 sampai 50 gram per ekor atau kira-kira memiliki panjang badan 5 cm sampai 7 cm. Pada ukuran tersebut benih teripang diperkirakan sudah lebih tahan melakukan adaptasi terhadap lingkungan yang baru.
b. Pengangkutan benih/induk
Di dalam hal budidaya teripang cara pengangkutan benih/ induk merupakan hal yang penting. Lebih-lebih apabila sumber benih/induk teripang yang akan dibudidayakan letaknya relatif jauh, sehingga diperlukan teknik yang baik didalam pengangkutan teripang tersebut agar tetap hidup sampai di lokasi budidaya. Metode pengangkutan teripang agar dapat memberikan tingkat kehidupan yang tinggi adalah sebagai berikut:
• Teripang dimasukan pada kantong plastik ukuran 2 liter dengan media air dan pasir. Sebelumnya kantong plastik digelembungkan untuk melihat kantong tersebut bocor atau tidak.
• Kepadatan untuk masing-masing jenis adalah : untuk teripang putih dan teripang grido dengan berat antara 100-200 g adalah 3 ekor untuk setiap kantong, sedangkan untuk teripang jenis olok-olok 4 ekor untuk setiap kantong plastik.
c. Makanan Teripang
Faktor makanan dalam pemeliharaan (budidaya teripang tidak menjadi masalah sebagaimana halnya hewan-hewan laut lainnya. Teripang dapat memperoleh makanannya dari alam, berupaplankton dan sisa-sisaendapan karang yang beracadi dasar laut. Namun demikian untuk lebih mempercepat pertumbuhan teripang dapat diberikan makanan tambahan berupa campuran dedak dan pupuk kandang (kotoran ayam).
Cara pemberian makanan tambahan tersebut adalah sebagai berikut :
• Dedak halus dan kotoran ayam dicampur rata
• Campuran dimasukkan kedalam kantong plastik
• Kemudian direndam deism air laut sampai campuran menjadi lengket, lalu dibentuk menjadi gumpalan.
• Gumpalan tersebut kemudian disebar merata kedalam kurungan.
Cara lain agar pupuk tidak hanyut dapat dilakukan sebagai berikut:
• Pupuk dimasukkan ke dalam karung plastik dan ditenggelamkan ditempat pemeliharaan.
• Setelah kira-kira 10 hari akan muncul micro organisms sebagai makanan teripang.
Pemberian makanan tambahan sebaiknya dilakukan pada sore hari.. Hal ini disesuaikan dengan sifat hidup atau kebiasaan hidup dari teripang. Pada waktu siang hari teripang tidak begitu aktif bila dibandingkan dengan pada malam hari, karena pada waktu siang hari ia akan membenamkan dirinya dibawah dasar pasir/karang pasir untuk beristirahat dan untuk menghindari/melindungi dirinya dari pemangsa/predator, sedangkan pada waktu malam hari ia akan lebih aktif mencari makanan, baik berupa plankton maupun sisa-sisa endapan karang yang berada didasar perairan tempat hidupnya.
d. Padat penebaran
Teripang dapat hidup bergerombol dilempat yang terbatas. Oleh karena itu dalam usaha budidayanya dapat diperlakukan dengan padat penebaran yang tinggi. Untuk ukuran benih teripang sebesar 20 - 30 gram per ekor, padat penebaran berkisar antara 15 - 20 ekor per meter persegi, sedangkan untuk benih teripang sebesar 40 - 50 gram per ekor, padat penebarannya berkisar antara 10 - 15 ekor per meter persegi.
Waktu yang tepat untuk memulai usaha budidaya teripang disuatu lokasi tertentu ialah 2-3 bulan setelah waktu pemijahan teripang di alam (apabila menggunakan benih dari alam). Benih alam yang berumur 2 sampai 3 bulan diperkirakan sudah mencapai berat 20 - 50 gram per ekor.
e. Panen
Pemungutan hasil panen dapat dilakukan setelah ukuran teripang berkisar antara 4 sampai 6 ekor per kg (market size). Untuk mendapatkan ukuran ini biasanya teripang dipelihara selama 6 - 7 bulan, dengan survival yang dicapai kurang lebih 80% dari total penebaran awal. Panen dilakukan pada pagi hari sewaktu air sedang surut dan sebelum teripang membenamkan diri. Panen dapat dilakukan secara bertahap yaitu dengan memilih teripang yang berukuran besar atau juga dapat dilakukan secara total, kemudian dilakukan seleksi menurut golongan ukuran.

Read More......

4.28.2009

TEKNIK PEMBENIHAN NILA GIFT SECARA MASSAL DAN PEMBESARAN DI TAMBAK

I.PENDAHULUAN

Secara genetik ikan nila GIFT ( Genetic Improvement for Farmed Tilapia ) telah terbukti memiliki keunggulan pertumbuhan dan produktivitas yang lehih tinggi dibandingkan dengan jenis ikan nila lain. Selain itu, ikan nila mempunyai sifat omnivora, sehingga dalam budidayanya akan sangat efisien, dalam biaya pakannya rendah. Padahal Komponen biaya pakan dalam usaha budidaya mencapai 70% dari biaya produksi. Sebagai perbandingan nilai efisiensi pakan atau konversi pakan ( Food Conversion Ratio ), ikan nila yang dibudidayakan di tambak atau karamba jaring apung adalah 0,5 - 1,0 ; sedang ikan mas sekitar 2,2 - 2,8.

Pertumbuhan ikan nila jantan dan betina dalam satu populasi akan selalu jauh berbeda, nila jantan 40% lebih cepat dari pada nila betina. Disamping itu, yang betina apabila sudah mencapai ukuran 200 g pertumbuhannya semakin lambat, sedangkan yang jantan tetap tumbuh dengan pesat. Hal ini akan menjadi kendala dalam memproyeksikan produksi. untuk mengantisipasi kendala ini, saat ini sudah dilakukan proses jantanisasi atau membuat populasi ikan menjadi jantan semua ( Sex-reversal ) yaitu dengancara pemberian hormon 17 Alpa methyltestosteron selama perkembangan larva sampai umur 17 hari.

Pembenihan ikan nila dapat dilakukan secara massal di perkolaman secara terkontrol ( pasangan ) dalam bak-bak beton. Pemijahan secara massal ternyata lebih efisien, karena biaya yang dibutuhkan relatif lebih kecil dalam memproduksi larva untuk jumlah yang hampir sama.

Pembesaran ikan nila dapat dilakukan di kolam, karamba jaring apung atau di tambak. Budidaya nila secara monokultur di kolam rata-rata produksinya adalah 25.000 kg/ha/panen, di karamba jaring apung 1.000 kg/unit (50 m2)/panen (200.000 kg/ha/panen), dan di tambak sebanyak 15.000 kg/ha/panen.

Ada segi positif dari budidaya ikan nila di tambak yaitu pertumbuhannya lebih cepatdibandingkan di kolam atau di jaring apung. Ikan nila ukuran 5-8 cm yang dibudidayakan di tambak selam 2,5 bulan dapat mencapai 200 g, sedangkan di kolam untuk mencapai ukuran yang sama diperlukan waktu 4 bulan.

Tekstur daging ikan nila memiliki ciri tidak ada duri kecil dalam dagingnya. Apabila dipelihara di tambak akan lebih kenyal, dan rasanya lebih gurih, serta tidak berbau lumpur. Oleh kerena itu, ikan nila layak untuk digunakan sebagai bahan baku dalam industri fillet dan bentuk-bentuk olahan lain.

A.Pembenihan

Lahan atau kolam untuk pembenihan nila dibagi dalam dua kelompok yaitu kolam pemijahan dan kolam pendederan. Kolam-kolam sebaiknya dibuat dengan pematang yang kuat , tidak porous ( rembes ), ketinggian pematang aman ( minimal 30 cm dari permukaan air ), sumber pemasukan air yang terjamin kelancarannya, dan luas kolam masing - masing 200 m2. Di samping itu perlu di perhatikan juga keamanan dari hama pemangsa ikan seperti anjing air, burung hantu, kucing dan lain-lain, sehingga dianjurkan agar agar lingkungan perkolaman babas dari pohon pohon yang tinggi dan rindang, sementara sinar matahari pun dapat masuk ke dalam kolam.

Induk ikan nila mempunyai bobot rata-rata 300 g/ekor. perbandingan betina dan jantan untuk pemijahan adalah 3:1 dengan padat tebar 3 ekor /m2. Pemberian pakan berbentuk pellet sebanyak 2% dari bobot biomassa per hari dan diberikan tiga kali dalam sehari. Induk ikan ini sebaiknya didatangkan dari instansi resmi yang melakukan seleksi dan pemuliaan calon induk diantaranya Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Sukamandi, sehingga kualitas kemurnian dan keunggulannya terjamin.

Induk nila betina dapat matang telur setiap 45 hari. Setiap induk betina menghasilkan larva ( benih baru menetas ) pada tahap awal sekitar 300 g sebanyak 250-300 ekor larva. Jumlah ini akan meningkat sampai mencapai 900 ekor larva sesuai dengan pertambahan bobot induk betina ( 900 g ). Setelah selesai masa pemijahan dalam satu siklus ( 45 hari ), induk-induk betina diistirahatkan dan dipisahkan dari induk jantan selama 3-4 minggu dan diberi pakan dengan kandungan protein diatas 35 %.

Setelah dua minggu masa pemeliharaan adaptasidi kolambiasanya induk-induk betina mulai ada yang beranak, menghasikan larva yang biasanya masih berada dalam pengasuhan induknya. Larva -larva tersebut dikumpulkan denga cara diserok memakai serokan yang terbuat dari kain halus dan selanjutnya ditampung dalam happa ukuran 2 x 0,9 x 0,9 m3. Pengumpulan larva dilakukan beberapa kali dari pagi sampai sore, dan duusahakan larva yang terkumpul satu hari ditampung minimal dalam satu happa.

B.Jantanisasi Benih.

Untuk mendapatkan benih ikan nila tunggal kelamin jantan ( monoseks ) maka dilakukan proses jantanisasi. Untuk keperluan ini diperlukan minimal 24 buah happa ukuran masing-masing 2 x 2 x 2 m3 yang ditempatkan dalam kolam dengan luas kurang lebih 400 m2 dan kedalam air minimal 1,5 m. Kedalam setiap hapa dapat diisi larva ikan sebanyak 20.000-30.000 ekor . Larva diberi pakan berbentuk tepung yang telah dicampur dengan hormon 17 Alpha Methyl Testosteron sampai masa masa pemeliharaan selama 17 hari.
Larva hasil proses jantanisasi selanjutnya dipelihara dalam kolam pendederan berukuran 200 m2. Kolam sebelumnya harus dikeringkan, lumpurnya dikeduk, diberi kapur sebanyak 50 g/m2, dan diberi pupuk kotoran ayam sebanyak 250 g/m2. Setelah pengapuran dan pemupukan, kolam diisi secara perlahan-lahan sampai ketinggian air sekitar 70 cm, digenangi selama 3 hari, diberi pupuk urea dan TSP masing -masing sebanyak 2,5 g/m2 dan 1,25 g/m2. Setelah kolam pendederan terisi air selam 7 hari, benih ikan hasil proses jantanisasi dimasukkan dengan kepadatan 250 ekor/m2. Pemberian pakan tambahan dapat dilakukan dengan pakan berbentuk tepung yang khusus untuk benih ikan. Pemupukan ulang dengan urea dan dan TSP dilakukan seminggu sekali dengan takaran masing-masing 2,5 g/m2 dan 1,25 g/m2 kolam dan diberikan selama pemeliharaan ikan.

Setelah masa pemeliharaan 21 hari, ikan denga bobot rata-rata 1,25 g ( ukuran panjang 3-5 cm ) bisa dipanen. Untuk panen benih ikan nila sebaiknya digunakan jaring eret pada pengankapan awal. Bila jumlah ikan dalam kolam diperkirakan tinggal sedikit baru dilakukan pengeringan airnya.

Ikan mempunyai daya tahan yang baik selama diangkut apabila perutnya dalam keadaan kosong dan suhu air media relatif dingin. Karena itu apabila akan panen dan diangkut sebaiknya ikan tidak diberi makan minimal 1 hari. Pengangkutan menggunakan kantong plastik, dimana seper empat bagian berisi air dan tiga per empat bagian berisi oksigen murni yang diberi es balok ukuran 20 x 20 x 20 cm3 ( es balok berada dalam media air bersama benih ikan ). Kantong plastik dengan volume 20 L bisa diisi ikan ukuran 5 cm maksimal 1.500 ekor/kantong, dengan lama masa toleransi dalam kantong sekitar 10 jam.

C. Pembesaran di Tambak

Usaha pembesaran ikan nila di tambak dengan sistem monokultur, mempunyai sasaran produksi untuk pasar domestik maupun ekspor.

Untuk pembesaran nila di tambak, yang pertama dilakukan adalah tambak diperbaiki pematangnya, saluran air dan pintu-pintu airnya. Lumpur dasar tambak diangkat, selanjutnya tambak dikeringkan, sehingga semua hama ikan yang suka mengganggu bisa musnah. Pengapuran dilakukan dengan takaran 50 g/m2 dan pemupukan dengan pupuk kandang sebanyak 250 g/m2. Kemudian tambak diisi air sampai ketinggian 70 cm, setelah tiga hari dilakukan pemupukan dengan urea dan TSP dengan takaran masing-masing 2,5 g/m2 dan 1,25 g/m2. Pada awal pengisian air diusahakan kadar garamnya sekitar 5 ppt dan selanjutnya bisa dinaikan selam masa pemeliharaan sampai 15 ppt.

Benih yang ditebar sebaiknya berukuran + 1,25 g ( panjang 3-5 cm ) dengan ukuran yang seragam dan sehat ditandai dengan warna cerah, gerakan yang gesit dan responsif terhadap pakan. Untuk target panen ukuran rata-rata 15 g/ekor (+ 1 bulan ), padat penebaran sebanyak 20 ekor/m2. Sedangkan untuk terget panen ukuran 500 g/ekor (+ 6 bulan pemeliharaan), padat penebaran sebanyak 4 ekor/m2.

Selama masa pemeliharaan ini ikan diberi pakan tambahan berbentuk pelet sebanyak 3%-5% per hari dari biomassa, dan diberikan dengan frekuensi tiga kali sehari, pakan tersebut harus berkualitas dengan komposisi protein minimal 25% ( Lampiran 2 ).

Pada awal pemeliharaan, ketinggian air dipertahankan minimal 70 cm, dan bila masa pemeliharaan telah telah mencapai dua bulan ketinggian air dinaikan, sehingga menjelang pemeliharaan empat bulan ketinggian diusahakan mencapai 1,5 m.

Pemupukan ulang dengan pupuk kandang dilakukan dua bulan sekali dengan takaran 250 g/m2, sedangkan pemupukan ulang urea dan TSP dilakukan setiap minggu dengan takaran masing-masing 2,5 g/m2 dan 1,25 g/m2 selama masa pemeliharaan.

Dengan target produksi ukuran 500 g atau lebih per ekor terutama diperlukan untuk produksi fillet, maka masa pemeliharaan adalah sekitar enam bulan. Pemanenan dilakukan dengan cara disusur dari ujung menggunakan jaring seser. Bila dirasakan populasi ikan dalam tambak sudah tinggal sedikit, baru air tambak dikeringkan. Diusahakan ikan hasil tangkapan harus dalam keadaan segar dan prima. Selainitu, untuk pasar ekspor komoditas nila ini diperlukan penanganan yang lebih hati-hati terutama sekali dari aspek higienis dan penampilan produk.

Untuk keperluan konsumsi lokal umumnya ikan dengan ukuran rata-rata 200 g/m2 sudah dapat dipasarkan dalam keadaan segar. Dalam proses penyimpanan, pengankutan dan pemasaran dapat menggunakan es sebagai media untuk mempertahankan kesegaran ikan.


sumber : Dayat Bastiawan dan Abdul Wahid
Balai Penelitian Perikanan Air Tawar

Read More......

Pembenihan Ikan Hias Blackghost (Afteronotus albifrons)

Pendahuluan

Ikan Black Ghost ( Afteronotus albifrons, Linneaus ) merupakan salah satu jenis ikan yang mempunyai peluang bisnis yang potensial. Ikan jenis ini belum banyak dikenal oleh masyarakat tetapi saat ini beberapa pengusaha ikan hias memproduksi benih sebagai komoditas lokal maupun ekspor.





" Black Ghost " berasal dari sungai Amazon, Amerika Selatan merupakan ikan pendamai, yang ukurannya dapat mencapai 50 cm, tubuhnya memanjang dan pipih dengan warna tubuh hitam. Ikan ini digolongkan kedalam ikan pisau (Knifefishes), karena secara keseluruhan bentuk tubuhnya menyerupai pisau melebar dari bagian kepala dan badan kemudian melancip dibagian perut.

Persyaratan kualitas air media yang dikehendaki ikan Black Ghost yaitu ' Soft ' ( lunak ) dan cenderung asam, walaupun demikian ' Black Ghost ' relatif dapat hidup pada kondisi air yang bervariasi. Black Ghost juga memilih makanan jenis tertentu, dapat memakan pakan kering, beku maupun makanan hidup, walaupun demikian lebih suka jika diberi pakan cacing rambut.
Kebutuhan Sarana dan Prasarana

Sarana dan bahan yang diperlukan untuk memproduksi ikan " Black Ghost " adalah :
Wadah pemeliharaan & perlengkapan

* Akuarium ukuran ( 40 x 40 x 80 ) cm sebagai tempat pemeliharaan induk dan sekaligus tempat pemijahan dilengkapi dengan tempat penempelan telur berupa baki plastik yang diisi dengan batu, atau batang pohon pakis.
* Akuarium ukuran ( 60 x 40 x 40 ) cm sebagai tempat penetasan telur.
* Instalasi aerasi berupa blower, selang aerasi dan batu aerasi.
* Peralatan lain seperti selang untuk mengganti air, soope net dan alat-alat pembersih akuarium (sikat,dll)

Pakan

* 'Blood worm' yang digunakan sebagai pakan induk.
* Cacing rambut yang digunakan sebagai pakan ikan mulai umur + 2 minggu sampai dewasa.
* Artemia, yang digunakan untuk pakan larva.

Kegiatan Operasional
Pembenihan

Kegiatan pembenihan meliputi pemeliharaan induk dan calon induk, pemijahan serta perawatan larva.
Pemeliharaan Induk

Perbedaan jantan dan betina ikan dewasa terutama dapat dilihat dari panjang dagunya (jarak antara ujung mulut dengan tutup insang). Pada ikan jantan, dagunya relatif lebih panjang dibandingkan dengan ikan betina. Ikan jantan relatif lebih langsing dibandingkan dengan ikan betina yang mempunyai bentuk perut yang gendut. Pada induk jantan dewasa, terdapat cairan putih (sperma) apabila diurut bagian perutnya. Induk Black Ghost dapat matang telur setelah berumur sekitar satu tahun dengan panjang + 15 cm.
Blackghost merupakan ikan yang ramah terhadap ikan lain Blackghost merupakan ikan yang ramah terhadap ikan lain

Induk betina dan jantan dipelihara dalam satu wadah berupa akuarium berukuran ( 80 x 40 x 50 ) cm, yang dilengkapi dengan instalasi aerasi dengan pakan berupa 'Blood Warm' yang diberikan dengan frekuensi 3 kali/hari secara (ad libitum).

Pergantian air harus dilakukan setiap hari untuk membuang kotoran-kotoran yang terdapat di dasar akuarium dan menjaga kualitas media pemeliharaan.
Pemijahan

Pemijahan dilakukan secara masal di dalam akuarium yang sekaligus sebagai tempat pemeliharaan induk. Perbandingan induk betina dan jantan adalah 2 : 1. Pada wadah pemijahan tersebut, ditempatkan baki plastik berukuran ( 30x20x7 )cm yang diisi dengan batu sebagai tempat penempelan telur dan pada bagian tengah baki ditutup dengan baki berlubang (20x15x10) cm untuk melindungi telur dari pemangsaan induknya sendiri. Untuk akuarium ukuran (80 x 60 x 50 ) cm dapat dipelihara 10 ekor induk betina dan paling sedikit 5 ekor jantan.

Lingkungan tempat pemeliharaan dan pemijahan ikan Black Ghost biasanya dibuat relatif gelap, dan ikan ini memijah pada malam hari. Menjelang terbit matahari, tempat penempelan telur berupa baki harus segera diambil dan dipindahkan ke tempat penetasan, untuk menghindari pemangsaan telur tersebut oleh induknya. Telur yang dipanen dari baki pemijahan + 200 butir/hari.
Penetasan telur dan perawatan larva

Penetasan telur dilakukan di akuarium, dan akan menetas pada hari ketiga. Makanan berupa naupli artemia mulai diberikan pada hari ke-10 setelah penetasan dan selanjutnya diberi cacing rambut secara ad libitum.
Pendederan dan Pembesaran

Kegiatan pendederan dilakukan setelah larva dapat memakan cacing rambut, yaitu + berumur 2 minggu, sampai ikan mencapai ukuran + 1 inchi dengan lama pemeliharaan 1 - 15 bulan sedangkan kegiatan pembesaran ikan Black Ghost dilakukan untuk mencapai ukuran komersial, yaitu 2-3 inchi. Wadah yang digunakan dapat berupa akuarium atau bak dengan padat tebar 2 - 5 ekor / l. Pakan yang diberikan selama pemeliharaan adalah cacing rambut secara ad libitum. Ikan Black Ghost dengan ukuran 2 inchi dapat dicapai dalam waktu dua bulan. Sedangkan ukuran 3 inchi dapat dicapai dengan menambah waktu pemeliharaan selama tiga minggu. Penyiphonan untuk membuang kotoran harus dilakukan setiap hari agar kualitas media tetap terjaga. (RAD)

Read More......

Pembenihan Abalone (haliotis asinina)

Abalone (Haliotis sp.), merupakan komoditas yang belum banyak dibudidayakan. Selama ini untuk memenuhi permintaan pasar, hanya mengandalkan kegiatan penangkapan yang sangat beresiko terhadap kelestariannya, karena tidak memperhitungkan ukuran dan kuota penangkapan.
Sebagai Unit Pelaksana Teknis Departemen Kelautan dan Perikanan, Loka Budidaya Laut Lombok mengemban amanah untuk menyebarluaskan hasil-hasil perekayasaan, termasuk perekayasaan pemijahan dan pembesaran Abalone. Dan sebagai bentuk pengabdian pada masyarakat, tim pembenihan abalone Balai Budidaya Laut Lombok membuat prosedur kerja teknik pembenihan abalone.

PROSEDUR KERJA
A. Persiapan Laboratorium
Persiapan laboratorium dilakukan untuk mempersiapkan laboratorium /hatchery abalone sehingga memudahkan pada saat akan dilakukannya kegiatan. Persiapan yang telah dilakukan antara lain adalah:
1. Pengaturan ruangan; Beberapa ruangan yang ada di dalam laboratorium akan diatur menurut fungsinya masing-masing yaitu ruang gudang, ruang staf, ruang pemeliharaan induk dan larva, ruang pemijahan dan ruang kultur diatom.
2. Setting sistem aerasi; Perbaikan dan pemasangan instalasi airasi yang diharapkan akan mensuplai udara secara proporsional kedalam wadah-wadah yang digunakan untuk kegiatan manajemen induk, pemijahan dan pemeliharaan larva.
3. Persiapan wadah; Wadah-wadah yang dipersiapkan antara lain adalah: bak tandon air laut, bak beton vol 2 ton untuk pemeliharaan induk, akuarium volume 200 liter (2 buah) yang digunakan sebagai wadah kultur Isochrysis, dan Nitzchia sp. akuarium vol 100 untuk pemijahan dan pemeliharaan larva.

B. Pemeliharaan Induk abalone

1. Persiapan wadah
Sebelum melakukan pemeliharaan induk, terlebih dahulu mempersiapkan wadah yang berupa bak beton kapasitas dua ton (2x1x1) m3 antara lain: Volume air yang digunakan air air sebanyak 1 ton sehingga ketinggian air / media pemeliharaan induk adalah 50 cm, pemasangan shelter / tempat berlindung induk, pemasangan sistem airasi yang kuat dan merata, pemasangan sistem sirkulasi air 24 jam (minimal penggatian air 100% / hari).

2. Seleksi Calon Induk di Lokasi Penangkapan
Induk yang dipelihara berasal dari hasil tangkapan yang dilakukan oleh masyarakat. Untuk memilih induk hasil tangkapan ini, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Sehat; Gerakan lincah, menempel dengan keras, warna badan tidak pucat
- Tidak cacat/luka; Cangkang sempurna (tidak pecah), badan/daging utuh tidak tergores
- Ukuran cangkang; Minimal 3 cm., maksimal 5 cm.

3. Seleksi Induk di Laboratorium/Hatchery
Seleksi induk dilakukan untuk mempermudah kegiatan pemeliharaan induk dan pemijahan. Beberapa langkah yang dilakukan dalam kegiatan seleksi ini adalah:
a. Pemisahan berdasarkan jenis kelamin; dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1) Jantan, dengan warna gonad ekrem/gading
2) Betina dengan warna gonade biru/biru kehijauan
b. Pemisahan berdasarkan Tingkat Kematangan Gonad; dengan kriteria sebagai berikut:
1) Tingkat Persiapan : isi gonad 0 – 50%.
2) Tingkat Intensif : isi gonad 50% – 75%.
3) Tingkat Pemijahan: isi gonad ≥ 75%.

4. Pemberian aerasi dan shelter dalam bak pemeliharaan induk
Aerasi diberikan sampai dasar dan kuat, shelter untuk tempat berlindung induk terbuat dari pecahan/potongan pipa PVC dengan diameter > 2”.
5. Pergantian dan sirkulasi air
Pergantian air secara total dilakukan setiap hari dan dilanjutkan dengan sirkulasi air apabila suplai memungkinkan.
6. Pemberian pakan
Pemberian pakan berupa alga (Gracillaria sp. dan Hypnea sp.) dengan dosis 25% TBW / hari.
7. Penyiphonan
Penyiphonan dasar bak setiap 2 hari sekali untuk membuang kotoran dan sisa pakan yang busuk.
8. Pencucian Bak
Pencucian bak 1 kali seminggu untuk mencegah permukaan bak ditumbuhi teritip dan memutus siklus hidup hewan penggangu seperti kepiting.
9. Pengamatan dan sampling induk
Pengamatan induk dilakukan setiap hari. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kondisi induk secara keseluruhan.
10. Seleksi Induk Matang Gonade
Seleksi induk matang gonad sekali satu bulan setiap 2 atau 3 hari sebelum bulan purnama. Induk yang matang gonad akan diambil dan dipelihara secara lebih intensif dalam wadah yang lain untuk persiapan pemijahan.

B. Kultur Diatomae
Kultur diatom adalah suatu kegiatan yang akan dilakukan dalam rangka menyediakan diatom dalam jumlah yang memadai untuk pakan larva/juvenil abalone. Kegiatan ini dilakukan didalam laboratorium / hatchery abalone dengan spesis yang sudah ditentukan yaitu Nitzchia sp. dan Isochrysis sp. Wadah yang digunakan adalah akuarium vol 100 –200 liter yang akan dilengkapi dengan rearing plate dan penerangan lampu neon 40 Watt.

C. Prosedur Pemijahan Abalone
Pemijahan akan dilakukan sebulan sekali pada saat bulan purnama dengan menggunakan wadah berupa akuarium volume 100 liter yang sudah dilengkapi dengan sistem airasi dan penutup (cover) dari waring. Langkah langkah dilakukan dalam kegiatan pemijahan adalah:
1. Penggunaan media pemijahan berupa air laut yang telah disaring;
2. Penggabungan induk matang gonad hasil seleksi yaitu induk dengan gonad 75% atau lebih yang terisi sperma/telur. Perbandingan berdasarkan jenis kelamin yang akan digunakan dalam satu wadah pemijahan adalah 1 ekor jantan untuk 3-4 ekor betina.
3. Penggelapan ruangan pada malam hari dan pengamatan proses pemijahan yang akan dilakukan setiap malam sejak penggabungan induk sampai dengan terjadinya pemijahan.
4. Pemindahan/panen telur dilakukan dengan cara penyiphonan untuk kemudian dipindahkan kedalam wadah penetasan sekaligus pemeliharaan larva.

D. Prosedur Penanganan Larva Abalone
Pemeliharaan larva dimulai dari kegiatan pengumpulan/pengambilan trochopora abalone. Trocophora diambil 5-6 jam setelah pemijahan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Airasi pada media pemijahan dimatikan untuk mengendapkan telur yang tidak terbuahi sehingga trocophora abalone akan mengapung dan mudah untuk dikoleksi. Pengambilan trocophora abalone dilakukan dengan mengalirkan bagian atas media pemijahan menggunakan selang plastik  ½ cm, media yang dipenuhi trocophora itu ditampung dalam bak penampungan yang dilengkapi net 100m.
b. Trocophora yang terkumpul dalam plankton net dipindahkan kedalam rearing tank yang dilengkapi dengan sistem sirkulasi dengan diberi airasi sampai pada stadia veliger.
c. Media larva rearing dilengkapi dengan rearing plate yang sudah ditumbuhi bentik mikro alga.
d. Airasi diberikan secara halus dan merata untuk memberi kesempatan menempel pada larva.
e. Pakan yang diberikan adalah Isochrysis sp dan Nitszchia sp, dan mulai diberikan pada saat larva mencapai umur D5 .
f. Pemeliharaan D1 – D10 kondisi air akan dibiarkan statis dan diberi airasi yang lemah pada saat larva mencapai umur;

Read More......

Pembenihan Ikan Nila

I. PENDAHULUAN

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan merupakan komoditas penting dalam bisnis ikan air tawar dunia. Beberapa hal yang mendukung pentingnya komoditas nila adalah a) memiliki resistensi yang relatif tinggi terhadap kualitas air dan penyakit, b) memilliki toleransi yang luas terhadap kondisi lingkungan c) memiliki kemampuan yang efisien dalam membentuk protein kualitas tinggi dari bahan organik, limbah domestik dan pertanian, d)
memiliki kemampuan tumbuh yang baik, dan e) mudah tumbuh dalam sistem budidaya intensif.

Sebagai salah satu jenis ikan air tawar, nila telah lama pula dikembangkan sebagai komoditi ekspor baik dalam bentuk ikan utuh maupun dalam bentuk fillet. Negara-negara pengekspor ikan nila antara lain China, Ekuador, Kuba, Honduras, dan juga Indonesia. Adapun negara-negara yang tercatat sabagai pengimpor ikan nila antara lain Timur Tengah, Singapura, Jepang dan Amerika Serikat. Kebutuhan ikan nila Amerika Serikat cukup tinggi sedangkan produksi nila domestik belum dapat memenuhi kebutuhannya. Pada tahun 1998 impor nila Amerika Serikat dari manca negara mencapai 45 ton dan pada tahun 1999 meningkat lagi 15% atau sekitar 52 ton (infofish, 2001).

Pengembangan Budidaya nila di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1969. Namun demikian budidaya secara intensif mulai berkembang tahun 1990-an yang berkaitan dengan maraknya budidaya nila di Keramba Jaring Apung. Perkembangan budidaya intensif di Indonesia belum begitu menggembirakan karena beberapa faktor antara lain masih rendahnya efisiensi produksi dan rendahnya harga pasar disamping pengadaan benih dan induk yang bermutu.

Pengkajian teknologi budidaya ikan nila dalam mendukung intensifikasi pembudidayaan diarahkan untuk meningkatkan efisiens produksi, dalam rangka meningkatkan daya saing harga. Beberapa upaya yang berkaitan dengan pengkajian teknologi antara lain pengkajian teknik pembenihan, yang meliputi; kontruksi kolam pemijahan, teknik pengelolaan induk dalam pemijahan (jumlah induk minimal yang dipijahkan dalam rangka menghambat laju silang dalam), teknik produksi benih tunggal kelamin jantan dan benih steril (melalui hormonisasi, YY-Male, dan tetraploidisasi). Sedangkan pengkajian teknik pembesaran diarahkan untuk menghasilkan ikan konsumsi yang memenuhi persyaratan ukuran permintaan ekspor (ukuran ikan minimal 500 gram per ekor) antara lain melalui kajian penggunaan benih tunggal kelamin.

II. TEKNIK PRODUKSI IKAN NILA

1. Pembenihan

a. Kontruksi Kolam

Kontruksi kolam yang digunakan merupakan penyempurnaan dari kontruksi sebelumnya yang menggunakan pintu monik sebagai out let. Outlet kolam menggunakan “standing pipe”. Kontruksi ini tidak memerlukan kayu papan untuk menutup pintu pengeluaran kolam (outlet), saat pemanenan cukup dengan memiringkan pipa sedikit demi sedikit sehingga larva tidak terbawa arus kuat, kematian larva dan induk pun relatif sangat sedikit. Tenaga kerja efisien dan efektif, yaitu cukup dua orang untuk kolam dengan luas 800 m2. Konstruksi dasar kolam dilengkapi dengan bak yaitu disebut dengan istilah kobakan berbentuk persegi panjang dengan luas sekitar 0,5 sampai 1,5% dari luas kolam, dan tingginya 50-70 cm. dibuat dekat outlet kolam, dengan fungsi utamanya adalah sebagai tempat berkumpulnya induk dan larva pada saat pemanenan. Saluran dasar kolam (kemalir) dibuat dari inlet hingga ke kobakan yang berfungsi untuk memudahkan induk dan larva dapat berkumpul dalam kobakan pada saat panen. Penampang kolam pemijahan seperti pada Gambar 1.


Gambar 1. Penampang kolam pemijahan ikan nila



b. Persiapan Kolam

Persiapan kolam untuk kegiatan pemijahan ikan nila antara lain peneplokan/ perapihan pematang agar pematang tidak bocor, meratakan dasar kolam dengan kemiringan mengarah ke kemalir, membersihkan bak kobakan, menutup pintu pengeluaran dengan paralon, pemasangan saringan di pintu pemasukan serta pengisian kolam dengan air. Pemasangan saringan dimaksudkan untuk menghindari masuknya ikan-ikan liar sebagai predator atau kompetitor yang dapat mempengaruhi kuantitas hasil produksi maupun kualitas benih yang dihasilkan.

c. Pemijahan

BBAT Sukabumi mengembangkan sistem pengelolaan induk dalam satu unit produksi benih dengan mempertimbangkan bilangan pemijah. Jumlah induk dalam satu populasi pemijahan secara masal disebut satu paket. Satu paket induk berjumlah 400 ekor yang terdiri dari 100 ekor jantan dan 300 ekor betina (Ne = ±133,3). Dengan induk sejumlah ini diharapkan dapat menghambat laju silang dalam dan memungkinkan keturunannya dapat dijadikan induk kembali setelah melalui kegiatan seleksi.

Penebaran induk dilakukan pada pagi hari saat suhu udara dan air masih rendah. Padat tebar induk adalah 1 ekor/m2, sehingga satu paket induk sebanyak 400 ekor memerlukan lahan untuk pemijahan seluas 400 m2. Satu periode pemijahan berlangsung selama 10 hari untuk dapat dilakukan pemanenan larva. Proses pemijahan sendiri dapat berlangsung selama delapan periode pemijahan dengan delapan kali pemanenan larva, tanpa harus mengangkat induk. Setelah akhir periode, induk diangkat dari kolam pemijahan dan dipelihara secara terpisah antara jantan dan betina untuk pematangan gonad selama 15 hari. Selanjutnya paket induk tersebut dimasukkan kembali kedalam kolam pemijahan yang telah dipersiapkan sebelumnya.

d. Pengelolaan Pakan dan Air

Dosis pemberian pakan adalah 3% dari bobot biomas untuk lima hari pertama pemijahan dan 2-2,5% untuk lima hari berikutnya sampai panen larva. Penurunan dosis pemberian pakan ini disesuaikan dengan kondisi bahwa sebagian induk betina sedang mengerami telur dan larva. Pakan yang diberikan harus cukup mengandung protein ( 28-30%).

Selama pemijahan debit air diatur dalam dua tahap, yakni 5 hari pertama lebih besar 5 hari kedua. Debit air dalam 5 hari pertama adalah dalam rangka meningkatkan kandungan oksigen dalam air, memacu nafsu makan induk disamping mengganti air yang menguap. Dengan demikian air yang mengalir ke kolam terlimpas ke luar kolam melalui saluran pengeluaran.

Sedangkan untuk 5 hari kedua debit air hanya dimaksudkan untuk mengganti air yang terbuang melalui penguapan sedemikian rupa tanpa melimpaskan air ke luar kolam. Hal ini untuk menghindari hanyutnya larva juga menghindari limpasnya pakan alami yang terdapat di kolam pemijahan, sebagai makanan awal bagi larva.

e. Panen Larva

Panen larva dilakukan setiap sepuluh hari sekali pada pagi hari. Tergantung luas kolam, penyurutan kolam dapat mulai disurutkan sehari sebelumnya. Penyurutan air kolam dilakukan pertama-tama sampai setengah-nya. Sebelum surut total, bak tempat panen larva perlu dibersihkan dari lumpur dengan cara membuka sumbat outlet kobakan. Penyusutan secara total dilakukan sampai air hanya tersisa pada kobakan saja. Induk dan larva akan berkumpul pada kobakan, dan segera dilakukan pengambilan larva menggunakan scoop net. Kemudian larva ditampung sementara dalam hapa ukuran 2 x 2 x 1 m3 dengan mesh size 1,0 mm. Proses pengambilan larva ini dapat dilakukan oleh dua orang. Pemungutan larva dilakukan secara total sampai bersih termasuk yang masih terdapat dalam sarang, dengan cara membongkar sarang dan mengarahkan larva ke kobakan.

Sarang tempat pemijahan induk nila yang berbentuk bulat di dasar kolam perlu dihitung untuk menaksir jumlah induk yang memijah dan diratakan kembali. Ukuran larva yang dipanen ada dua ukuran, untuk itu perlu dilakukan sortasi menggunakan hapa mesh size 1,5 mm. Jumlah induk betina yang memijah sebanyak 30-40% dengan perolehan larva sebanyak 60.000-80.000 ekor/paket/10 hari

Larva ukuran kecil ( 9,0 sampai 13 mm) dapat digunakan untuk tujuan jantanisasi menggunakan pakan berhormon. Sedangkan larva ukuran besar dapat langsung didederkan dalam wadah pendederan.

2. Pendederan

a. Kontruksi kolam

Kontruksi kolam pendederan sama dengan untuk pemijahan. Tujuan lain dari kontruksi yang sama tersebut adalah bahwa antara kolam induk dan kolam benih dapat saling bergantian dalam penggunaannya.

b. Persiapan Kolam

Persiapan kolam untuk kegiatan pendederan ikan nila antara lain peneplokan pematang dengan kontruksi tanah, meratakan dasar kolam dengan kemiringan mengarah ke kemalir, membersihkan bak kobakan, menutup pintu pengeluaran dengan paralon, pemasangan penyaring di pintu pemasukan air, pemupukan dengan dosis 250-500 gram/m2 (sesuai dengan kesuburan tanah dan air), pengapuran (bila perlu) serta pengisian kolam dengan air. Pemasangan penyaring dimaksudkan untuk menghindari masuknya predator, ikan-ikan lain dan atau ikan nila jenis lain yang dapat mempengaruhi tidak hanya dari segi kuantitas hasil produksi, tetapi juga kualitas benih yang dihasilkan.

c. Padat Tebar

Pendederan ikan nila dilakukan dalam dua atau tiga tahap. Pendederan tiga dapat langsung merupakan lanjutan dari pendederan kedua. Lama pendederan pertama adalah 30 hari dengan target benih berukuran 3-5 cm. Pendederan kedua dan ketiga, masing-masing juga 30 hari. Benih hasil pendederan ketiga berukuran sekitar 20-30 gram/ekor.

Padat tebar pendederan pertama adalah 100-200 ekor/m2, sedangkan untuk pendederan kedua dan ketiga masing-masing 75-100 dan 50 ekor/m2.

d. Pengelolaan Pakan dan Air

Dosis pemberian pakan pendederan 1, 2 dan 3 masing-masing adalah 20, 10 dan 5% dari bobot biomas/hari. Pakan diberikan sehari 3 kali. Kandungan protein dalam pakan sekitar 26-28%.

Debit air dalam pendederan satu dan kedua tidak terlalu besar, yakni sekedar mengganti air yang menguap dan rembes. Namun untuk pendederan ketiga debit air juga dimaksudkan untuk meningkatkan daya dukung media terutama ketersedian oksigen yang berguna dan dapat meningkatkan nafsu makan serta laju pertumbuhan.

e. Panen Benih

Panen benih harus dilakukan pada saat suhu air kolam dan udara relatif sejuk, terutama pada pagi hari. Hal ini untuk menekan angka kematian saat panen. Langkah-langkah kerja dalam aktifitas panen benih sama halnya dengan kegiatan panen larva

f. Kriteria Mutu Benih Ikan Nila

Selain penguasaan teknik pembenihan, para pembenih juga sangat dianjurkan mengetahui kriteria benih yang sesuai dengan SNI. Berikut ini merupakan kriteria mutu benih ikan nila hitam berdasarkan SNI 01-6140-1999, yang terdiri dari kriteria kualitatif (Tabel 1) dan kriteria kuantitatif (Tabel 2).
Tabel 1. Kriteria Kualitatif







Tabel 2. Kriteria Kuantitatif

Read More......

Pembenihan Ikan Mas

1. Pendahuluan
Ikan Jelawat ( Leptobarbus hoeveni ) merupakan salah satu ikan asli Indonesia yang terdapat di beberapa sungai di Kalimantan dan Sumatera. Permintaan pasar terhadap ikan ini cukup tinggi dan mempunyai nilai ekonomis tinggi dan sangat digemari oleh masyarakat dibeberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei, sehingga merupakan komoditas yang sangat potensial dan mendorong minat masyarakat untuk mengembangkannya. Namun yang menjadi kendala adalah ketersediaan benih, karena selama ini pasokan benih masih mengandalkan tangkapan dari alam yang jumlahnya terbatas dan bersifat musiman sehingga kurang terjaminnya kontinuitas pasokan benih untuk kegiatan pembudidayaan. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan benih serta jumlah induk di alam yang semakin menurun, maka diperlukan suatu teknologi pembenihan yang dapat mengatasi masalah tersebut serta sekaligus dalam upaya pelestarian plasma nutfah ikan asli perairan Indonesia.

2. Aspek Biologi

2.1 Morfologi

Bentuk tubuhnya yang agak bulat dan memanjang, mencerminkan bahwa ikan ini termasuk perenang cepat. Kepala sebelah atas agak mendatar, mulut berukuran sedang, garis literal tidak terputus, bagian punggung berwarna perak kehijauan dan bagian perut putih keperakan, pada sirip dada dan perut terdapat warna merah, gurat sisi melengkung agak kebawah dan berakhir pada bagian ekor bawah yang berwarna kemerah-merahan, mempunyai 2 pasang sungut.

2.2. Klasifikasi

Klasifikasi ikan Jelawat :
Ordo : Ostariophysi
Sub ordo : Cyprinoidae
Famili : Cyprinidae
Sub famili : Cyprinidae
Genus : Leptobarbus
Species : Leptobarbus hoeveni

3. Pembenihan

3.1. Pematangan Gonad
Pematangan gonad induk dilakukan di kolam atau karamba, dengan kualitas air meliputi: oksigen terlarut lebih dari 3 ppm, pH 6 - 7, suhu air 23 - 31 0C dan kecerahan 30 - 45 cm. Pakan yang diberikan berupa pelet dengan kandungan protein + 30% dengan frekwensi pemberian 2 - 3 kali/hari, selain itu diberikan juga pakan berupa hijauan seperti daun singkong secukupnya. Ciri – ciri induk matang gonad adalah :
Betina :
􀂾 Perut membesar dan lembut
􀂾 Apabila diurut ke arah anus akan keluar cairan kekuningan.
􀂾 Sirip dada halus dan licin

Jantan :
􀂾 Perut langsing
􀂾 Apabila diurut akan keluar cairan putih ( sperma )
􀂾 Sirip dada terasa lebih kasar bila diraba


3.2. Pemijahan
Pemijahan ikan Jelawat dilakukan dengan metode penyuntikan (induced breeding) menggunakan Hormon. Induk jantan dan betina disuntik dengan menggunakan hormon Ovaprim. Induk betina dilakukan 3 kali penyuntikan dengan dosis 0,7 ml / kg induk. Interval waktu antara suntikan pertama dan kedua 12 jam, sedangkan penyuntikan kedua dan ketiga 6 jam. Induk jantan dilakukan satu kali penyuntikan dengan dosis 0,5 ml/ekor induk bersamaan dengan penyuntikan kedua induk betina. Penyuntikan dilakukan secara intramuscular pada bagian punggung.
3.3. Stripping (Pengeluaran telur dan sperma dari Induk))
Stripping dilakukan setelah 4 – 6 jam dari suntikan terakhir. Telur dan sperma ditampung dalam satu wadah yang bersih dan kering. Kemudian diaduk perlahan hingga tercampur rata dengan menggunakan bulu ayam. Tambahkan air bersih untuk mengaktifkan sperma, setelah terjadi pembuahan maka dilakukan pencucian telur 3 – 4 kali hingga telur bersih dari sisa sperma.
3.4. Penetasan
Wadah penetasan telur berbentuk corong dengan diameter 60 cm tinggi 50 cm, terbuat dari bahan lembut atau kain dengan bagian bawah diberi aerasi yang berfungsi untuk menggerakkan telur. Kepadatan telur 10.000 – 20.000 butir per corong, wadah tersebut ditempatkan didalam bak yang sirkulasi airnya lancar. Pada suhu normal 26 – 28 0C, dalam waktu 18 – 24 jam telur akan menetas kemudian larva ditampung dalam bak perawatan. Selama dalam perawatan larva diberi pakan berupa nauplii artemia atau emulsi kuning

telur yang telah direbus. Setelah larva berumur antara 7 – 10 hari, kemudian ditebarkan di kolam pendederan yang telah dipersiapkan.

4. Pendederan
Persiapan kolam pendederan dilakukan seminggu sebelum penebaran larva. Meliputi kegiatan pengeringan kolam, pengolahan tanah dasar, perbaikan pematang, pembuatan kemalir, pemberian kapur tohor dengan dosis 50 gr/m2
serta pemupukan dengan dosis 250 – 500 gr/m2 tergantung tingkat kesuburan kolam. Selain itu pada saluran pemasukan dipasang saringan berupa hapa halus untuk menghindari masuknya ikan liar. Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi hari dengan tingkat kepadatan 100 – 200 ekor/m2, selama kegiatan pendederan benih diberi pakan buatan berupa pelet yang dihaluskan dengan kandungan protein 25 – 28 % sebanyak 20% dari bobot biomassa, dengan frekwensi pemberian 3 kali per hari. Lama pemeliharaan 2 – 3 minggu.

Sumber Informasi :
• UPIS Anjungan Kalimantan Barat dan
• Loka Budidaya Air Tawar Mandiangin

Read More......

Mutu Lingkungan Budidaya Tambak

Mutu lingkungan tambak berhubungan dengan timbulnya penyakit, karena itu perlu dikaji faktor-faktor yang mempengaruhi mutu lingkungan, se-hingga usaha untuk mencegah timbulnya penyakit dapat dilakukan sedini mungkin.


Mutu lingkungan tambak dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor lingkungan mikro (internal) dan faktor lingkungan makro (eksternal). Ling-kungan mikro adalah kondisi lingkungan di dalam lingkup tambak yang sepenuhnya dapat dikendalikan oleh petani tambak, sedangkan lingkungan makro adalah kondisi lingkungan di luar tambak, termasuk daerah pesisir dan Daerah Aliran Sungai (DAS), yang mempunyai pengaruh cukup dominan terhadap mutu lingkungan mikro di dalam tambak, tetapi sulit untuk dikendalikan oleh petani tambak.

Salah satu Pengelolaan Tambak Udang Intensif yang cukup layak adalah dengan penggunaan kincir air


Lingkungan Mikro

Komponen yang berpengaruh dominan terhadap mutu lingkungan mikro terutama adalah : tanah/lahan tambak, tata letak dan konstruksi tambak, pengelolaan budidaya, dan jasad pengganggu.

Lahan/tanah tambak. Dua hal pokoknya yang perlu diperhatikan dalam mem-persiapkan tambak adalah jenis dan tekstur tanah (Poernomo, 1989; Poernomo, 1992). Lebih dari 75% jenis tanah di lahan pasang surut yang tersedia untuk pembangunan tambak adalah tanah pirit, sisanya berupa tanah gambut, dan tanah-tanah endapan baru (tanah timbul).

Lahan dengan tebal lapisan gambut lebih dari 0,5 m tidak dianjurkan untuk tambak, sedangkanlahan berpirit walaupun ber-masalah masih dapat diperbaiki dengan cara yang mudah dan murah. Perbaikan (reklamasi) tanah untuk tambak memer-lukan air laut yang cukup dan mudah mengalir karena gerakan pasang surut, serta tanggul tidak bocor (Poernomo, 1983; Poernomo, 1986; Poernomo, 1992; Poernomo and Singh, 1982).

Masalah yang sering dijumpai pada tambak udang intensif adalah :

*

Tambak-tambak yang dibangun di lahan gambut atau tanah berpirit, tanggulnya sangat rapuh sehingga tanah dasar tambak tidak dapat direklamasi, karena tidak dapat dikeringkan dengan baik. Penge-ringan tanah dasar secara sempurna mutlak harus dilakukan dalam proses reklamasi.
*

Walaupun tanggul cukup kuat dan tanah dasar dapat kering dengan sempurna, proses reklamasi ini tidak pernah dilakukan oleh petani. Aki-batnya pada musim tanam pertama sampai kedua udang masih dapat dipanen. Setelah itu, panen gagal karena udang yang dipelihara mati akibat gangguan fisik atau terserang penyakit. Kegagalan terbesar di Sumatera Utara disebabkan oleh karena tanahnya berpirit serta dipengaruhi oleh air rawa yang alkalinitasnya rendah dan kandungan asam organiknya tinggi. Kasus kegagalan karena tanah pirit juga banyak dijumpai di daerah lain, yaitu : Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Utara, Bali dan Jawa.

Usaha yang dilakukan untuk menanggulangi masalah tersebut adalah melakukan reklamasi secara tuntas pada tahap awal setelah konstruksi tambak selesai dan melakukan penebaran setelah reklamasi. Tambak tidak dapat dibangun pada tanah yang bertekstur pasir, sebab air terlalu banyak hilang, sehingga sulit memperoleh mutu air yang stabil dalam tambak. Selain itu kepadatan plankton sulit diper-tahankan, sehingga udang mengalami stres. Pada kondisi demikian bisa digunakan plastik untuk melapisi atau menutup tanah dasar dan lereng tanggul (tambak plastik), namun biayanya cukup mahal.

Tata letak dan Konstruksi. Tata letak dan konstruksi tambak mempunyai fungsi strategis terhadap mutu air di dalam tambak udang intensif. Tata letak harus dibuat sedemikian rupa sehingga air buangan limbah dari petakan tidak mencemari sumber air pasok. Tata letak tersebut sangat penting terutama bagi tambak intensif yang terletak di satu hamparan.

Pada saat ini, hampir di setiap hamparan tambak intensif mempunyai saluran pasok utama dan buang pada tiap unit tambak yang kondisinya tumpang tindih, sehingga terjadi kontaminasi limbah dari air tambak. Kontaminasi limbah tersebut akan semakin parah karena pembuangan dan pengambilan air oleh masing-masing petani tambak tidak dilakukan pada waktu yang bersamaan. Situasi demikian sangat dirasakan oleh petani yang mempunyai tambak di pantai yang landai dan berlumpur sedangkan arusnya lemah.

Usaha yang dilakukan untuk mencegah kontaminasi adalah semua petani tambak di satu hamparan membuang air limbah secara bersamaan pada saat air surut. Dengan cara demikian, air limbah dapat terbilas dengan cepat dan tuntas karena dorongan arus yang lebih kuat. Bagi tambak-tambak yang berlokasi di sepanjang pantai yang landai dan airnya keruh serta perbedaan pasang tertinggi dan surut terendahnya kecil, misalnya di sepanjang pantai Timur Lampung dan pantai Utara Jawa, perlu dibuatkan petak atau parit pengendapan yang sekaligus berfungsi sebagai tandon atau reservoir. Tandon tersebut disamping berfungsi mengendapkan partikel lumpur juga menampung residu polutan yang berasal dari limbah industri, pertanian, dan pemukiman. Dengan demikian air yang masuk ke dalam petak pembesaran sudak bersih. Hal ini sangat membantu usaha memper-tahankan kestabilan mutu air di dalam tambak.

Pada tambak-tambak intensif jarang dijumpai petak pengendapan, walaupun hamparan tambak tersebut terletak di sepanjang pantai yang airnya keruh seperti di Cirebon, Kerawang, Tangerang dan Serang. Pengambilan air dengan “jetty” ke tengah laut yang hanya berjarak 200 – 500 m dari garis pantai, untuk mengisi tambak, masih belum banyak membantu.

Unsur konstruksi yang perlu diper-hatikan bagi tambak udang intensif adalah ukuran dan bentuk petakan, elevasi dan kemiringan dasar tambak, ukuran dan kemiringan lereng tanggul, kepadatan tanggul serta kedalaman air di dalam tambak. Keten-tuan-ketentuan ini penting untuk memenuhi kebutuhan biologi udang, dan membuat pengelolaan budidaya lebih mudah dan efisien.

Model yang ideal untuk tambak intensif dengan kepadatan tebar tinggi adalah petak berbentuk bujur sangkar, yang luasnya 4.000 – 5.000 m2 dengan pintu pembersih kotoran di tengah. Dasar tambak melandai ke titik tengah. Fungsi dari dasar tambak yang melandai ke tengah adalah agar kotoran terkumpul di tengah dan terbuang melalui saluran tengah. Jarak tepian tambak ke tengah tambak mempenga-ruhi banyaknya oksigen terlarut.

Read More......

Budidaya tambak udang windu organic

Inilah saudara semua kalau kita gemar terhadap budidaya payau, ada cara budidaya udangnya. Selamat mencoba...

Persiapan tambak
1.Pengeringan tambak.
2.Ukur pH tanah dasar, usahakan pH 7 bila kurang lakukan penebaran kapur sesuai
dosis anjuran.
3.Tebar kompos 10 - 100 gr / m2 tergantung kesuburan lahan.
4.kendalikan keong dengan basmi keong ( molusikida organic ).
5.isi air tambak minimal 50 cm ( di pelataran ).
6.Tebar SOZOFM – 2 dosis 10 botol , lalu diamkan 2 minggu.
7.lakukan penanggulangan hewan pesaing di hari ke 12, dengan memakai saponen sesuai
dosis anjuran.
8.lakukan penebaran SOZOFM – 2 dosis 5 botol / ha, isi kolam sampai penuh.
9.hari ke 14 benur sudah siap ditebar.
10.Lakukan control air kolam minimal 2 kali seminggu pH dan temperature agar
kualitas air dapat terpantau baik.
11.pengulangan penebaran SOZOFM – 2 setiap 2 minggu sekali sebanyak 5 botol / ha.
Yang perlu diperhatikan saat budidaya adalah kualitas air, dimana penurunan
kualitas air biasanya di sebabkan beberapa factor, seperti :
 Pembusukan sisa limbah organic dari kotoran udang.
 Pembusukan klekap.
 Pembusukan sisa kulit udang hasil dari moulting ( ganti kulit ).
 Air terlalu dangkal, sehingga suhu air terlalu tinggi disiang hari dan
terlalu dingin dimalam hari, menyebabkan udang stress.

Peranan SOZOFM – 2 pada budidaya udang windu organic :
1.Pembusukan sisa limbah kotoran udang, klekap, dan pembusukan sisa kulit udang
dapat diatasi karena SOZOFM – 2 mengandung lactobacillus 106, yang mampu mengurai
bahan- bahan tersebut menjadi mineral volume kecil, yang akan diserap oleh
Plankton, phytoplankton akan menghasilkan oxygen saat berphotosintesa disiang hari
sehingga kandungan oxygen terlarut akan meningkat, Zooplankton akan menjadi pakan
alami udang dengan sangat melimpah.
2.Meningkatkan metabolisme pencernaan udang sehingga pakan alami yang dikonsumsi
akan terserap secara optimal, sehingga sisa limbah berupa faeces tidak mengandung
protein lagi, sehingga aman bagi lingkungan perairan, sehingga kualitas air tetap
baik.
3.Kandungan asam amino ,asam lemak organic mampu meningkatkan daya tahan tubuh udang
dari stress terhadap tekanan lingkungan yang kurang bagus, sehingga pertumbuhannya
tetap baik.
4.Meningkatkan citarasa daging udang dan daya tahan simpan pasca panen.

sumber: www.klinik-agropolitan.com/catalogs/

Read More......

Hutan Mangrove

Pada saat ini, pemanasan global sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia maupun tumbuh-tumbuhan yang hidup di muka bumi. Dari itulah sebagai pelestari lingkungan khususnya dalam dunia perikanan sangat merupakan sesuatu yang penting. Dalam hal ini kami sajikan bahasan tentang mangrove dari berbagai sumber.

Hutan mangrove adalah suatu areal atau kawasan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob.



Hutan mangrove juga merupakan habitat bagi beberapa satwa liar yang diantaranya terancam punah, seperti harimau sumatera (Panthera tigris sumatranensis), bekantan (Nasalis larvatus), wilwo (Mycteria cinerea), bubut hitam (Centropus nigrorufus), dan bangau tongtong (Leptoptilus javanicus, dan tempat persinggahan bagi burung-burung migran.


Beberapa jenis mangrove yang terkenal:
- Bakau (Rhizopora spp.)
- Api-api (Avicennia spp.)
- Pedada (Sonneratia spp.)
- Tanjang (Bruguiera spp.)

Peran dan manfaat hutan mangrove :

> pelindung alami yang paling kuat dan praktis untuk menahan erosi pantai.
> menyediakan berbagai hasil kehutanan seperti kayu bakar, alkohol, gula, bahan
penyamak kulit, bahan atap, bahan perahu, dll.
> mempunyai potensi wisata
> sebagai tempat hidup dan berkembang biak ikan, udang, burung, monyet, buaya
dan satwa liar lainnya yang diantaranya endemik.

Ada beberapa hal yang akan terjadi jika hutan mangrove hilang :
> abrasi pantai
> dapat mengakibatkan intrusi air laut lebih jauh ke daratan
> dapat mengakibatkan banjir
> perikanan laut menurun
> sumber mata pencaharian penduduk setempat berkurang


Sumber : Wetlands International dan dari berbagai sumber

Read More......

4.21.2009

Akibat Pemanasan Global


PEMANASAN global bukan hanya merusak bumi. Studi kesehatan menyebutkan temperatur dan tingkat ozon yang tinggi meningkatkan risiko kematian yang disebabkan penyakit jantung dan stroke. ImagePara periset menyatakan pemanasan global bisa meningkatkan jumlah orang yang meninggal karena kasus-kasus kardiovaskular, yakni kasus-kasus kesehatan yang berkaitan dengan gangguan jantung dan pembuluh darah.
Pemimpin riset dari School of Medicine di University of California, Amerika Serikat, Cizao Ren, menegaskan, temperatur dan ozon merupakan dua faktor utama yang menyebabkan kematian akibat kasus kardiovaskular.Ia memperkirakan, masalah itu akan bertambah parah seiring dengan bertambah panasnya bumi. "Meningkatnya temperatur dan polusi udara akan sangat memengaruhi kesehatan penduduk dunia," ujarnya.Tim riset Ren meneliti hampir 100 juta orang yang tinggal di 95 daerah di seluruh Amerika Serikat dari Juni hingga September untuk studi nasional terhadap kematian dan polusi udara. Studi tersebut meneliti kaitan antara kesehatan dan polusi udara sejak 1987 hingga 2000. Dalam kurun waktu tersebut, empat juta orang meninggal dunia akibat serangan jantung dan stroke. Tim Ren membandingkan tingkat kematian itu terhadap perubahan temperatur dalam satu hari. Mereka menyimpulkan, ozon merupakan kaitan utamanya. Semakin tinggi tingkat ozon, semakin besar pula risiko kematian akibat kasus kardiovaskular yang terkait dengan tingginya temperatur.Saat tingkat ozon berada pada level terendah, temperatur meningkat sebesar 10 derajat. Itu berarti jumlah kematian akibat penyakit jantung dan stroke meningkat juga sebanyak 1%. Saat tingkat ozon pada level tertingginya, jumlah kematian akibat penyakit jantung dan stroke meningkat lebih dari 8%.Terkena paparan ozon dalam jumlah tinggi dapat memengaruhi saluran pernafasan dan sistem syaraf. Itu akan menyebabkan orang menjadi rentan terhadap efek dari perubahan temperatur.Pemanasan global akan meningkatkan temperatur dan tingkat polusi karena temperatur yang tinggi akan berakibat tingginya produksi ozon. (Wey/M-2)Sumber:Media Indonesia Online

Read More......

Gejala-Gejala Global Warming



Ada yang bilang pemanasan global itu hanya khayalan para pecinta lingkungan. Ada yang bilang itu sudah takdir. Ilmuwan juga masih pro dan kontra soal itu. Yang pasti, fenomena alam itu bisa dirasakan dalam 10 kejadian berikut ini. Dan yang pasti ini bukan imajinasi belaka, sebab kita sudah mengalaminya.


* Kebakaran hutan besar-besaran

Bukan hanya di Indonesia, sejumlah hutan di Amerika Serikat juga ikut terbakar ludes. Dalam beberapa dekade ini, kebakaran hutan meluluhlantakan lebih banyak area dalam tempo yang lebih lama juga. Ilmuwan mengaitkan kebakaran yang merajalela ini dengan temperatur yang kian panas dan salju yang meleleh lebih cepat. Musim semi datang lebih awal sehingga salju meleleh lebih awal juga. Area hutan lebih kering dari biasanya dan lebih mudah terbakar.

* Situs purbakala cepat rusak

Akibat alam yang tak bersahabat, sejumlah kuil, situs bersejarah, candi dan artefak lain lebih cepat rusak dibandingkan beberapa waktu silam. banjir, suhu yang ekstrim dan pasang laut menyebabkan itu semua. Situs bersejarah berusia 600 tahun di Thailand, Sukhotai, sudah rusak akibat banjir besar belum lama ini.

* Ketinggian gunung berkurang

Tanpa disadari banyak orang, pegunungan Alpen mengalami penyusutan ketinggian. Ini diakibatkan melelehnya es di puncaknya. Selama ratusan tahun, bobot lapisan es telah mendorong permukaan bumi akibat tekanannya. Saat lapisan es meleleh, bobot ini terangkat dan permukaan perlahan terangkat kembali.

* Satelit bergerak lebih cepat

Emisi karbon dioksida membuat planet lebih cepat panas, bahkan berimbas ke ruang angkasa. Udara di bagian terluat atmosfer sangat tipis, tapi dengan jumah karbondioksida yang bertambah, maka molekul di atmosfer bagian atas menyatu lebih lambat dan cenderung memancarkan energi, dan mendinginkan udara sekitarnya. Makin banyak karbondioksida di atas sana, maka atmosfer menciptakan lebih banyak dorongan, dan satelit bergerak lebih cepat.

* Hanya yang Terkuat yang Bertahan

Akibat musim yang kian tak menentu, maka hanya mahluk hidup yang kuatlah yang bisa bertahan hidup. Misalnya, tanaman berbunga lebih cepat tahun ini, maka migrasi sejumlah hewan lebih cepat terjadi. Mereka yang bergerak lambat akan kehilangan makanan, sementar mereka yang lebih tangkas, bisa bertahan hidup. Hal serupa berlaku bagi semua mahluk hidup termasuk manusia.

* Pelelehan Besar-besaran

Bukan hanya temperatur planet yang memicu pelelehan gununges, tapi juga semua lapisan tanah yang selama ini membeku. Pelelehan ini memicu dasar tanah mengkerut tak menentu sehingga menimbulkan lubang-lubang dan merusak struktur seperti jalur kereta api, jalan raya, dan rumah-rumah. Imbas dari ketidakstabilan ini pada dataran tinggi seperti pegunungan bahkan bisa menyebabkan keruntuhan batuan.

* Keganjilan di Daerah Kutub

Hilangnya 125 danau di Kutub Utara beberapa dekade silam memunculkan ide bahwa pemanasan global terjadi lebih “heboh” di daerah kutub. Riset di sekitar sumber airyang hilang tersebut memperlihatkan kemungkinan mencairnya bagian beku dasar bumi.

* Mekarnya Tumbuhan di Kutub Utara

Saat pelelehan Kutub Utara memicu problem pada tanaman danhewan di dataran yang lebih rendah, tercipta pula situasi yang sama dengan saatmatahari terbenam pada biota Kutub Utara. Tanaman di situ yang dulu terperangkap dalam es kini tidak lagi dan mulai tumbuh. Ilmuwan menemukan terjadinya peningkatan pembentukan fotosintesis di sejumlah tanah sekitar dibanding dengan tanah di era purba.

* Habitat Makhluk Hidup Pindah ke Dataran Lebih Tinggi

Sejak awal dekade 1900-an, manusia harus mendaki lebihtinggi demi menemukan tupai, berang-berang atau tikus hutan. Ilmuwan menemukan bahwa hewan-hewan ini telah pindah ke dataran lebih tinggi akibat pemanasan global. Perpindahan habitat ini mengancam habitat beruang kutub juga, sebab es tempat dimana mereka tinggal juga mencair.

* Peningkatan Kasus Alergi

Sering mengalami serangan bersin-bersin dan gatal di matasaat musim semi, maka salahkanlah pemanasan global. Beberapa dekade terakhir kasus alergi dan asma di kalangan orang Amerika alami peningkatan. Pola hidupdan polusi dianggap pemicunya. Studi para ilmuwan memperlihatkan bahwa tingginya level karbondioksida dan temperatur belakangan inilah pemicunya. Kondisi tersebut juga membuat tanaman mekar lebih awal dan memproduksi lebih banyak serbuk sari.

Diterjemahkan secara bebas dari www.livescience.com

Kredit foto www.earthportal.org

Read More......

Global Warming

Perubahan Iklim Global atau dalam bahasa inggrisnya GLOBAL CLIMATE CHANGE menjadi pembicaraan hangat di dunia dan hari ini Konferensi Internasional yang membahas tentang hal tersebut sedang diselenggarakan di Nusa Dua Bali mulai tanggal 3 hingga 14 Desember 2007, diikuti oleh delegasi dari lebih dari 100 negara peserta. Salah satu penyebab perubahan iklim adalah Pemanasan Global (Global Warming).

Pemanasan Global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan Bumi. Pemanasan Global disebabkan diantaranya oleh “Greenhouse Effect” atau yang kita kenal dengan EFEK RUMAH KACA. Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbondioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batu bara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk mengabsorbsinya.

Istilah efek rumah kaca, diambil dari cara tanam yang digunakan para petani di daerah iklim sedang (negara yang memiliki empat musim). Para petani biasa menanam sayuran atau bunga di dalam rumah kaca untuk menjaga suhu ruangan tetap hangat. Kenapa menggunakan kaca/bahan yang bening? Karena sifat materinya yang dapat tertembus sinar matahari. Dari sinar yang masuk tersebut, akan dipantulkan kembali oleh benda/permukaan dalam rumah kaca, ketika dipantulkan sinar itu berubah menjadi energi panas yang berupa sinar inframerah, selanjutnya energi panas tersebut terperangkap dalam rumah kaca. Demikian pula halnya salah satu fungsi atmosfer bumi kita seperti rumah kaca tersebut. Sebagai Illustrasi sederhana tentang terjadinya pemanasan Global silahkan KLIK DISINI

Untuk mencegah dan mengurangi emisi gas karbondioksida dan efek rumah kaca mendorong lahirnya PROTOKOL KYOTO. Dinegosiasikan di Kyoto Jepang pada Desember 1997, dibuka untuk penandatanganan 16 Maret 1998 dan ditutup pada 15 Maret 1999. Persetujuan ini mulai berlaku pada tanggal 16 Pebruari 2005, setelah ratifikasi resmi yang dilakukan Rusia pada 18 November 2004.

Hingga 23 Oktober 2007 sudah 179 negara yang meratifikasi PROTOKOL KYOTO tersebut, daftar negara dapat anda lihat DISINI. Ada empat negara yang telah menandatangani namun belum meratifikasi protokol Kyoto tersebut yaitu, Australia (tidak berminat meratifikasi), Monako, Amerika Serikat yang merupakan pengeluar terbesar gas rumah kaca juga tidak berminat untuk meratifikasinya, sisanya Kazakstan. Tetapi setelah baru-baru ini Australia meratifikasinya menjelang konferensi perubahan iklim di Bali, maka tinggal Amerika Serikat sendiri sebagai negara industri besar yang belum meratifikasinya. Negara lain yang belum memberikan reaksi adalah Afghanistan, Andorra, Brunei, Rep. Afrika Tengah, Chad, Komoro Island, Irak, Taiwan, Republik Demokratik Arab Sahrawi, San Marino, Somalia, Tajikistan, Timor Leste, Tonga, Turki, Vatikan, dan Zimbabwe.

Dikutip dari sumber :

MENLH.GO.ID
EFEK RUMAH KACA
PROTOKOL KYOTO
STATUS RATIFIKASI PROTOKOL KYOTO per Oktober 2007

Read More......

ഗ്ലോബല് വാര്മിംഗ്

Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.



Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.

Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.



Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.

Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.

Read More......

4.10.2009

Rumput Laut

Rumput laut atau algae yang juga dikenal dengan nama seaweed merupakan bagian terbesar dari tanaman laut. Perairan laut Indonesia dengan garis pantai sekitar 81.000 km diyakini memiliki potensi rumput laut yang sangat tinggi. Tercatat sedikitnya ada 555 jenis rumput laut di perairan Indonesia, diantaranya ada 55 jenis yang diketahui mempunyai nilai ekonomis tinggi, diantaranya Eucheuma sp., Gracilaria sp. dan Gelidium sp. Sejak zaman dulu rumput laut telah digunakan manusia sebagai makanan dan obat-obatan.


Rumput laut biasanya dapat ditemui di perairan yang berasosiasi dengan keberadaan ekosistem terumbu karang. Rumput laut alam biasanya dapat hidup di atas substrat pasir dan karang mati. Beberapa daerah pantai di bagian selatan Jawa dan pantai barat Sumatera, rumput laut banyak ditemui hidup di atas karang-karang terjal yang melindungi pantai dari deburan ombak. Di pantai selatan Jawa Barat dan Banten misalnya, rumput laut dapat ditemui di sekitar pantai Santolo dan Sayang Heulang di Kabupaten Garut atau di daerah Ujung Kulon Kabupaten Pandeglang. Sementara di daerah pantai barat Sumatera, rumput laut dapat ditemui di pesisir barat Provinsi Lampung sampai pesisir Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam.

Selain hidup bebas di alam, beberapa jenis rumput laut juga banyak dibudidayakan oleh sebagian masyarakat pesisir Indonesia. Contoh jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan diantaranya adalah Euchema cottonii dan Gracelaria sp. Beberapa daerah dan pulau di Indonesia yang masyarakat pesisirnya banyak melakukan usaha budidaya rumput laut ini diantaranya berada di wilayah pesisir Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Pulau Bali, Provinsi Kepulauan Riau, Pulau Lombok, Sulawesi, Maluku dan Papua.

Read More......

SELAMATKAN MANGROVE
PENDAHULUAN


Potensi Sumberdaya Alam Hayati Propinsi Jawa Barat cukup besar, baik wilayah laut maupun pesisir yang sangat potensial untuk dikembangkan. Hasil kajian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, menunjukkan bahwa sumber daya kelautan yang harus dikembangkan dan dijaga ekosistemnya adalah hutan bakau (mangrove).

Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam potensial dengan ekosistem yang sangat unik karena membentuk formasi hutan dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi pasang surut air laut dan air tawar.

Pemanfaatan dan budi daya mangrove mempunyai nilai ganda, selain sebagai pelindung pantai juga sebagai tempat akumulasi sedimen dan tempat berkembangnya beberapa biota pantai. Beberapa negara telah melakukan pengembangbiakan mangrove untuk penelitian, wisata pantai, bahan bangunan/ kerajinan dan obat – obatan. Namun pemanfaatannya kurang memperhatikan kondisi lingkungan hidup dan ketahanan pantai dari gelombang dan abrasi air laut, sehingga ekosistem mangrove terus mengalami degradasi, gangguan dan perambahan, serta pada daerah tertentu mengalami eksploitasi secara berlebihan.

Uraian di atas menunjukkan bahwa kelestarian mangrove terancam sehingga diperlukan strategi pengelolaan mangrove dan kawasan pantai yang berwawasan lingkungan.


FUNGSI, MANFAAT DAN NILAI

A.Fungsi
Fungsi ekosistem mangrove sangat penting bagi sistem penyangga kehidupan, baik kehidupan satwa liar maupun kehidupan manusia yang mendapatkan manfaat secara langsung atau tidak langsung.

1.Fungsi Fisik Kimia
Komunitas mangrove yang merupakan jembatan penghubung ekosistem laut dan ekosistem daratan, dapat berfungsi untuk:
 Menahan energi gelombang dari laut atau menahan erosi pantai;
 Menahan interusi air laut, angin/ badai;
 Mengurangi pengaruh pencemaran di wilayah pesisir dengan menyerap sedimen dan sebagainya.

2.Fungsi Biologi
Mangrove sebagai tempat hidup, mencari makan dan berkembang biak bagi flora dan fauna pantai seperti:

• Mamalia;
• Burung;
• Amphibia;
• Ikan;
• Pohon Bakau;
• Semak;
• Liana;
• Epifit;
• Jamur; dan sebagainya.

3.Fungsi Sosial Ekonomi
Mangrove sebagai sumber mata pencaharian bagi nelayan dan masyarakat pesisir lainnya serta pemerintah dengan mengeksploitasi sumber daya alam hayati laut dan pesisir, seperti:
 Ikan;
 Kayu Bakar;
 Bahan Baku Chip dan Kertas;
 Bahan Bangunan;
 Bahan Pangan dan Obat;
 Lahan Budidaya Perikanan;
 Wisata Alam; dan sebagainya.

B.Manfaat
Berdasarkan fungsi di atas, mangrove merupakan ekosistem wilayah pesisir yang mempunyai multimanfaat bagi kehidupan manusia dan kehidupan lain di kawasan tersebut. Adapun beberapa manfaat dari mangrove adalah sebagai berikut:
1.Sebagai feeding ground penghasil zat organik produktif yang merupakan mata rantai utama dalam jaringan makanan (food web) dalam ekosistem pantai;
2.Sebagai nursery ground bagi berbagai jenis ikan, udang, ketam – ketaman, kerang – kerangan, dan fauna lainnya;
3.Sebagai breeding area berbagai jenis ikan, udang, ketam – ketaman, kerang – kerangan, dan binatang lain seperti: burung, kera, ular dan sebagainya;
4.Sebagai pelindung pantai/ wilayah pesisir terhadap gempuran ombak, angin taupan, tsunami, dan pencegah terjadinya intrusi air laut ke daratan (abrasi);
5.Sebagai perangkap dan buffer terhadap polutan dan limbah, baik yang bersumber dari kegiatan pabrik/ industri maupun dari kegiatan rumah tangga. Dengan demikian menunjang terhadap keberhasilan usaha budidaya udang di tambak;
6.Sebagai sumber produksi hasil hutan berupa kayu bakar, kayu bangunan, bahan bakar arang, obat – obatan, bahan baku kertas, pupuk, bahan penyamak dan sebagainya;

C.Nilai
Mangrove merupakan sumber daya alam hayati yang sangat potensial untuk dikembangkan dengan tetap menjaga kelestariannya. Adapun nilai – nilai yang dapat diperoleh dari pengelolaan mangrove secara optimal dengan tetap menjaga potensi lestarinya (berwawasan lingkungan) yaitu:
1.Obyek wisata pantai yang saat ini banyak diminati oleh para wisatawan lokal dan mancanegara;
2.Menghasilkan produk perikanan sekitar 200.000 ton/ tahun;
3.Menghemat biaya perlindungan pantai sebesar US$ 250.000; dan
4.Mempunyai potensi pariwisata US$ 15.000 sampai 450.000;


KERUSAKAN

Kerusakan hutan mangrove disebabkan oleh beberapa hal yaitu sebagai berikut:
1.Gangguan Alamiah:
• Gunung Api;
• Gempa Bumi;
• Tsunami; dan
• Perubahan iklim secara global.

2.Gangguan Manusia:
• Eksploitasi secara berlebihan;
• Penebangan/ perambahan hutan bakau;
• Pencemaran dan Sedimentasi dari kegiatan industri dan
sebagainya;
• Pariwisata/ ekoturisme; serta

3.Kegiatan Perikanan:
Rusaknya hutan mangrove disebabkan karena:
• Kurangnya pengetahuan masyarakat akan fungsi serta adanya
anggapan kurangnya manfaat ekonomi yang dirasakan secara
langsung oleh mereka selain sebagai kayu bakar dan arang;
• Masyarakat menganggap bahwa mangrove merupakan tempat
hinggapnya burung yang menjadi hama bagi benih udang dan ikan
yang dibudidayakan.


UPAYA PELESTARIAN

Besarnya fungsi, manfaat dan nilai yang terkandung dalam hutan mangrove menuntut kita untuk bertindak bijaksana, tidak semata – mata mengejar keuntungan yang sebesar – besarnya dan sesaat, tapi perlu disertai oleh tindakan pelestariannya sehingga dapat memberikan nilai tambah (added value) bagi kesejahteraan masyarakat secara berkesinambungan.

Dengan kondisi hutan mangrove seperti saat ini, menyebabkan produksi ikan dari hasil budidaya air payau mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Untuk mengatasi hal tersebut, maka langkah yang kita lakukan adalah turut memelihara kelestarian hutan mangrove, antara lain dengan:
1.Tidak melakukan pengambilan pohon bakau untuk kayu bakar, arang
atau dengan alasan apa pun;
2.Tidak melakukan penebangan atau perambahan hutan bakau baik skala
kecil maupun skala besar untuk pembangunan tambak atau dengan
alasan apa pun;
3.Tidak melakukan pengeboman dan penggunaan potas ataupun jenis bahan
kimia lain yang dapat mengancam kelestarian hutan mangrove;
4.Tidak melakukan penangkapan ikan secara berlebihan;
5.Tidak membuang sampah dan atau limbah di pantai maupun sungai yang
bermuara ke pantai karena hal ini dapat menimbulkan pencemaran dan
penimbunan sedimen di perairan pantai terutama ekosistem mangrove.

Read More......

Lestarikan Terumbu Karang

PENDAHULUAN


Terumbu karang adalah salah satu ekosistem dasar laut dangkal yang mempunyai keanekagaman hayati cukup tinggi. Terumbu karang disusun oleh hermatypic coral, yaitu sejenis karang yang mampu membuat bangunan atau kerangka karang dari kalsium karbonat (CaCO3) yang sangat kuat, sehingga koloni karang tersebut mampu menahan gaya gelombang air laut. Selain hermatypic coral tersebut di atas, terdapat juga biota lain yang berperan dalam proses pembentukan terumbu karang, namun dalam skala kecil.

Kemampuan hermatypic coral dalam pembentu-kan bangunan kapur tidak terlepas dari proses hidup organisme tersebut. Hermatypic coral bersimbiose dengan algae simbion (zooxanthellae) yang tumbuh di dalam jaringan polip. Alga tersebut memegang peranan penting dalam menstimulasi produksi kapur sehingga karang dapat tumbuh dan terumbu berkembang lebih luas.

Dalam perkembangannya, alga simbion membutuh-kan sinar matahari untuk proses fotosintesis. Oleh karena itu, jenis karang tersebut umumnya hidup dan berkembang dengan baik di perairan pantai/ laut yang jernih dengan suhu 18 – 40 oC (optimal 23 – 25oC) dan salinitas 30-36‰ serta kedalaman < 50 m (optimal 25 m) dimana penetrasi cahaya matahari masih sampai ke dasar perairan. Perairan laut yang keruh karena pencemaran dan sedimentasi dari daratan, dapat menimbulkan dampak negatif terhadap pertumbuhan atau ketahanan hidup karang serta dapat mengancam kelestarian ekosistem terumbu karang.

POTENSI DAN KONDISI PERIKANAN TERUMBU KARANG SAAT INI

Terumbu karang sangat potensial dikembangkan sebagai tempat budidaya dan tempat penangkapan berbagai jenis biota perikanan seperti:
- Rumput laut;
- Spon, kerang, siput dan karang lunak;
- Udang, lobster, dan kepiting;
- Cacing laut, teripang, bulu babi, dan bintang laut;
- Ikan karang konsumsi (kerapu, ekor kuning, kakap kuning, dan kakap merah);
- Ikan karang hias (kepe-kepe, napoleon, bidadari, kakatua, botana, dan ikan giru);
- Ikan karang lain (buntal, pari, dan lepu ayam);
- Kuda laut, dan belut murai;
- Reptil (penyu sisik) dan mamalia laut (ikan duyung).

Kondisi terumbu karang Indonesia saat ini sebagian besar mengalami kerusakan. Hasil survey Program Rehabilitasi Pengelolaan Terumbu Karang (COREMAP – Coral Reef Rehabilitation and Management Program) LIPI menunjukkan bahwa terumbu karang yang benar – benar sangat baik hanya 6,49% sedangkan selebihnya dalam kondisi sangat buruk (40,62%) sedang (28,61%) dan baik (24,28%).

FUNGSI, MANFAAT & NILAI TERUMBU KARANG

1. Fungsi
- Pelindung pantai dari gelombang dan badai;
- Tempat hidup dan berkembang biak ikan karang;
- Tempat perlindungan ikan karang yang berukuran lebih kecil dari pemangsaan ikan karang lainnya;
- Penghasil bahan – bahan organik, tempat mencari makan, tempat tinggal dan penyamaran bagi komunitas ikan.

2. Manfaat
- Perikanan, baik budidaya maupun penangkapan;
- Sumber makanan;
- Bahan obat – obatan;
- Bahan baku berbagai industri;
- Pendidikan dan riset;
- Kawasan konservasi laut.

3. Nilai
- Obyek wisata bahari;
- Menghasilkan produk perikanan US$ 15.000/ tahun;
- Menghemat biaya perlindungan pantai sebesar US$ 193.000;
- Mempunyai potensi pariwisata US$ 13.000 sampai 500.000.


PENYEBAB KERUSAKAN TERUMBU KARANG

Seiring dengan perkembangan teknologi dalam usaha penangkapan ikan di laut, termasuk ikan karang menyebabkan variasi keragaman alat tangkap semakin banyak dengan teknik operasional yang berbeda – beda.
Pengoperasian jenis alat tangkap tertentu sering didahului dengan pengeboman sehingga menyebab-kan kerusakan pada terumbu karang sebagai habitat ikan karang serta biota karang lainnya.
Pengeboman dengan bahan peledak berbobot 0,5 kg saja dapat merusak terumbu karang hingga radius 3 m. Sementara efek pengeboman pada radius 10 m, ikan karang akan mengalami kematian. Ikan yang terkena bom ledakan hanya 40% yang mengapung dan 60% lainnya tenggelam.
Penggunaan racun sianida sianida (potas) dan jenis lainnya dalam penangkapan ikan karang juga sebagai penghancur terumbu karang, dimana pada konsentrasi 4 ppm terumbu karang akan memutih. Inilah yang menyebabkan produksi ikan – ikan karang semakin menurun serta ikan yang tertangkap dengan meng-gunakan potas tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.

Selain pengeboman dan peng-gunaan racun sianida, kerusakan terumbu karang juga disebabkan oleh beberapa hal yaitu sebagai berikut:
1. Gangguan Alamiah:
- Gunung Api;
- Gempa Bumi;
- Tsunami;
- Pemangsa; dan
- Perubahan iklim secara global.
2. Gangguan Manusia:
- Tangkap lebih (overfishing);
- Penambangan/ penggalian batu karang;
- Pencemaran dan Sedimentasi;
- Pariwisata/ ekoturisme; serta
- Pengerukan, pengurungan & pembangunan pantai.
UPAYA PELESTARIAN


Dengan kondisi terumbu karang seperti saat ini, menyebabkan produksi ikan dari hasil tangkapan mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Untuk mengatasi hal tersebut, maka langkah yang kita lakukan adalah turut memelihara kelestarian terumbu karang, antara lain dengan:

1.Tidak melakukan pengambilan terumbu karang dengan alasan apa pun;
2.Tidak melakukan pengeboman dan penggunaan potas ataupun jenis bahan kimia lain yang dapat mengancam kelestarian ekosistem terumbu karang;
3.Tidak menggunakan alat tangkap yang dapat merusak terumbu karang seperti trawl dan sejenisnya;
4.Tidak melakukan penangkapan ikan secara berlebihan;
5.Tidak membuang sampah dan atau limbah di laut maupun sungai yang bermuara ke laut karena hal ini dapat menimbulkan pencemaran dan penimbunan sedimen di perairan terutama ekosistem terumbu karang.

Read More......

4.07.2009

സൂപ്ലന്ക്ടോന് (ടഫ്നിയ സ്പ)

Daphnia
Daphnia seringkali dikenal sebagai kutu air karena kemiripan bentuk dan cara bergeraknya yang menyerupai seekor kutu (Gambar 1) . Pada kenyataannya Daphnia termasuk dalam golongan udang-udangan dan tidak ada hubungannya dengan kutu secara taxonomi. Daphnia merupakan udang-udangan renik air tawar dari golongan Brachiopoda. Mereka boleh dikatakan masih saudara dengan Artemia. Meskipun gerakannya tampak "meloncat" seperti seekor kutu sebenarnya binatang ini berenang dengan menggunakan "kakinya" (sering disebut sebagai antena), bahkan dengan berbagai gaya yang berbeda. Apabila anda menjumpai hewan renik yang meloncat di permukaan air, boleh dipastikan itu bukanlah Daphnia melainkan Cyclops.

Daphnia merupakan sumber pakan bagi ikan kecil, burayak dan juga hewan kecil lainnya. Kandungan proteinnya bisa mencapai lebih dari 70% kadar bahan kering. Secara umum, dapat dikatakan terdiri dari 95% air, 4% protein, 0.54 % lemak, 0.67 % karbohidrat dan 0.15 % abu. Kepopulerannya sebagai pakan ikan selain karena kandungan gizinya serta ukurannya, adalah juga karena "kemudahannya" dibudidayakan sehingga dapat tersedia dalam jumlah mencukupi, hampir setiap saat.
Pemberian tanda kutip pada kata "kemudahan" sengaja dilakukan karena tidak jarang orang yang sudah mencoba membudidayakan Daphnia sesuai dengan berbagai anjuran, tetapi ternyata sering tidak berhasil, dan tampak seolah-olah pekerjaan ini tidak semudah yang dikatakan. Tetapi dilain pihak banyak juga yang dengan sukses membudiyakannya tanpa sedikitpun mengalami kesulitan. Berikut adalah beberapa hal-hal yang sebaiknya dipahami sebelum anda memulai menyiapkan tempat untuk membudiyakan Daphnia. Dengan mengetahui sedikit riwayat hidup mereka, setidaknya akan memudahkan untuk mengantisipasi hal-hal yang mungkin kurang tepat apabila ditemui hambatan dalam pembudidayaan mereka.

Siklus Hidup.
Daphnia merupakan udang-udangan yang telah beradaptasi pada kehidupan badan perairan yang secara periodik mengalami kekeringan. Oleh karena itu, dalam perkembangbiakannya (seperti halnya Artemia) dapat dihasilkan telur berupa kista maupun anak yang "dilahirkan". Telur berupa kista ini dapat bertahan sedemikian rupa terhadap kekeringan dan dapat tertiup angin kemana-mana, sehingga tidak mengherankan kalau tiba-tiba dalam genangan air disekitar rumah kita ditemukan Daphnia.
tidak dibuahi ini berkembang sedemikian rupa dalam kantung telur di tubuh induk, kemudian berubah menjadi larva. Seekor Daphnia betina bisa menghasilkan larva setiap 2 atau 3 hari sekali. Dalam waktu 60 hari seekor betina bisa menghasilkan 13 milyar keturunan, yang semuanya betina. Tentu saja tidak semua jumlah ini bisa sukses hidup hingga dewasa, keseimbangan alam telah mengaturnya sedemikian rupa dengan diciptakannya berbagai musuh alami Daphnia untuk mengendalikan populasi mereka. Daphnia muda mempunyai bentuk mirip dengan bentuk dewasanya tetapi belum dilengkapi dengan "antena" yang panjang.
Apabila kondisi lingkungan hidup tidak memungkinkan dan cadangan pakan menjadi sangat berkurang, beberapa Daphnia akan memproduksi telur berjenis kelamin jantan. Kehadiran jantan ini diperlukan untuk membuahi telur, yang selanjutnya akan berubah menjadi telur tidur (kista/aphippa). Seekor jantan bisa membuahi ratusan betina dalam suatu periode. Telur hasil pembuahan ini mempunyai cangkang tebal dan dilindungi dengan mekanisme pertahanan terhadap kondisi buruk sedemikian rupa. Telur tersebut dapat bertahan dalam lumpur, dalam es, atau bahkan kekeringan. Telur ini bisa bertahan selama lebih dari 20 tahun dan menetas setelah menemukan kondisi yang sesuai. Selanjutnya mereka hidup dan berkembang biak secara aseksual. Dan begitu seterusnya. Gambar 2 menunjukkan ilustrasi siklus hidup Daphnia seperti diuraikan diatas.
Hama Daphnia.
Seperti disebutkan diatas bahwa Daphnia mempunyai banyak musuh alami untuk mengontrol populasinya sedemikian rupa, sehingga tercipta suatu keseimbangan. Dalam membudidayakan Daphnia kehadiran musuh alami ini tentu saja tidak dikehendaki, karena akan sangat menekan populasi Daphnia yang dipelihara tersebut, atau bahkan musnah sama sekali, sehingga tujuannya sebagai sumber pakan ikan tidak akan dapat dipenuhi. Salah satu musuh alami Daphnia adalah Hydra.
Hydra merupakan keluarga anemon. Berbeda dengan saudaranya yang hidup di laut binatang ini hidup di air tawar. Ukurannya mulai dari sangat kecil hingga sampai dengan 2 cm. Jangan biarkan binatang ini mencemari kultur Daphnia anda, apabila kita ingin berhasil dalam membudidayakan Daphnia. Gambar 3 menunjukkan penampilan seekor hydra yang menempelkan dirinya pada tangkai tanaman air. Sedangkan gambar 4, menunjukkan bagaimana seekor hydra menangkap dan memangsa seekor Daphnia.

Read More......

Chlorophyceae, Phaeophyceae, dan Rhodophyceae) serta mengenal bentuk-bentuk morfologinya

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Laut, seperti halnya daratan, dihuni oleh biota, yakni tumbuh-tumbuhan, hewan dan mikroorganisme hidup. Pemanfaatan biota laut yang makin hari makin meningkat dibarengi oleh kemajuan pengetahuan tentang kehidupan biota laut yang tertampung dalam ilmu pengetahuan laut yang dinamakan biologi laut (marine biology).
Biologi Laut adalah ilmu yang mempelajari latar Belakang tentang hewan dan mahluk-mahluk lain yang hidup di laut termasuk tumbuhan tingkat rendah (plankton) dan tumbuhan tingkat tinggi (berbunga, bersel banyak). Tingginya keanekaragaman jenis biota laut barangkali hanya dapat ditandingi oleh keanekaragaman jenis biota di hutan hujan tropik.
Biologi laut, yakni ilmu pengetahuan tentang kehidupan biota laut, berkembang begitu cepat untuk mengungkapkan rahasia kehidupan berbagai jenis biota laut Biologi Laut adalah ilmu yang mempelajari latar Belakang tentang hewan dan mahluk-mahluk lain yang hidup di laut termasuk tumbuhan tingkat rendah (plankton) dan tumbuhan tingkat tinggi (berbunga, bersel banyak). Biologi Laut terdiri dari berbagai disiplin ilmu seperti planktonologi, zoologi, ekologi, invertebrata, avertebrata, dan oceanografi. Kemajuan teknologi yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi ekosistem laut.
Pentingnya keberadaan ekosistem laut bagi seluruh makhluk hidup membuat pemanfaatan dan pengelolaannya sangat dijaga dan diperhatikan. Praktikum ini dilakukan agar praktikan dapat mulai mengerti betapa pentingnya laut beserta isinya bagi kelangsungan hidup manusia. Dengan praktikum ini praktikan diharapkan dapat mempelajari berbagai jenis biota yang terdapat di ekosistem laut, termasuk alga, formasi pes-caprae dan karakteristik habitat intertidal.
Alga merupakan tumbuhan tingkat rendah yang tumbuh melekat pada substrat-substrat yang kokoh seperti batu karang, tiang-tiang panjang, dan batok-batok/ kulit kerang. Mereka terkukung dalam rumbai-rumbai benua dan pulau-pulau di puncak gorong-gorong atau gunung-gunung di bawah laut yang didapatinya tempat melekat dan cukup cahaya untuk fotosintesis. Ciri umum yang dimiliki oleh alga adalah : biasanya hidup diair laut, air tawar dan ditempat-tempat yang lembab serta melekat pada substrat yang kokoh seperti batu karang, tiang pancang dan kerikil serta kulit kerang (McConnaughey, 1983).
Istilah alga pertama kali digunakan oleh Linnaeus (1975), ada beberapa jenis alga yang digunakan dalam pengamatan laboratorium adalah tiga kelas besar yaitu : alga hijau (Chlorophyta), alga coklat ( Phaeophyta) dan alga merah (Rhodophyta). Tumbuhan laut alga ada yang bersifat uniseluler (bersel tunggal) dan ada pula yang bersel banyak (multiseluler) (Nontji, 1993)

Chloropyceae
Seperti namanya, kelompok alga ini berwarna hijau. Pigmen dari kloroplas, yakni bentuk sel yang mengandung pigmen untuk fotosintesis, mencakup 2 jenis klorofil, yakni klorofil-a dan klorofil-b, dan berbagai karatinoid. Kelas alga ini mempunyai bentuk yang sangat beragam, tetapi bentuk umum yang sering dijumpai adalah bentuk filamen (seperti benang) dengan septa (sekat) atau tanpa sekat, dan berbagai bentuk lembaran (Kasjian R dan Sri J, 2001).
Alga atau ganggang termasuk jenis tanaman yang sederhana atau tingkat menengah karena tidak mempunyai akar, batang, daun dan bunga yang khusunya dinamakan Thallus (Aslan, 1991). Ciri umum yang dimiliki oleh alga adalah : biasanya hidup diair laut, air tawar dan ditempat-tempat yang lembab serta melekat pada substrat yang kokoh seperti batu karang, tiang pancang dan kerikil serta kulit kerang (McConnaughey, 1983).
Menurut warnanya algae dibedakan menjadi empat kelas:
1.Algae hijau (Chlorophyceae).
2.Algae biru hijau (Chyanophyceae).
3.Algae coklat (Phaeophyceae)
4.Algae merah (Rhodophyceae).
Chlorophyceae umumnya berwarna hijau karena mengandung klorofil a dan b, α dan β karoten, dan xanthophyl; mempunyai cadangan makanan berupa tepung; bentuk thallus filamenthous multiseluler, coneocitik parenkimateous atau membranaceous. Reprouksi secara aseksual (zoospora motil) maupun seksual (isogami atau oogami). (Nybakken, 1992).
Chlorophyceae atau alga hijau merupakan salah satu kelompok besar alga yang jumlah genera dan spesiesnya sangat beranekaragam. Chlorophyceae hidup pada air yang salinitasnya tinggi, daerah oligotropik, sebagian ada yang di perairan payau. Beberapa ordo Chlorophyceae hidup di laut tertutup. Organisasi pada tubuh Chlorophyta meliputi uniselluler, koloni, filamen, membran atau menyerupai lembaran dan bentuk tubular. Organisasi selluler pada Chlorophyta seperti pada semua alga yaitu eukariotik (Dodge, 1973).
Ciri-ciri alga hijau (Chlorophyceae) menurut Aslan (1998) yaitu:
a.reproduksi mempunyai stadia berbulu cambuk, seksual, dan aseksual
b.mengandung klorofil a dan b, beta, gamma karoten, dan xantofil
c.berwarna hijau
d.pesediaan atau cadangan makanan berupa kanji dan lemak
e.dalam dinding selnya terdapat selulosa, sylan, dan mannan
f.memiliki tilakoid
g.dalam plastida terdapat pirenoid sebagai tempat penyimpanan produksi fotosintesis
h.thalli satu sel, berbentuk pita, berupa membran, tubular, dan kantong, atau berbentuk lain
i.umumnya eukariotik, berinti satu atau banyak (kunositik)
j.bersifat bentik dan planktonik.
Spesies dari kelas chlorophyceae ini sebagian besar nonmotil, tetapi beberapa sel reproduktif dapat berflagel. Mempunyai bahan makanan berupa minyak dan pati. Berkembang biak dengan membelah, pembentukan zoospora aseksual berflagella, atau secara seksual dengan isogami dan heterogami (Pandey, 1995).
Sebaran alga hijau banyak terdapat pada mintakat litoral bagian atas, khususnya di belahan bagian bawah mintakat pasut, dan tepat di daerah bawah pasut sampai kecelukan 10 m atau lebih, dengan kata lain terdapat pada habitat yang mendapat penyinaran matahari secara langsung (Romimohtarto, 2001).
Algae hijau yang hidup di perairan air tawar, contohnya Volvox dan Pondorina. Pada umumnya alagae hijau mempunyai struktur tubuh yang bervariasi; ada yang berbentuk motil, benang (filamentous), bentuk rambut, tabung (sophonaceus), bentuk chova, bentuk palmella dan ada yang berbentuk bola. Contoh dari species ini adalah Ulva sp., Caulerpa sp. dan Halicystis sp..( Robert Zottoli, 1983 ).
Karakteristik Chlorophyceae sangat serupa dengan yang dimiliki oleh tumbuhan tinggi. Karakteristik yang serupa tersebut yaitu menyimpan karbohidratnya dalam bentuk kanji sebagai cadangan makanan utamanya, susunan dinding selnya (selulosa), pigmen fotosintesisnya (klorofil a dan b dan sebagainya), serta ultra strukturnya (Loveless, 1989).

Phaeophyceae
Phaeophyceae, biasa disebut alga coklat yang seluruhnya hidup dilaut dengan siklus hidup menunjukan variasi tipe pergantian generasi (metagenesis). Warna coklat kekuningan yang disebabkan oleh adanya pigmen karotenoid, yaitu fukosantin yang sangat dominan sehingga menutupi klorofilnya. Cadangan makanan berupa zat hidrat arang laminarin yang larut dalam getah sel. Reproduksi aseksual dengan cara menghasilkan zoospora berflagel, sedangkan reproduksi seksual dilakukan dengan cara peleburan gamet. Berdasarkan atas tipe pergantian keturunannya, Phaeophyceae dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu : isogeneratae, heterogeneratae dan cyclosporeae (Anonim, 2005a). Semua Phaeophyceae bersel banyak dan berupa benang-benangan atau memiliki bagian seperti thallus yang rumit yaitu tangkainya dan pegangan dasar yang kerap kali seperti akar tampaknya (Nybakken, 1982). Salah satu contoh dari kelas Phaeophyceae adalah Sargassum sp. yang apabila terlepas dari substrat akan dapat hidup mengapung karena mempunyai gelembung-gelembung udara sebagai pelampung (Nontji, 1993).
Ciri-ciri Phaeophyceae yang lain menurut Aslan (1998) yaitu :
a.Saat bereproduksi, alga ini memiliki stadia gamet atau zoospora berbulu cambuk seksual dan aseksual;
b.Mempunyai pigmen betakaroten, violaxantin dan fukoxantin;
c.Persediaan makanan (hasil fotosintesis) berupa laminaria (beta, 1-3 ikatan glukan);
d.Pada bagian dalam dinding selnya terdapat asam alginik dan alginat;
e.Mengandung pirenoid dan tilakoid (lembaran fotosintesis);
f.Ukuran dan bentuk thalli beragam, dari yang berukuran kecil sebagai epifit, sampai yang berukuran besar, bercabang banyak, berbentuk pita atau lembaran, cabangnya ada yang sederhana dan ada pula yang tidak bercabang;
g.Umumnya tumbuh sebagai alga bentik.
Menurut Bold and Wyne (1978), phaeophyceae terdiri atas tiga subkelas berdasarkan pergantian keturunan. Isogenerate ditandai dengan suatu pergantian keturunan dengan saprofit dan gametofitnya mempunyai ukuran yang sama namun sitologinya berbeda. Heterogenerate ditandai dengan suatu pergantian keturunan saprofit dan gametofitnya berbeda ukuran dan bentuknya. Umumnya saprofit lebih besar dari gametofitnya. Cyclospora ditandai dengan daur hidup tanpa suatu pergantian keturunan.
Cara perkembangbiakan aseksual pada bentuk sederhana umumnya menghasilkan zoospora atau fragmentasi. Reproduksi seksual terdapat pada kebanyakan alga coklat, tipe sejarah hidupnya haplodiplontik. Sporofit memproduksi gametofit melalui zoospora yang merupakan hasil akhir dari meiosis (Dawes, 1981). Alga coklat juga dikenal dengan dua tipe reproduksinya. Pertama, terdiri dari multisellulair atau organ plurilocular, yang memproduksi sel motil tunggal. Struktur keseluruhan diturunkan dari mitosis dan biasa disebut mitosporangium. Tipe kedua adalah unilocular sporangium, sel tunggalnya sperikal dan membesar. Lazimnya bagian dari meiosis, seperti meiosporangium, walaupun ada juga yang apomeiosis (Bold dan Wynne ,1978).

Rhodophyceae
Alga merah mempunyai habitat yang kosmopolitan tetapi paling banyak ditemukan didaerah tropis. Alga merah berada di bagian yang paling tinggi dari zone antar pasang hingga kedalaman yang lebih daripada alga-alga yang lain dikebanyakan tempat. Rhodophyceae kurang lebih memiliki 400 genus dan 2500 spesies. Kelompok ini hampir semuanya hidup di laut dan hanya kira-kira 12 genus dan kurang dari 100 spesies yang hidup di air tawar. (McConnaughey, 1983).
Sejumlah alga merah mempunyai arti ekonomi yang penting baik sebagai makanan langsung bagi manusia maupun sebagai sumber ekstrak phycocolloid Sebagian besar anggotanya hidup di laut, hanya tiga jenis yang ada di air tawar, yang umumnya ditemukan di sungai mengalir, meskipun sebagian kecil yang uniselluler terdapat di tanah. Bentuk yang terdapat di laut mempunyai habitat yang bervariasi mulai dari intertidal sampai laut yang dalam (Dawes, 1981).
Ciri-ciri alga merah yang lain menurut Aslan (1998) adalah sebagai berikut.
a.Dalam reproduksinya tidak mempunyai stadia gamet berbulu cambuk.
b.Reproduksi seksualnya dengan karpogonia dan spermatia.
c.Pertumbuhannya bersifat uniaksial (satu sel di ujung thallus) dan multi aksial (banyak sel di ujung thallus).
d.Alat pelekat (holdfast) terdiri dari perakaran sel tunggal atau sel banyak.
e.Memiliki pigmen fikobilin, yang terdiri dari fikoeritrin (berwarna merah) dan fikosianin (berwarna biru).
f.Bersifat adaptasi kromatik, yaitu memiliki penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan dan dapat menimbulkan berbagai warna pada thalli, seperti: merah tua, merah muda, pirang, coklat, kuning, dan hijau.
g.Mempunyai persediaan makanan berupa kanji (floridean starch).
h.Dalam dinding selnya terdapat selulosa, agar, carrageenan, porpiran, dan furselaran.
Rhodophyta dibagi menjadi satu kelas yaitu rhodophyceae. Kromatofornya mengandung klorofil a, karoten dan xanthophyl; mempunyai ficoerithrine dan fikosianin yang menyebebkan warna merah, cadangan makanan berupa tepung florida (Vashita, 1984)
Rhodophyta dibagi menjadi dua subkelas yaitu florideae dan bangioideae. Florideae mempunyai sel yang berhubungan satu sama lain yang dihubungkan oleh benang-benang sitoplasma, sedang bangioideae tidak demikian. Bangioideae mempunyai tubuh berbentuk filamen atau lembaran, sel yang banyak, terdiri dari satu bangsa (bangiales) dan marga poryphyra (Pandey, 1995)




B.Metodologi
1. Alat dan Bahan
a. Alat
1)Buku gambar
2)Pensil
3)Penghapus
4)Pena
5)Penggaris
6)Pinset
7)Piring preparat

b. Bahan
Chlorophyceae :
1)Ulva sp.
2)Caulerpa sp.
3)Halicytis sp.
4)Codium sp.
5)Enteromorpha sp.
6)Halimeda sp.
7)Spyrogira sp.
Phaeophyceae :
1)Sargassum sp.
2)Padina sp.
3)Turbinaria ap.
4)Dictyota sp.
Rhodophyceae :
1)Amphiora sp.
2)Gellidium sp.
3)Acanthopora sp.
4)Gigartina sp.
5)Laurencia sp.
2. Cara Kerja
a.Preparat yang akan diamati disiapkan
b.Masing-masing preparat yang telah disediakan diklasifikasikan
c.Morfologi preparat digambar
d.Nama bagian-bagian tubuh alga ditulis
e.Alga dideskripsikan

jenis alga hijau, alga merah dan alga coklat. Masing-masing alga memiliki bentuk thallus yang berbeda-beda. Organisme alga masih disebut thallus karena belum mempunyai akar, daun, batang dan bunga sejati. Spesies yang diamati dari kelas Chlorophyceae, Phaeophyceae dan Rhodophyceae antara lain :
Chlorophyceae
1.Ulva sp.

Ulva sp. sering disebut sebagai selada laut karena thallus dari alga ini berbentuk lembaran yang menyerupa selada. Lembaran daun berwarna hijau karena pengaruh dari kandungan klorofil a dan b. Biasa hidup berkoloni dengan melekat pada substrat
dengan bantuan holdfast (Anonim, 2005a).
Thallus pada spesies merupakan lembaran utama yang bercabang, berbatasan dengan holdfast yang berfungsi sebagai alat melekat di dasar perairan. Tubuh dari spesies ini memiliki lapisan lilin sehingga apabila tekena panas akan mengkilap. Lapisan tersebut juga berfungsi untuk menghindari hilangnya cairan tubuh saat terkena panas yang terjadi pada waktu surut tiba (Pandey, 1995; Taylor, 1960).
Ulva sp. adalah alga yang berbentuk heterothalik, berkembang biak secara aseksual dengan oospora berflagel empat yang terbentuk pada sel-sel vegetatif, sedangkan secara seksual dengan peleburan sel-sel kelamin (Loveless, 1989).

2.Caulerpa sp.

Caulerpa sp. termasuk ke dalam algae hijau (Chlorophyceae). Bentuk tubuh dari spesies ini adalah senositik. Alga jenis ini memiliki bentuk tubuh yang sangat spesifik karena menyerupai segerombolan buah anggur yang tumbuh pada tangkainya. Spesies mempunyai cabang utama yang berupa axis/stolon sehingga dimasukkan sebagai bangsa siphonales (stolon berbentuk seperti pipa). Holdfast yang terdapat menyebar di seluruh axis berfungsi untuk melekat pada substrat. Alga ini terdiri dari banyak spesies yang umumnya banyak dijumpai pada pantai yang memiliki rataan terumbu karang. Spesies ini tumbuh pada substrat karang mati, pasir yang berlumpur dan lumpur. Kebanyakan jenis ini tidak tahan terhadap kondisi kering, oleh karena itu tumbuh pada saat surut terendah yang masih tergenang air (Aslan, 1991).

3.Halicystis sp.

Halicystis sp. adalah alga dengan bentuk tubuh lonjong, mendatar tanpa sekat melintang yang terdiri dari tonjolan-tonjolan (asimilator) yang berisi sitoplasma dan klorofil. Tonjolan-tonjolan ini berfungsi sebagai tempat fotosintesis. Aktifitas fotosinteis yang berpusat pada tojolan-tonjolan ini, menyebabkan warnanya menjadi hijau tua. Selain sebagai asimilator, tonjolan-tonjolan ini juga berfungsi sebagai mengapung ketika air pasang. Hanya alat perkembangbiakannya saja yang memiliki pemisah berupa sekat. (Anonim, 2005a).
Spesies ini berbentuk seperti balon yang didalamnya terdapat cairan/sitoplasma. Thallus spesies ini tidak memiliki dinding pemisah melintang sehingga dinding selnya menyelubungi massa plasma yang mengandung banyak inti dan plastida (Pandey, 1995).

4.Spirogyra sp.

Spirogyra sp. berasal dari kata speira yang berarti gulungan dan gyros yang berarti membelit. Kloroplas terdiri atas beberapa pirenoid dan mempunyai spiral kloroplas yang menyerupai pita, memenuhi lebar ruang dan panjangnya sama dengan panjang sel tersebut. Dinding selnya mengandung gelatin. Spesies ini mempunyai sel silinder yang berisi vakuola besar di tengah yang intinya berbentuk non spherical dan terikat oleh benang sitoplasma. Spirogyra sp. hidup di dasar atau mengapung di perairan (Anonim,2005a)
Pada tubuhnya terdapat sel silinder dengan vakuola yang besar dibagian tengahnya. Terdapat pula spyral kloroplast yang menyerupai pita dengan panjang seperti sel tersebut (Romimohtarto, 2001).





5.Halimeda sp.

Asal kata dari Halimeda sp. adalah halimos yang berarti laut, mempunyai bentuk lempengan yang saling sambung-menyambung, tersusun dari zat kapur yang mengeras dan diselingi oleh calcareous (jaringan non kapur) yang fleksibel. Antar lempengan dihubungkan oleh sendi yang tersusun oleh crystal aragonite secara acak dan bergerombol. Thallus tertambat pada substrat pasir dengan holdfast fibrous (Taylor, 1960).
Menurut Anonim (2005b) spesifikasi alga ini adalah pertumbuhan thalli kompak kandungan karbonat tinggi, tinggi 7 cm. Percabangan utama dichotomus atau trichotomus. Segmen berlekuk-lekuk lebar 29 mm. Panjang 15 mm. Basal segmen lebar 21 mm dan panjang 20 mm. Holdfast lebar 17 mm dan panjang 15 mm. Persebarannya banyak dijumpai pada substrat pasir, pasir lumpuran dan pecahan karang. Dipaparan pasir tumbuh berasosiasi dengan tumbuhan lamun. Keberadaan jenis ini banyak dijumpai di perairan laut.

6.Enteromorpha sp.

Enteromorpha sp. berasal dari kata enteron yang berarti usus dan morphe yang berarti bentuk. Sel bagian tengah dan ujung berisi satu pirenoid di setiap selnya. Kloroplasnya sering memiliki bentuk seperti mangkuk yang tampak di bagian permukaan dengan ukuran yang berbeda panjangnya pada masing-masing sel. Bentuk dan susunan selnya seperti pada tumbuhan tingkat tinggi (Anonim, 2005b).
Alga ini berukuran kecil dan sering membentuk rumpun. Thallusnya berbentuk tabung dan di dalamnya terdapat ruang silinder. Siklus hidupnya mengalami pergantian keturunan yang isomorfik, tetapi beberapa spesies hanya menggunakan zoospora dalam reproduksinya. Zoospora dibebaskan melalui lubang lateral pada dinding sel. Alga ini digunakan untuk makanan ikan (Aslan, 1991).

7.Codium sp.

Codium sp. berasal dari kata kodion yang berari kulit binatang. Bentuk tubuh seperti tabung (siphoneceous) yang bertekstur tidak padat (berongga/berpori), lembut dan lentur dengan warna tubuh hijau tua. Ciri utama yang terdapat pada spesies ini adalah adanya percabangan dikotomi dan branch pada thallusnya Dinding sel dilapisi oleh gelatin. Habitatnya terdapat pada daerah yang tergenang air saat surut terendah dan selalu terkena sinar matahari ( Anonim, 2005a)
Phaeophyceae

1.Sargassum sp.

Spesies ini berwarna coklat, mempunyai holdfast, axis (cabang utama) dan branch. Tubuh alga ini didominasi oleh warna coklat kekuningan, bentuk thallus silindris atau gepeng. Tubuh utama bersifat diploid atau merupakan sporofit, thallus mempunyai cabang yang menyerupai tumbuhan angiospermae, thalli agak gepeng, licin, batang utama bulat agak kasar. Spesies ini memiliki air bladder yang berfungsi untuk mengapung jika terendam air pada saat air di daerah intertidal pasang dan juga sebagai cadangan air saat terhempas ketepian pantai Alga dari laut ini berasal dari daerah pantai. Saat mereka terpatah dari induknya, mereka hanyut ke lepas pantai dan berkembang biak disana. Sargasum sp. terus mengapung dengan bantuan air bladder dan tumbuh secara vegetatif, perkembangbiakan melalui fragmentasi. (Romimohtarto, 2001).
Daunnya disebut lateral dan tulang daunnya disebut midrib. Tangkai daun pendek dan bergerigi, tebal, licin dan kebanyakan asimetri. Holdfastnya berperan penting untuk melekatkan diri pada substrat. Main axis dapat dibedakan dengan branch dan thallusnya berwarna coklat kehijauan. Reproduksi dengan peleburan dua sel gamet yang serupa atau berbeda. Kandungan iodinnya tinggi, demikian pula dengan vitamin C dan protein (Anonim, 2005a).

2.Turbinaria sp.

Spesies ini mempunyai bentuk tubuh seperti semak/pohon (tumbuhan Angiospermae) dan seolah-olah punya akar, batang dan daun sejati. Warna tubuhnya didominasi oleh warna coklat kekuningan dan mempunyai banyak percabangan yang menyerupai terompet yang disebut lateral. Lateral mengandung lapisan lilin untuk beradaptasi pada suhu tinggi dan sinar matahari sehingga dapat mengurangi penguapan. Di bagian tengah lateral terdapat air bladder (gelembung udara), air bladder ini sangat bermanfaat untuk beradaptasi dengan daerah intertidal (daerah pasang surut). Ketika air pasang maka Turbinaria sp. akan mengapung di permukaan karena mempunyai air bladder. Selain itu air bladder juga berfungsi sebagai cadangan air saat terhempas ketepian pantai. Lateral menempel pada axis (cabang utama) dan branch. Dinding sel terdiri dari tiga macam zat, yaitu pektin, algin, dan selulosa (Dawes, 1990).
Receptacle ada di bagian ketiak daun yang fertil, berisi konseptacle yang berfungsi untuk organ reproduksi. Konseptacle menghasilkan ovum dan spermatozoid sehingga bersifat heterothallus. Habitatnya zona intertidal dengan ombak besar maupun terlindung dari ombak. Spesies ini mempunyai kandungan hara yang tinggi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai rabuk (fertilizer). Sumber algin, thannin dan phenol yang sangat bermanfaat dalam dunia kesehatan. Turbinaria sp. juga dapat berfungsi sebagai penolak serangga (Anonim, 2005a).

3.Padina sp.

Spesies ini berbentuk seperti kipas dan mempunyai warna coklat. Akarnya berbentuk serabut yang disebut holdfast untuk menempel kuat pada substrat sehingga dapat digunakan untuk beradaptasi terhadap gerakan ombak pada daerah intertidal. Di bagian yang menyerupai kipas terdapat garis-garis horisontal yang disebut garis konsentris.. Di ujung daun terdapat penebalan yang disebut penebalan gametangia yang berfungsi sebagai reproduksi gamet dan pelindung daerah pinggiran daun agar tidak sobek karena ombak besar pada zona pasang-surut (Anonim, 2005a)
Spesies ini tergolong ordo Dictyotales yang mempunyai bulu cambuk dan sporangium beruang satu dan transparan, biasanya berkembangbiak secara aseksual dengan oogonium. Satu oogonium merupakan satu sel telur dan gamet jantan mempunyai satu bulu cambuk yang terdapat pada sisinya. Fase hidup yang dilalui Padina adalah fase gametofit dan sporofit yang bergilir dan beraturan (Dawes 1990).

4.Dictyota sp.

Alga ini berwarna hijau agak kemerahan dan menyerupai rumput karena bentuk dan warnanya. Thallusnya memanjang dan berbentuk seperti pita, lebarnya 2 mm tersusun oleh 3 lapis sel. Bagian dalam tumbuhan ini terdiri dari dua lapisan yang terdiri dari dinding sel yang tipis kecil juga dilengkapi dengan kromatofor dan pada bagian tengah terdapat suatu lapisan pertengahan yang besar, dinding sel yang tebal memiliki sedikit kromatofor. Lapisan tengah yang merupakan sel yang paling besar diapit oleh dua lapisan atas bawah yang selnya sangat kecil. Tumbuh di batuan dasar pada daerah mid-litoral (Anonim, 2005b).
Di setiap ujung thali terdapat percabangan dikotomi yaitu tipe percabangan becabang dua yang mudah terlepas untuk membentuk alga baru yang bebas dalam perkembangbiakan vegetatif. Di setiap bagian cabang terdapat stubby spine yang bentuknya seperti titik-titik yang sangat kecil. Akarnya merupakan akar yang berbentuk serabut yang disebut holdfast. Dictyota sp. beradaptasi terhadap gerakan ombak pada daerah intertidal dengan holdfast yang melekat kuat pada substrat sehingga tidak mudah terhempas (Dawes, 1990).

Rhodophyceae
1.Amphiroa sp.

Spesies ini berwarna merah dan mempunyai banyak cabang yang terdiri dari axis (cabang utama), primary branch dan secondary branch. Thallus berkapur mengandung Ca. Thallus membentuk hamparan setinggi 2-4 cm. Spesies ini melimpah di zona intertidal atas yang terisolasi atau tempat terbuka dan pada teluk kecil kedalaman 7 m, tumbuh menempel pada dasar pasir atau menempel pada substrat dasar lainnya di dasar lamun. Persebarannya banyak terdapat di daerah tropis, saeprti di Indonesia. Dalam dunia kesehatan banyak dimanfaatkan sebagai bahan anti mikrobia (Anonim, 2005b)
Alga ini mengandung zat kapur pada thalli yang berbentuk silindris. Thallusnya berbuku-buku dan diantara nodusnya (sekat) terdapat internodus (ruas). Alga ini hidup dilaut, terutama dalam lapisan-lapisan air dalam yang hanya dapat dicapai oleh gelombang pendek. Hidup alga ini sebagai bentos yang melekat erat pada substrat (Anonim, 2005a).

2.Gigartina sp.

Spesies ini memiliki substansi thalli lunak seperti gel dan tipis dengan warna ungu. Thalli-nya membentuk lembaran (disebut lamina atau blade) dengan percabangan yang rimbun, simple (biasa) atau dicotonus. Di permukaan thalli terdapat cystocarp yang jelas kelihatan berupa bintilan dan spermatongia-nya mengumpul pada ujung percabangan thalli (Anonim, 2005a)
Spesies ini biasanya tumbuh menempel di rataan batu pada terumbu, terutama di tempat-tempat yang masih tergenang air pada saat air surut rendah. Alga ini dimanfaatkan sebagai sumber agar-agar, carragenan, bahan anti bakteri dan bahan anti tumor. Alga ini juga kaya akan asam folat dan asam folinat (Anonim, 2005b).

3.Gelidium sp.

Gelidium sp. merupakan salah satu spesies dari famili gelidiaceae. Spesies ini memiliki warna merah kecoklatan (pirang), bentuk tubuh seperti rumput atau semak, batang utama tegak dan mempunyai cabang-cabang yang terdiri dari axis (cabang utama), primary branch dan secondary branch. Sepanjang tubuhnya ditumbuhi bagian yang seperti duri. Di ujung cabang terdapat spical pit yang berbentuk bulat yang merupakan titik tumbuh. Alga ini memiliki holdfast yang berfungsi sebagai tempat melekat pada terumbu karang sehingga dapat beradaptasi dengan gerakan ombak pada zona pasang-surut (Anonim, 2005a).
Alga ini termasuk dalam kelompok Rhodophyceae dan tergolong ke dalam carragenophyt, yaitu kelompok penghasil carragenan yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan pasta, bahan pembuat cream jelly, agar-agar dan roti. Selain itu Gelidium sp. memiliki kadar protein yang tinggi dan berbagai macam vitamin yang penting. Persebaran alga ini dipengaruhi oleh alam seperti substrat, salinitas, ombak, arus, dan pasang surut. Alga ini muncul di permukaan laut pada saat surut dan mengalami kekeringan (Dawes, 1990).

4.Laurencia sp.

Laurencia sp. mempunyai warna thallus hijau tua sampai merah kecoklatan karena adanya pigmen fikoeritrin. Axis pada spesies ini terkesan rebah dan memiliki holdfast untuk melekatkan diri pada substrat. Di percabangan axis terdapat primary branch yang pada ujungnya terdapat spical pit. Pertumbuhan di spical pit lebih cepat daripada bagian thallus lainnya. Alga ini termasuk alga tetrasporofik yang sel auxilary-nya akan terbentuk setelah melakukan fertilisasi dan tumbuh di atas sel pendukung karpogonium (Anonim, 2005a)
Spesies ini memiliki tubuh yang berbentuk silindrik atau memipih, berwarna merah kecoklatan dan mempunyai cabang-cabang yang terdiri dari axis (cabang utama), primary branch dan secondary branch. Alga ini merupakan bahan makanan sebagai bahan pembuat agar-agar karena kandungan serat dan karbohidratnya yang tinggi. Alga ini paling banyak digunakan sebagai hidrokoloid, terutama pada pangan, farmasi, kosmetik dan sebagai anti jamur/anti fungal. (Anonim, 2005b).

5.Acanthopora sp.

Thallus silindris, berduri lonjong runcing dan rapat yang terdapat di hamper seluruh permukaan thali. Percabangan tidak teratur, gembal merimpun di bagian atas rumpun dengan warna coklat tua. Rumpunnya dapat mencapai tinggi sekitar 15 cm. Alga ini berwarna coklat tua, dengan warna thali coklat kehijauan sampai ungu. Tubuhnya silindris, berdiri tegak dan sedikit bercabang. Thalli-nya berbentuk seperti jarum yang bertindak sebgai assimilator yang berperan dalam proses fotosintesis. Alga ini diolah oleh manusia sebagai bahan makanan, yaitu sebagai bahan pembuat agar-agar dan merupakan sumber karageenan untuk pasta (Anonim, 2005b).
Organ seksual secara tipikal muncul di atas tricoblast yaitu cabang eksogenus yang dihasilkan dari sel sub apical sebelum sel pericentral dipotong atu di putus dari sel axial. Spermatangia berasal dari berbagai cara, hal ini tergantung dari genus partikularnya. Spermatangia lebih sering muncul diatas tricoblast. Spermatangia membentuk kelompok, yaitu suatu himpunan yang berbentuk silindrik. Pericarp muncul pada saat sebelum fertilisasi tetrasporongium diproduksi oleh sel pericentral. Sel ini dibagi secara longitudinal, dengan memotong dua pelindung sel dan land memotong transporangium secara distal dan menyisakan sel yang bentuknya menyerupai batang. Tetrasporangia akan selalu terbagi secara tetrahedral (Romihartono, 2001).











E.Kesimpulan dan Saran
1.Kesimpulan

1.Alga memiliki banyak manfaat bagi kehidupan kita, baik itu diunakan sebagai bahan makanan ataupun yang lainnya.
2.Chlorophyceae ini berwarna hijau dan umumnya tersebar di belahan bawah dari mintakat pasut. Kebanyakan spesies dari kelas ini nonmotil, juga sangat tersebasar luas di perairan tropik.
3.Phaeophyta memiliki warna dominan coklat karena jumlah karotenoid dan fukoxanthin yang besar di kloroplasnya, mempunyai gelembung udara yang berfungsi sebagai alat pengepung dan menjaga tubuh untuk tetap tegak dalam air.
4.Rhodophyta memiliki warna dominan merah karena terdapat pigmen yang dominan adalah r-fikoeritrin ditambah pigmen lain seperti klorofil a dan d, β karoten, fikobiloprotein, floriden, dan fikosianin. Tidak mempunyai gelembung udara.
5.Sebagian besar spesies dari kelas Chlorophyceae, Phaeophyceae dan Rhodophyceae mempunyai sistem atau organ tubuh yang dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.
6.Kelas Chlorophyceae antara lain Halicystis sp., Enteromorpha sp., Halimeda sp., Codium sp., Caulerpa sp., Ulva sp. dan Spirogyra sp.
7.Kelas Phaeophyceae antara lain Turbinaria sp., Sargassum sp., Padina sp., Dictyota sp.
8.Contoh alga Rhodophyceae adalah: Amphiroa sp., Gelidium sp., Gigartina sp., Laurencia sp., dan Acanthopora sp

Read More......
Template by : kendhin x-template.blogspot.com